JAKARTA, EDUNEWS.ID – Mahfud MD sepakat pengadaan Undang-Undang (UU) Lembaga Kepresidenan.
Menurutnya UU ini mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah atau Presiden.
Mahfud menjelaskan, UU Lembaga Kepresidenan pernah diusulkan pada 2001 dan tak pernah tembus sampai sekarang.
“Apa yang misalnya yang dilakukan oleh presiden yang tidak bisa diselesaikan undang-undang, semua bisa. Tidak harus pakai Undang-undang Kepresidenan, semua bisa, kok masih perlu (UU Kepresidenan)?” kata Mahfud dalam seminar nasional di Universitas Islam Indonesia (UII), Kamis (24/4/2025).
“Karena ini alasannya, bukan hanya karena tidak ada undang-undang khusus kemudian diperlukan, tapi karena memang di dalam praktiknya banyak masalah-masalah yang muncul dan itu sulit dicarikan penyelesaian hukum. Baik itu hukum administrasi, hukum ketatapemerintahan, ketatanegaraan dari undang-undang yang ada,” lanjutnya.
“Saya bukan tiba-tiba setuju Undang-Undang Kepresidenan, tapi dicari bahwa itu sudah lengkap diatur di berbagai undang-undang, hanya tidak satu (aturan), tapi pelaksanaan di lapangan banyak abuse of power,” tegas Mahfud.
Mahfud mengungkapkan Pilpres 2024 lalu muncul dugaan abuse of power yang sulit diselesaikan pengadilan seperti polemik penyalahgunaan bantuan sosial (bansos).
UU Lembaga Kepresidenan ini, harapan Mahfud, juga mampu memperjelas batasan-batasan netralitas presiden saat pemilu yang masih bias dalam pelaksanaannya. Macam aturan boleh kampanye saat hari libur atau cuti kerja, yang tidak ditulis dalam regulasi bahwa ketentuan itu berlaku untuk incumbent.
“Nah, bahkan (UU Kepresidenan memuat) bagaimana pengaturan akibat hukum jika terjadi sesuatu sebelum jadi presiden, pada saat menjadi presiden dan sesudah menjabat presiden. Terjadi sesuatunya itu diketahui sesudah selesai masa presiden, mau diapakan,” kata Mahfud sembari mencontohkan dengan polemik ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) yang dituding palsu.
