DAERAH

SIARAN PERS: Koalisi Rakyat Makassar Tolak RKUHP

MAKASSAR, EDUNEWS.IDMemperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP) Koalisi Rakyat  Makassar melakukan kampanye di Anjungan Pantai Losari, Minggu (4/12/2022).

Kampanye dilakukan untuk Menolak Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Tidak hanya itu, Koalisi Rakyat Makassar juga mengkampanyekan Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai kebijakan yang lebih melindungi korban.

Pengesahan RKUHP sudah di depan mata yang rencananya akan dilakukan pada tanggal 6 Desember 2022.

Namun Pemerintah dan DPR  tetap memaksakan untuk mempertahankan pasal-pasal bermasalah di tengah banyaknya kritik  dari masyarakat.

Pasal-pasal dalam RKUHP memberi ruang over-kriminalisasi dan bertentangan dengan hak kebebasan masyarakat.

Tidak sampai disitu, RKUHP berpotensi melanggengkan diskriminasi terhadap  perempuan dan kelompok yang rentan mengalami diskriminasi lainnya.

Berikut alasan mengapa Masyarakat Makassar menolak RKHUP:

Pertama, adanya ketentuan tentang ‘hukum yang hidup dalam masyarakat’ (living law) akan  memperkuat dan semakin melegitimasi kontrol terhadap tubuh perempuan yang sudah sering  ditemui dalam sejumlah peraturan daerah diskriminatif.

Tidak ada batasan yang jelas mengenai  hukum yang hidup dalam masyarakat. Perbuatan apapun yang dianggap tidak sesuai dengan  kebiasaan yang berlaku di daerah tertentu dapat dipidana.

Hal ini menyalahi asas legalitas dalam hukum pidana, mencampuradukkan hukum pidana dan hukum adat, serta  membuka ruang yang lebar adanya kekerasan, diskriminasi, dan persekusi di masyarakat. 

Kedua, Pasal-pasal Penghinaan termasuk terhadap Presiden, Lembaga Negara, dan  Pemerintah, serta pasal tentang Berita Bohong semakin memberi ruang bagi negara untuk  mengkriminalisasi kritik, serta membungkam kebebasan berpendapat dan kebebasan pers.

Padahal dalam banyak kasus perempuan korban kekerasan menggunakan hak berpendapat di  ruang publik dan media Pers sebagai jalan untuk mendapatkan keadilan yang seringkali  menemui hambatan dalam proses hukum. 

Upaya perlindungan korban dalam pengesahan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana  Kekerasan Seksual (TPKS) yang diperjuangkan 10 tahun lalu akan berjalan mundur jika RKUHP jadi  ruang kriminalisasi dan diskriminasi baru bagi perempuan dan kelompok yang rentan  lainnya.

Adanya pasal-pasal krusial dalam dalam RKUHP tersebut juga akan semakin meningkatkan risiko kriminalisasi bagi pendamping korban dan perempuan  pembela HAM.

Di sisi lain, hingga saat ini implementasi UU TPKS masih terus mengalami  kendala oleh lembaga aparat penegak hukum dan lembaga lainnya.

Padahal substansi dalam  pasal-pasal UU TPKS sudah sangat jelas mengatur hak-hak dalam penanganan, perlindungan,  dan pemulihan korban kekerasan seksual untuk dapat mendapatkan keadilan. 

Ketiga, ada pula Pasal tentang Pidana Mati yang masih dipertahankan meskipun dalam  perkembangannya pidana mati telah banyak dihapuskan di berbagai negara karena merampas  hak hidup manusia sebagai hak yang tidak dapat dicabut.

Dalam kasus perempuan terpidana  mati, sebagian besar perempuan bukanlah pelaku utama, justru merupakan korban kekerasan  berbasis gender, seperti eksploitasi seksual dan korban perdagangan manusia yang  dimanfaatkan dalam perdagangan narkotika.

Begitupun bagi korban tindak pidana termasuk dalam kasus kekerasan seksual, hukuman mati bagi pelaku hanya akan mengalihkan fokus dari  korban dan bukanlah jalan untuk memenuhi keadilan dan memulihkan korban. 

Keempat, dalam RKUHP diatur pula kriminalisasi dalam mempertunjukkan alat pencegah  kontrasepsi pada anak, pasal ini justru memperkuat pandangan yang menabukan alat  kontrasepsi dan edukasi kesehatan reproduksi.

Hal ini berpotensi mengkriminalisasi orang yang menyampaikan informasi kesehatan reproduksi jika dianggap bukan petugas yang  berwenang atau di luar kepentingan pendidikan dan penyuluhan kesehatan. 

Selain itu, over-kriminalisasi lewat pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP hanya akan  menambah beban peradilan pidana dan kepadatan penjara, yang juga berdampak pada  semakin rentannya situasi perempuan berhadapan hukum.  Pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP adalah hasil dari proses pembentukan yang tidak  ‘transparan dan partisipatif’.

Sehingga Koalisi Rakyat Makassar menyatakan penolakan pada RKUHP.

Koalisi Rakyat Makassar mendesak agar dilakukan penundaan pengesahan dengan pembahasan yang transparan dan partisipatif, dengan mengakomodir masukan dari  masyarakat sipil serta pengalaman perempuan dan kelompok yang rentan diskriminasi lainnya.  

Koalisi pun mendesak pemerintah dan DPR agar memastikan implementasi UU TPKS untuk  melindungi perempuan dan kelompok rentan korban kekerasan seksual. 

Makassar, 4 Desember 2022 

Koalisi Rakyat Makassar Tolak RKUHP 

LBH APIK SULSEL | LBH Makassar | FIK ORNOP Sulsel | YPKDS Sulsel | KPA Sulsel |  YLBHM | HWDI Sulsel | PKBI Sulsel | SP Anging Mammiri | Oase INTIM | WALHI Sulsel |  AMAN Sulsel | LBH PERS Makassar | KontraS Sulawesi | KWRSS | Ruang Jurnalis |  Seruan Perempuan | AJI Kota Makassar | Jurnal Celebes | Justice Makers |  IMM Kota Makassar | KEMA JIK UNHAS | FIS-H UNM | FMIPA Unhas | PARAMEDIS Jalanan Makassar.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top