MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Perguruan tinggi yang diisi oleh para akademisi belum jadi jaminan sebuah kampus tidak memiliki masalah. Salah satu contoh sebuah kampus yang ada di kota Makassar, Sulawesi Selatan.
STISIP (Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) 17-8-1945 dicabut izin operasionalnya oleh Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) lewat LLDikti (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) Wilayah IX.
Sultan Batara Andi Lukman selaku Kepala LLDikti IX menyampaikan ada beberapa alasan pencabutan izin, salah satunya karena persoalan bangunan.
“Satu kampus dicabut yakni STISIPOL 17 Agustus. Dalam penyelenggaraan perguruan tinggi ada persyaratan dasar, kenapa dicabut karena tidak ada kampus (bangunan). Artinya dia (nama kampus) ada tapi (berkuliah) di wira bakti”, ucap Andi Lukman dilansir makassar.tribunnews.com, pada Jum’at (16/6/2023).
Andi Lukman lebih lanjut mengatakan secara spesisik alasan pencabutan izin.
“Pencabutan izin dikeluarkan 12 Januari lalu. Sekolah tinggi itu harus punya 7000 meter persegi tanah. Itu yang tidak dipenuhi”, tambah Andi Lukman.
Akibat pencabutan izin operasional, STISIP 17-8-1945 juga dilarang menerima mahasiswa baru dan melaksanakan wisuda kelulusan.
Kejadian ini melahirkan pertanyaan bagaimana nasib dosen dan mahasiswanya? Apa harus mengulang berkuliah?
Ketika ada kesepakatan antara pihak STISIP dan calon perguruan tinggi baru, maka mahasiswa bisa melanjutkan studinya.
“Dipindahkan sesuai perguruan tinggi yang mau terima”, ucapnya singkat.
Apakah betul izin operasional STISIP dicabut hanya karena gedung? Lantas solusi apa yang bisa LLDikti Wilayah IX tawarkan pada STISIP agar kembali beroperasional?
