Jangan Ditanya
Jangan ditanya kemana aku pergi
Jangan ditanya mengapa aku pergi
Usah dipaksa tuk menahan diri
Usah diminta ku bersabar hati
Putuslah rambut, putus pula ikatan
Pecahlah piring, hilang sudah harapan
Hati nan risau apakah sebabnya
Hati nan rindu apakah obatnya
Pandai dikau mempermainkan lidah
Menjual madu di bibir nan marah
Kubayar tunai dengan asmara
Kiranya dikau racun di lara
Jangan ditanya kemana aku pergi
Jangan disesal aku takkan kembali
Tamatkan saja ceritra nan sedih
Selamat tinggal ku bermohon diri
Bagi penikmat tembang-tembang lawas karya anak negeri, syair lagu di atas merupakan salah satu tembang yang masih sering dinyanyikan hingga saat ini. Para penyanyi solo tahun 70-an, semisal Broeri Marantika, Kris Biantoro, Muchsin Alatas, May Sumarna dan Bob Tutopoli, pastilah menembangkannya. Dan, rekaman mereka, masih bisa dinikmati sampai di waktu kiwari ini. Lagu yang dicptakan oleh Ismail Marzuki, maestro musik Indonesia, menggambarkan suasana batin akan suatu perpisahan.
Awalnya, saya ingin menisbahkan makna tembang itu pada Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru saja diganti, pada Rabu, 27 Juli 2016. Mungkin penisbatan ini terlalu cengeng. Untunglah seorang Anis menuliskan surat perpisahan, tepatnya secarik kertas pamit kepada seluruh komponen di jajaran Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Terutama kepada para guru dan kepala sekolah serta Tenaga Kependidikan, selaku ujung tombak pendidikan, tukang cetak manusia terpelajar dan terdidik.
Penggantian Anies selaku menteri, hingga kini masih samar alasannya. Mulai dari spekulasi politik, karena Anies tidak punya kendaraan politik, bukan orang partai, hingga alasan-alasan yang sekenanya, menyembul ke permukaan. Akibatnya, kepastiannya tak berujung, apatah lagi berpangkal. Jelasnya, hanya Jokowilah yang paling mengerti. Dan, barulah itu yang pasti, serta yang pasti pula, putra saya yang sementara duduk di kelas 5 SD dan putri yang dikelas 2 Madrasah Aliyah harus segera menghafal nama menteri yang baru, Muhadjir Effendy.
Melalui suratnya yang berkop resmi Mendikbud, usai mengucapkan terimakasih, Anies langsung membabarkan: “ Sejak bertugas di Kemendikbud. saya meneruskan kebiasaan berkeliling ke penjuru Indonesia, ke sudut-sudut Nusantara, berbincang langsung dengan ribuan guru dan tenaga kependidikan. Saya menemukan mutiara-mutiara berkilauan di sudut-sudut tersulit Republik ini. Dinding kelas bisa reyot dan rapuh, tapi semangat guru, siswa dan orangtua tegak kokoh. Dalam berbagai kesederhanaan fasilitas, sebuah PR besar Pemerintah, saya melihat gelora keceriaan belajar yang luar biasa.”
Lalu Anies mengingatkan : “Di sekolah tampak hadir bukan saja wajah anak-anak, tapi juga wajah masa depan Indonesia. Teruslah songsong anak-anak itu dengan hati dan sepenuh hati, ijinkan mereka menyambut dengan hati pula. Jadikan pagi belajar pagi yang cerah. Sesungguhnya bukan matahari yang menjadikan cerah, tapi mata-hati tiap anak, tiap guru yang menjadikannya cerah.”
Kemudian Anies berharap: “Harapan agar perubahan dalam pendidikan terus menuju ke arah yang lebih baik. Mari kita teguhkan komitmen untuk menjadikan sekolah sebagai taman yang penuh tantangan dan menyenangkan bagi semua warga sekolah. Mari kita pastikan bahwa sekolah menjadi tempat di mana anak-anak kita tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya, memenuhi potensi unik dirinya. Mari kita jadikan sekolah sebagai sumur amal yang darinya akan mengalir pahala tanpa henti bagi lbu dan Bapak semua.”
Dan, makin menukiklah ujar-ujar Anies: “ Ibu dan Bapak, teruslah bergandengan erat dengan orangtua, bersama-sama menuntun anak-anak meraih masa depannya, menjawab tantangan jamannya, melampaui cita-citanya. Saya titipkan kepada Ibu dan Bapak Guru berbagai perubahan yang telah kita mulai bersama, baik dalam bentuk peraturan-peraturan baru yang mendorong ekosistem sekolah menyenangkan dan bebas dari kekerasan, maupun melalui pembiasaan dan praktik baik di sekolah.”
Pada akhir suratnya, Anies memohon: “Mari kita lanjutkan perjuangan, beri dukungan pada komitmen pemerintah dalam membangun sekolah menyenangkan, serta jaga stamina raga, rasa dari cipta lbu dan Bapak semua. Ijinkan saya pamit sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, teriring rasa terima kasih, juga permohonan maaf tak hingga atas segala khilaf yang ada. Salam hormat saya untuk Ibu dan Bapak semua. Mari kita teruskan ikhitiar mencerdaskan kehidupan bangsa ini.”
Selaku pegiat literasi dan relawan di Kelas Inspirasi, saya ingin memberi beberapa catatan akan surat Anies ini. Bahwasanya, apa yang dituliskannya, berupa selembar surat, sesungguhnya mengembalikan pamor surat sebagai medium berkomunikasi yang cukup mendalam untuk menyampaikan maksud. Teringatlah saya pada tradisi menulis surat dari orang-orang besar yang kemudian berpengaruh untuk sebuah perubahan. Sebab, dengan suratlah, suatu pemberitahuan, permintaan, buah pikiran, dan gagasan dapat dipaparkan pada khalayak. Jadi, Anies telah mempertegas kembali keberadaan surat sebagai tradisi literasi yang sudah cukup klasik.
Catatan lain, yang tak kalah pentingnya, seolah Anies memberi isyarat, bahwa ia pergi untuk kembali. Miriplah syair lagu, yang menembangkan asa, suatu saat masih bisa kembali, dengan rasa yang lebih besar. Maka surat ini menjadi strategis posisinya, sebagai medium penanda akan komunikasi yang abadi antara Anies selaku penyurat dan para guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan selaku mitranya. Dan, surat Anies ini, akan menjadi bukti cinta, di antara para pelaku pendidikan yang berharap padanya. Meski saat ini telah terpisah, tidak menutup kemungkinan, di masa datang, akan bergema kembali, serupa CLBK, senandung; cinta lama bersemi kembali.
Sejatinya memang, Anies ibarat pemain bola yang berasal dari klub kecil, yang melambungkan namanya selaku pencetak gol terbanyak dan pemain terbaik dalam satu musim kompetisi. Kira-kira, semirip Jamie Vardy di Leicester, yang bersinar kebintangannya, membawa klubnya menjadi juara Liga Primer Inggris, namun nasibnya tidak begitu berkilau di kesebelasan Inggris pada Piala Eropa 2016, yang keburu tersingkir dari turnamen. Dugaan dan harapan saya, Anies akan kembali konsentrasi merawat komunitasnya, dunia kerelawanan dalam pendidikan, sembari menunggu lagi panggilan untuk kepentingan pengabdian yang lebih besar. Serona dengan Vardy, yang tetap bermain untuk klubnya, bermain seapik mungkin, sambil menanti panggilan untuk membela tim nasional Inggris.
Sulhan Yusuf. Pegiat Literasi. Koordinator Kelas Inspirasi Sulsel.