WAJO, EDUNEWS.ID – Plt Ketua Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Lentera Independen Pemerhati Aspirasi Nusantara (LIPAN) Kabupaten Wajo, Harry Goa, menyampaikan kritiknya atas pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) desa di Kabupaten Wajo.
Pasalnya, Bimtek yang diselenggarakan desa desa di Wajo menelan anggaran dengan jumlah fantastis, sekira 4,5 hingga 9 jutaan (terlebih dalam bimtek yang digelar di luar provinsi).
Harry mengatakan bahwa di tahun 2022 ini, hingga bulan Juni tercatat sekira 4 sampai 5 kali kegiatan bimtek desa, baik itu yang dilaksanakan di dalam maupun di luar Wajo.
“Bisa dibayangkan kalau satu kegiatan menelan anggaran Rp 4,5 juta/desa/peserta bimtek yang mengikuti, dikalikan jumlah desa, yang mengikuti rata rata setiap kegiatan sekira 50 hingga 100 lebih peserta. Artinya satu kegiatan menghabiskan ratusan juta. Kalau sudah terlaksana 4-5 kegiatan bimtek, sudah menghabiskan 2 milliar lebih,” jelas Harry, Selasa (7/6/2022).
Sementara itu, pemerhati dari Lembaga Lidik Pro Rakyat RI, yang akrab disapa Bang Ucok, mengatakan hal ini perlu diawasi secara serius oleh para penegak hukum dan institusi terkait.
“Selain capaian sasaran yang dihasilkan Bimtek itu sendiri, apa sudah tepat waktu pelaksanaan Bimtek, terkait sudah ditetapkannya RPJM Desa dan RKPD Desa setelah selesai pelaksanaan Musrenbang?” ujarnya.
Bimtek Desa Jadi Lahan Bisnis?
Ucok juga mempertanyakan sinkronisasi Bimtek yang harusnya merujuk pada regulasi Kemendes PDTT dan Kemendagri sampai tingkat kabupaten.
“Pelaksanaan Bimtek tanpa merujuk juknis sudah terkesan sebagai ajang bisnis pada institusi penegak hukum. Selanjutnya, penggunaan dana yang bersumber dari ADD/DD, apakah murni pos anggarannya dan apa sudah sesuai dengan juknis penggunaan anggaran?”
Ucok menambahkan bahwa berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, ADD/DD Tahun 2022 bahkan belum cair.
“Itu saja belum cair. Bahkan disinyalir petunjuk penggunaan anggaran dari Pemkab dan pusat belum ada dan belum jelas. Tapi Bimtek keburu terlaksana dan dibebankan pembayaran yang terbilang tinggi, yakni senilai Rp 4,5 juta/perdesa/orang,” tandasnya.
(rls)
