MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Prof Mustari Mustafa memprotes Panitia Penjaringan Bakal Calon Rektor (PPBCR) UIN Alauddin Makassar (UINAM) 2023-2027 lantaran dirinya dinyatakan tidak memenuhi syarat administrasi sebagai calon Rektor UINAM.
Keputusan panitia dinilai keliru hingga dianggap mengintimidasi dirinya saat proses verifikasi berkas berlangsung.
Ia pun melayangkan surat keberatan yang berisikan beberapa poin.
Pertama, menurutnya penetapan bakal calon tak sesuai jadwal.
Dirinya mengaku tidak mendapat surat perubahan jadwal dari pihak panitia.
Kedua, ia mengaku dalam proses verifikasi berkas dokumen panitia cenderung mengintimidasi dirinya.
“Di dalam undangan klarifikasi tersebut menyebutkan agar saya datang tanpa didampingi oleh siapapun,” kata Mustari sebagaimana isi surat keberatannya di Makassar, Kamis (27/4/2023).
Saat itu, dirinya ditanya perihal jabatannya sebagai Ketua Lembaga Kerjasama dan Hubungan Internasional di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone tahun 2015-2019.
Pertanyaan tersebut berkaitan dengan salah satu persyaratan pencalonan pada bagian a poin 4 yang berbunyi “Memiliki pengalaman manajerial pada perguruan tinggi paling rendah sebagai Ketua Jurusan atau sebutan lain paling singkat 2 (dua) tahun”.
Sementara hasil verifikasi faktual Panitia, Prof Mustari dianggap tidak menjabat pada posisi itu selama dua tahun, lantaran pada periode berjalan, Prof Mustari justru diangkat sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di KBRI Bangkok tahun 2017.
Prof Mustari pun membenarkan bahwa SK dari STKIP berlaku 2015-2019. Sekalipun pada 2017 dirinya diangkat sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI Bangkok.
Meski begitu, Prof Mustari mengaku tetap menjalankan tugas di STKIP atas persetujuan dari Pimpinan STKIP.
“Pada tahun 2020 Pimpinan STKIP menyampaikan surat ucapan terima kasih atas pelaksanaan tugas saya di STKIP dari tahun 2015 – 2019,” ungkapnya.
Sementara terkait syarat pencalonan pada bagian a poin 4 yang disebutkan sebelumnya, dinilai Prof Mustari bersifat alternatif dan tidak ada unsur pemaknaan yang dapat menggugurkan persyaratannya. Apalagi, dia mencantumkan SK jabatan lain yang bersifat resmi.
SK itu masing-masing dalam jabatan sebagai Sekretaris jurusan di IAIN Alauddin, Direktur Character Building Program di UIN Alauddin, Ketua Internasional Office di UIN Alauddin, Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di KBRI Bangkok serta Ketua Lembaga Kerjasama dan Hubungan Internasional di STKIP Muhammadiyah Bone.
“Penjelasan-penjelasan saya tersebut telah didengar, disimak tanpa adanya gugatan atau pengajuan atau gugatan dari pihak PPBCR,” terang Prof Mustari.
Selain merasa diintimidasi, ia juga merasa didiskriminasi oleh Panitia Penjaringan karena proses yang sama tidak diberlakukan kepada pendaftar yang lain.
Bahkan menurutnya, ada pendaftar yang malah tidak memenuhi persyaratan administratif.
“Bahkan ada bakal calon yang hanya membuat izin atasan oleh dirinya sendiri. Ditengarai juga ada bakal calon yang mendapatkan izin bukan dari atasan langsung. Rektor sendiri yang diributkan di beberapa media, ditengarai juga telah peroleh izin tetapi sudah melewati tenggat waktu, dan sampai saat ini belum menunjukkan izin dari atasannya langsung, yakni Dirjen atau Menteri Agama,” lanjutnya.
Prof Mustari pun memohon agar pengumuman tersebut dianulir dan tidak ditindaklanjuti selama masa keberatan berlangsung.
Apabila keberatannya tidak ditanggapi, Prof Mustari mengancam membawa perkara ini ke ranah hukum.
Saat ini, panitia Penjaringan telah menetapkan delapan bakal calon Rektor UIN Alauddin Makassar periode 2023-2027. Mereka adalah Prof Dr Muhammad Amri, Prof Siti Aisyah Kara, Prof Hamdan Juhannis, Prof Dr Muhammad Khalifah Mustami, Prof Dr Abustani Ilyas, Prof Dr Wahyuddin Naro M, Prof Dr Abdul Pirol, Prof Dr Supardin.
