MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Puluhan massa aksi Bara-Baraya menggeruduk Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Jl R.A Kartini, Kota Makassar, Senin (12/6/2023).
Massa aksi awalnya melakukan Konferensi Pers sekaligus aksi unjuk rasa yang di hadiri oleh Kuasa Hukum Warga Bara-Baraya, warga, dan puluhan mahasiswa tepat di depan Kantor Pengadilan Negeri Makassar.
Berdasarkan pantauan edunews.id di lokasi, pagar Kantor Pengadilan Negeri Makassar dipenuhi spanduk protes massa aksi.
Salah seorang orator mengatakan jika Bara-Baraya digusur maka Makassar akan menjadi lautan api.
“Hari ini kita pertanyakan kenapa Pengadilan selalu menunda sidang. Kalau betul Bara-Baraya tergusur maka Makassar jadi Lautan Api,” tegas sang orator.
Sementara itu, Sibali selaku Humas PN Makassar mengatakan masalah ini dimulai sejak 2017 lalu.
“Tahun 2018 warga sipil Bara-Baraya digugat oleh salah satu ahli waris atas nama Nurdin Dg Nompo. Sebanyak 3 kali ahli waris ini menggugat warga sipil disana namun masih gugatan tidak dapat diterima karena batas-batas (tanah) masih kabur,” kata Sibali yang ditemui edunews.id di Halaman Kantor PN Makassar, Senin (12/6/2023) siang.
“Terus dia (ahli waris) coba melakukan upaya hukum banding, kemudian (ahli waris) menang,” sambungnya.
Setelah itu, lanjut Sibali, warga Bara-Baraya melakukan upaya hukum kasasi dan kasasinya ditolak.
“Pada saat kasasi kalah, pihak penggugat (ahli waris) melakukan permohonan eksekusi. Tapi ketua pengadilan melakukan kebijakan untuk menunda (eksekusi) sesuai permintaan warga Bara-Baraya karena pihak warga ada upaya PK (Peninjauan kembali),” jelas Sibali.
Pasca penundaan eksekusi tersebut, Sibali menjelaskan bahwa diadakan rapat bersama perwakilan warga Bara-Baraya.
“Kesimpulan (rapatnya) bahwa kita tunggu hasil peninjauan kembali pada tahun 2022 dan hasilnya warga Bara-Baraya kembali kalah,” sambungnya.
Namun saat ditanya tentang alasan warga Bara-Baraya kalah, Sibali mengatakan bahwa itu bukan kewenangan pihaknya.
“Kita tidak kaji kenapa kalah karena itu kewenangannya Mahkamah Agung,” ujar Sibali.
Selanjutnya, Sibali mengaku kembali menerima permohonan eksekusi namun kembali ditunda karena warga Bara-Baraya melakukan penolakan dengan berunjuk rasa.
Sibali pun membeberkan bahwa dari puluhan warga Bara-Baraya, hanya satu orang yang menggugat.
“Tapi yang membuat perlawanan cuma satu orang (dari 39 KK), tidak semuanya membuat perlawanan. Jadi nanti dilihat apakah dikabulkan atau tidak, karena kita tidak tahu. Kalau itu pun dikabulkan tidak berdampak ke yang lain. Jadi secara hukum, sebenarnya (warga) sudah kalah di PK semua,” bebernya.
Disaat yang sama, Andrias selaku warga Bara-Baraya mengatakan bahwa hingga saat ini, pihak ahli waris tidak mampu membuktikan batas-batas tanah yang mereka klaim.
“Ini suatu keanehan bahwa kenapa Pengadilan mengingkari atau tidak mempertimbangkan hal tersebut (belum jelasnya batas- batas tanah),” tegas Andrias saat ditemui edunews.id di lokasi.
Andrias kemudian mempertanyakan perihal rencana eksekusi di saat batas-batas tanah belum diketahui pasti.
“Kalau belum ditahu batas tanahnya, terus mereka mau lakukan eksekusi, pertanyaannya yang mana mau dieksekusi. Jangan sampai orang yang tidak masuk dalam perkara ini kena eksekusi,” jelasnya.
Tak hanya itu, Andrias juga menyoroti pihak ahli waris yang menurutnya tidak pernah hadir di persidangan.
“Penggugat yang mengklaim diri sebagai ahli waris tidak pernah dimunculkan di pengadilan. Jadi warga hanya melawan bayang-bayang. Tetapi pengadilan membenarkan itukan. Buktinya sidang ini berlanjut terus,” ungkap Andrias.
Saat ditanya perihal ‘bayang-bayang’ yang dimaksud, Andrias mengatakan adalah sosok mafia.
“Bayang-bayang menurut saya adalah mafia. Kita tidak tahu mafianya siapa. Artinya dia (pengadilan) hanya menyebut si A, si B, tapi kita tidak tahu siapa mereka,” tutupnya.
Dari pantauan di lokasi, massa aksi sempat bersitegang dengan pihak kepolisian lantaran massa aksi memaksa masuk ke kantor PN Makassar.
Beberapa massa aksi mendorong-dorong pagar sambil bergantian berorasi.
Setelah itu, massa aksi membubarkan diri sekitar pukul 15.00.
