MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Peraturan Daerah (Perda) Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) hanya omong kosong belaka.
Hal ini dikarenakan kurangnya pengawasan, penyebarluasan serta ketegasan Pemerintah Kota (Pemkot) dalam hal ini Dinas Kesehatan hingga DPRD Kota Makassar dalam penerapan Perda KTR.
Kendatipun dalam beberapa kesempatan, DPRD Kota Makassar menggelar sosialisasi Perda KTR namun kegiatan tersebut tidak memiliki pengaruh signifikan di masyarakat. Al hasil, Perda KTR hanya aturan di atas kertas.
Sementara Pemkot Makassar yang diharapkan melakukan penindakan terhadap pelanggar Perda KTR, justru didapati merokok di kawasan terlarang.
Pada pertengahan Agustus 2023, tim pengawasan kawasan tanpa rokok menangkap basah dua staf OPD di Mal GTC.

Staf OPD Pemkot Makassar kedapatan melanggar Perda KTR
Saat itu, tim memberikan teguran kepada dua pelanggar namun selang beberapa saat keduanya ditemukan kembali merokok di tempat yang sama.
“Ini rutin kita lakukan, ambil tindakan. Tadi ada 2 orang setelah ditegur dan ternyata kembali merokok di tempat yang sama,” ujar Irwan Bangsawan selaku staf Ahli Pemkot Makassar, Senin (14/8/2023).
Upaya penindakan langsung hanya sampai disitu saja, setelahnya tidak ada lagi upaya serius Pemkot Makassar.
Bukan lagi rahasia umum, kawasan tanpa rokok sebagaimana dalam Pasal 8 KTR diantaranya fasilitas dan wilayah pelayanan kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, tempat anak bermain, angkutan umum, tempat ibadah, tempat kerja dan tempat umum, masih menjadi tempat kegiatan merokok, memproduksi, menjual, dan mempromosikan tembakau atau rokok.
Saat ini, Pemkot Makassar telah membentuk penanggung jawab kawasan tanpa rokok atau Satuan Tugas/Tim Pengawas Kawasan Tanpa Rokok. Meski begitu, pelanggaran kawasan tanpa rokok masih mudah ditemui.
Kondisi demikian, membuat kehadiran Perda KTR hanya formalitas semata. Apalagi, setiap pelanggar baik yang dilaporkan maupun tidak dilaporkan, tidak mendapatkan sanksi tegas.
Padahal sanksi bagi pelanggar telah diatur dengan tiga bentuk hukuman sebagaimana Pasal 21, 22, dan 23 dengan denda maksimal 50 juta atau pidana penjara maksimal tiga bulan.
Terlebih, santer terdengar, Dinas Kesehatan masih minim dalam menyebarluaskan informasi terkait dengan kawasan tanpa rokok dan bagaimana warga melaporkan pelaku.
Ditengah kelalaian pemerintah, kehampaan Perda KTR diselingi dengan rendahnya kesadaran masyarakat serta pihak-pihak terkait seperti pihak sekolah, rumah sakit, kantor, sopir, pihak rumah ibadah, hingga pelaku usaha untuk menerapkan aturan, dan yang menjadi korban adalah masyarakat rentan.
Di tengah ketidakberdayaan Perda KTR di Kota Makassar, laporan Statista Consumer Insights memperkirakan 112 juta perokok di Indonesia pada 2021 bakal bertambah menjadi 123 juta pada 2023.
Hal ini menjadi menarik sebab mayoritas negara mengalami penurunan jumlah perokok, sementara di Indonesia justru mengalami peningkatan.
Dengan besarnya dampak buruk yang akan dialami masyarakat rentan akibat asap rokok, sudah seharusnya mendorong Dinas Kesehatan Makassar untuk bekerja lebih keras.
Perda Kota Makassar Tentang KTR dapat diunduh disini:
https://dprd.makassar.go.id/storage/document/202301300912DiNNY.pdf
