Liputan Khusus

Kader Kohati Cabang Makassar Tanggapi Fenomena Normalisasi Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan

Foto/istimewa: Nur Sri Issatul Islamiah (kader Kohati Cabang Makassar).

MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Kasus kekerasan atau pelecehan seksual masih kerap terjadi di lingkungan pendidikan.

Diberitakan sebelumnya, seorang guru sekaligus kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Mamuju Sulawesi Barat mengalami pelecehan seksual oleh oknum satpam sekolah pada 30 Mei 2023 lalu.

Korban kemudian memberanikan diri melapor ke pihak sekolah namun tidak memperoleh respon yang baik.

“Menurut saya, pihak yayasan menganggap remeh kejadian ini dengan mengatakan ‘Oh belum jeko na sentuh, tidak ada ji juga na chat ko’,” ucap korban kepada edunews.id melalui sambungan telepon, Rabu (21/6/2023).

Korban menilai kondisi ini merupakan bentuk normalisasi kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan.

Menanggapi fenomena normalisasi pelecehan seksual di lingkungan pendidikan, Nur Sri Issatul Islamiah selaku kader Korps HMI Wati Cabang Makassar menilai hal tersebut sebagai wujud ‘kedunguan’.

“Normalisasi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan adalah bentuk kedunguan. Lingkungan (pendidikan) ini seharusnya menjadi wilayah paling aware terhadap berbagai bentuk kekerasan. Sebab, di sana lah harusnya anak-anak muda dicekoki dengan pengetahuan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan, juga di sanalah harusnya terdapat kajian tentang kekerasan seksual dari sudut pandang korban yang merdeka dan terbuka,” kata Issa kepada edunews.id, Minggu (2/7/2023) siang ini.

Issa meminta khususnya pada lingkungan pendidikan tinggi, agar tidak menghujat korban pelecehan seksual.

“Mahasiswa dengan nalar merdekanya, baiknya memperbanyak referensi tentang anatomi tubuh laki-laki dan perempuan, juga mengejawantahkan seabrek pengetahuan itu ke dalam aksi nyata. Contoh paling kecil adalah tidak turut serta menghujat korban,” jelasnya.

Menurutnya, korban pelecehan seksual mesti didukung dan didampingi.

Issa menekankan pihak institusi pendidikan supaya terbuka menghadapi kasus-kasus kekerasan maupun pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah atau kampus.

“Pertama, institusi pendidikan harus lebih terbuka dalam menghadapi kasus kekerasan seksual. Sebab, sempitnya daya pikir akan menghasilkan keputusan yang berpotensi merusak tujuan pendidikan sesungguhnya,” ujarnya.

“Selanjutnya, keberpihakan terhadap korban penting adanya. Seringkali, beberapa korban kesulitan untuk membicarakan pengalaman traumatis nya, entah karena malu, atau model pertanyaan yang menyudutkan. Hal-hal semacam ini harus menjadi bahan evaluasi bagi siapapun yang bertugas di bidang penanganan kekerasan seksual dalam institusi pendidikan,” tegas Issa.

Diketahui kejadian ini terjadi di sekolah dimana pelaku dan korban bekerja yakni Muhammadiyah Boarding School (MBS) At-Tanwir Mamuju, Jl Soerkarno Hatta, Kelurahan Karema, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.

Kronologi kejadian kasus pelecehan seksual dapat dibaca disini.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top