PANGKEP, EDUNEWS.ID – Tingginya angka perkawinan dini atau usia anak mendorong tim pengabdian Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-Unhas) mengadakan kegiatan Penyuluhan Hukum.
Penyuluhan tersebut berlangsung di Kantor Kelurahan Bontomatene, Kecamatan Segeri, Kabupaten Pangkep, dengan tema Penyuluhan Hukum Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pemaksaan Perkawinan, Senin (6/3/2023).
Tim pengabdian Unhas memandang perkawinan anak merupakan bagian dari kualifikasi tindak pidana sebagaimana ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Tim tersebut terdiri dari Dosen FH-Unhas dengan ketua tim yakni Dr. Nur Azisa, S.H., M.H., dan anggota Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., M. Aris Munandar, S.H., M.H., dan Ismail Iskandar, S.H., M.H. Serta dua orang mahasiswa yakni Fhildzha Zafirin dan Nurul Hikmah.
Pada kesempatan tersebut, Lurah Bontomatene, Hamka hadir dan membuka secara resmi kegiatan.
Dalam sambutannya ia mengapresiasi setinggi-tingginya kegiatan penyuluhan itu karena dapat menambah wawasan masyarakat terkait tindak pidana kekerasan seksual.
“Kami sangat berterima kasih atas program penyuluhan hukum yang dilakukan oleh tim pengabdian Unhas. Hal ini merupakan kegiatan yang bernilai positif, karena dapat memberikan pemahaman yang luas kepada masyarakat setempat mengenai pentingnya mencegah tindak pidana kekerasan seksual” ungkapnya.
Dr. Nur Azisa selaku ketua tim pengabdian menuturkan bahwa kegiatan ini merupakan rangkaian Dies Natalis Unhas yang ke 6, sekaligus membantu pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam perlindungan Anak.
“Penyuluhan hukum yang kami lakukan bertujuan untuk melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi yakni pengabdian. Kita berharap penyuluhan ini bisa menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya mencegah pemaksaan perkawinan khususnya bagi Anak. Sebagaimana tugas Pemerintah melalui Dinas terkait”, tuturnya.
Hadir sebagai narasumber dalam penyuluhan tersebut diantaranya, Alimuddin selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Pangkep, serta Arnita Pratiwi Arifin selaku Dosen Departemen Hukum Pidana FH-Unhas.
Alimuddin menjelaskan mengenai pentingnya mencegah perkawinan bagi Anak.
“Salah satu dampak perkawinan Anak adalah berpotensi terjadi Stunting, sehingga sangat diharapkan masyarakat sadar akan hal itu. Bahkan dengan usia Anak, mereka masih labil dalam hal mengelola emosi, sehingga sangat rentan terjadi perceraian dini”, paparnya.
Ia juga melanjutkan penjabaran terkait data permohonan perkawinan Anak melalui Dispensasi di Kabupaten Pangkep pada tahun 2022 yang mencapai 185 permohonan.
Di lain sisi, Arnita Pratiwi Arifin menjelaskan mengenai ketentuan pidana tindak pidana pemaksaan perkawinan.
“Dasar hukum tindak pidana pemaksaan perkawinan diatur dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Ada tiga jenis tindak pidana pemaksaan perkawinan, yakni perkawinan Anak, pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya, dan pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan”, ucapnya.
Selain itu ia juga menjelaskan bahwa orang yang membiarkan terjadinya tindak pidana pemaksaan perkawinan tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
Acara tersebut dihadiri puluhan masyarakat setempat dan beberapa pejabat Kantor Kelurahan Bontomatene.
Diketahui, kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Pengabdian Kepada Masyarakat Program Kemitraan-Universitas Hasanuddin (PKM PK-Unhas) tahun 2023.
