MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Setiap penanganan kasus-kasus kekerasan di Kota Makassar tidak hanya sampai pada tahap peradilan.
Sesuai amanat konstitusi, setiap korban kekerasan juga berhak mendapatkan bantuan pemulihan, apalagi jika terjadi trauma berat.
Hal inilah yang terus dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Makassar bersama seluruh unit layanannya.
Pagi tadi, Kamis (24/4/2025) di Vasaka Hotel Makassar, DPPPA mengajak anak-anak penyintas kekerasan bersama para pendampingnya untuk mengikuti edukasi kesehatan mental.
“Pelayanan tidak terbatas sampai vonis pelaku, tapi ada hal yang didampingi seperti proses pemulihan,” ujar Plt. Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak DPPPA Makassar, Zanty Susilawaty Zainuddin.
Kegiatan hari ini, kata Zanty, digelar sebagai wadah silaturahmi sekaligus sharing kesehatan mental dengan para penyintas dan pendampingnya.
“Supaya kita tahu yang mana dikatakan sudah sehat mental. Agar pendamping juga punya cara yang tepat untuk menghadapi anak anak penyintas,” terangnya.
Kegiatan ini menghadirkan konselor psikologis UPTD PPA Makassar, Wija Hadi Perdana dan dokter spesialis kejiwaan, Maya Mariska Sanusi.
Keduanya berbagi cerita, masalah, dan solusi terkait kesehatan mental kepada peserta kegiatan yang hadir.
Wija Hadi Perdana menjelaskan, sepanjang seseorang hidup, terdapat berbagai kejadian yang bisa saja mengusik pikiran dan mental.
Pikiran negatif yang menumpuk dapat mempengaruhi kehidupan seseorang termasuk kondisi fisiknya.
Namun, Wija menyebut kondisi tersebut merupakan hal yang normal.
“Ketika di tubuh kita suasana hati kita masih memiliki masalah emosi-emosi negatif, it’s okay, itu normal. Karena memang butuh waktu untuk menumbuhkan pribadi yang kuat,” tuturnya.
Semua emosi pun memiliki perannya masing-masing, imbuh Wija.
“Tidak ada emosi yang baik maupun buruk. Semua emosi memberikan umpan balik terhadap diri kita. Emosi positif memberi kenikmatan, emosi negatif memberi pelajaran,” sambungnya.
Yang perlu dilakukan, kata Wija, adalah fokus pada kehidupan di masa sekarang, bukan pada masa lalu.
“Bangun support system, pola hidup sehat, relaksasi dan meditasi,” pesannya.
Selanjutnya, Maya Mariska Sanusi turut memberikan afirmasi positif kepada para anak penyintas kekerasan.
“Semua punya stress. Yang kemarin kita alami adalah stress dan stress bisa jadi trauma. Tidak semudah itu dihilangkan tapi setidaknya kita bisa tahu saat kita kesulitan dan harus melakukan apa,” ucap Maya.
Ia juga menekankan pentingnya penerimaan diri. Menurutnya, penerimaan mendahului perubahan.
“Penyintas adalah orang yang berhasil melewati. Kalau merasa masih korban atau masih menyangkal bahwa pernah melalui itu, kita akan terjebak di situ. Sedangkan penyintas lah yang terus maju ke depan,” dukungnya.
Maya juga berpesan kepada para pendamping dan orang tua/wali anak penyintas kekerasan untuk menghidupkan koneksi kepada anak.
Hal tersebut diperlukan untuk tumbuh kembang anak dan agar anak bisa lebih terbuka untuk mencegah, maupun menyelesaikan masalah-masalahnya.
“Ada teknik komunikasinya. Tunjukkan dukungan, yang paling penting percaya pada anak,” tukasnya.
