Oleh : Muhammad Ali*
OPINI, EDUNEWS.ID-Berbicara terkait permasalahan yang tengah dihadapi oleh negara kita Indonesia memang tidak akan pernah ada habisnya dan tidak akan pernah berujung, ibarat seseorang yang sedang meluruskan benang kusut.
Mulai dari pandemi covid-19. Pandemi tersebut telah melahirkan dinamika baru dalam kehidupan berbangsa. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Salah satu artikel yang telah dikeluarkan oleh Harvard University menyebutkan, pasca pandemi banyak negara yang akan berubah di luar dari perkiraan. Kekhawatiran tersebut mewakili keresahan kita bersama dan merupakan respon dari maraknya pengambilan kebijakan sebelah pihak tanpa melibatkan publik. Banyak aksi ketok palu sana sini untuk pengesahkan produk UU yang kerap kali bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi.
Belum lagi dikabarkan di tengah-tengah kesusahan dan penderitaan rakyat, koruptor ikut bermain, memotong dana bantuan sembako untuk rakyat yang sedang kelaparan. Sehingga bantuan yang sampai kepada masyarakat adalah bantuan sembako tidak layak komsumsi dan diperparah lagi oleh persoalan bantuan sembako yang salah sasaran. Ketika hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor bersifat ringan, maka akan lahir koruptor-koruptor baru. Oleh karena itu satu-satunya cara untuk melenyapkan koruptor di tanah air adalah hukuman mati.
Selain permasalahan Covid-19 yang telah menelan banyak anggaran, beberapa permasalahan-permasalahan ikut menggerogoti dan membunuh perlahan rakyat Indonesia. Kesejahteraan sosial yang seharusnya diprioritaskan malah menjadi hal yang terbelakang. Hal tersebut merujuk kepada perencanaan perpindahan Ibu Kota Negara. Perpindahan IKN sebenarnya suatu hal yang biasa, namun melihat kondisi Ibu Pertiwi saat ini yang sedang menangis karena banyaknya problematika yang belum terselesaikan, hutang yang masih menumpuk saat ini dan pandemi juga belum terselesaikan, jadi rasa pindah Ibu Kota itu menjadi hal yang tidak relevan.
Rakyat Indonesia berhak bertanya-tanya. Apalagi terdapat beberapa infrastruktur yang mengecewakan hati mereka. Ironisnya, beberapa biaya dari pembangunan itu negara harus berhutang, gali lobang-gali lobang tapi tidak pernah ditutupi akhirnya lobang tersebut semakin dalam.
Pengamat kebijakan public Agus Pambagio menyebut ada 8 megaproyek (Bandara Kertajati, Tol Cisundawu, Jalan Tol Manado-Bitung, Bandara Yogyakarta, Pelabuhan patimbang, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, LRT Jabodetabek, dan Smelter Freeport) di masa pemerintahan sekarang yang terancam mangkrak. Mangkrak dalam artian megaproyek tersebut tidak selesai dikerjakan, juga proyek yang berhasil dikerjakan namun tidak beroperasi secara optimal sehinggah berpotensi merugi.
Penulis mengangkat salah satu proyek ambisius yang dicanangkan Bapak Presiden Jokowi tetapi mangkrak adalah Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat. Bandara tersebut hampir tidak pernah disinggahi oleh pesawat, dan justru berubah menjadi ‘bandara hantu’. Pembangunan bandara hantu tersebut dimulai pada tahun 2013 dengan investasi Rp4,91 Triliun, dana tersebut bersumber dari APBN, APBD, BUMD dan KPBU. Harapan publik dengan adanya bandara tersebut bisa membantu pergerakan perekonomian Jabar alih-alih menjadi ‘bandara hantu’ yang sepi.
Kemudian permasalahan yang hangat dibicarakan di tengah-tengah masyarakat, ialah kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini menambah beban bagi masyarakat kecil, bak pepatah yang mengatakan “Sudah jatuh, tertimpa tangga pula”, rakyat sudah menderita, kenapa harus menambah penderitaan rakyat dengan menaikkan harga BBM. Ini menjadi penyebab lunturnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang harusnya mensejahterakan rakyat, namun kenyataannya pemerintah hanya membuat rakyat kebingungan atas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang kerap kali tidak pro terhadap rakyat.
Badan kebijakan fiskal Kementerian Keuangan, mencatat besaran subsidi kesehatan tahun lalu hanya Rp43,8 triliun, infrastruktur Rp125,6 triliun, bantuan sosial Rp70,9 triliun, sementara subsidi BBM menyedot dana paling besar, Rp165,2 triliun. Jadi alasan pemerintah menaikkan harga BBM ialah pengeluaran negara untuk subsidi BBM itu sendiri sudah terlalu besar sehingga diperlukan adanya pemangkasan agar dapat diaplikasikan kepada sektor lainya yang lebih nyata seperti sektor pendidikan ataupun kesehatan.
Kenaikan BBM berlaku mulai tanggal 1 April 2022 mulai pukul 00:00 waktu setempat, BBM Non Subsidi Gasoline RON 92 (Pertamax) disesuaikan harganya menjadi Rp 12.500 per liter (untuk daerah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor /PBBKB 5%), dari harga sebelumnya Rp 9.000 per liter.
Kenaikan harga BBM tentunya sangat menyengsarakan setiap lini masyarkat khususnya yang berada dibawah garis kemiskinan, bukan cuman itu mahasiswa juga yang tinggal berjauhan dengan orangtuanya ataupun tidak pasti merasakan dampak dari kebijakan tersebut.
Masalah terakhir yang mengherankan bagi masyarakat adalah kelangkaan minyak goreng. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Salah satu contoh daerah penghasil minyak goreng kelapa sawit adalah Provinsi Riau diperkirakan memiliki lahan kelapa sawit sekitar 2.806.349 hektar. Dengan lahan seluas itu, daerah tersebut menghasilkan sebanyak 9,5 juta ton kelapa sawit setiap tahunnya. Kemudian disusul oleh Kalimantan Barat, Kawasan ini sudah ditanami kelapa sawit sejak tahun 1980-an dan dikelola oleh PTPN XIII. Luas lahan perkebunan sawit di Kalimantan Barat mencapai 1.570.675 hektar di tahun 2019 dan menghasilkan setidaknya 5,2 juta ton kelapa sawit.
Namun, kenapa minyak goreng bisa mengalami kelangkaan? Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan fakta kelangkaan minyak goreng di pasaran ternyata dipengaruhi oleh beberapa sebab. Mulai dari panic buying hingga masalah distribusi. Hingga saat ini, minyak goreng masih menjadi barang langka di pasaran.
Situasi-situasi yang terjadi seperti yang telah diuraikan di atas, menimbulkan pertanyaan yang besar, Dimana wakil-wakil rakyat bersembunyi, apakah mereka tidak medengarkan jeritan rakyatnya apakah mereka sudah tuli? Mengapa mereka tidak melihat penderitaan yang dirasakan oleh rakyatnya apakah mereka sudah buta.? Kenapa mereka tidak bersuara ketika rakyatnya ditindas apakah mereka sudah bisu.?
Muhammad Ali. Kader HMI MPO Cabang Makassar
