JAKARTA, EDUNEWS.ID – Pemerintah melalui Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menerima aspirasi masyarakat sipil yang menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto.
Awalnya Gerakan Masyarakat Anti Soeharto (Gemas) berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Sosial (Kemensos) Salemba.
“Kami tentu mendengar dan mencatat apa yang menjadi masukan dari bapak ibu sekalian,” kata Saifullah Yusuf di Jakarta, Kamis.
Mensos memastikan mendengarkan semua masukan masyarakat terkait dengan pemberian gelar pahlawan nasional tahun ini, termasuk masukan yang bersifat kontra dari masyarakat.
Sementara Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menjelaskan penolakan penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional dikarenakan TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 dianggap masih berlaku.
Selain itu, ia menjelaskan beberapa alasan penolakan mereka terhadap rencana penganugerahan gelar pahlawan kepada presiden kedua Republik Indonesia tersebut.
Salah satu alasan itu, kata dia, ditunjukkan dari berbagai proses hukum pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, di mana korupsi yang melibatkan Soeharto sebagai besar nilainya, setidaknya 419 juta dolar AS.
Bahkan, katanya, PBB, United Nations Office on Drugs an Crime (UNODC), dan Bank Dunia menegaskan Presiden Soeharto salah satu pemimpin yang paling korup dalam program Stolen Asset Recovery.
“Janganlah apa yang pernah jelas dalam sejarah dicatat sebagai sejarah pemerintahan dilupakan dengan menetapkan Presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional,” katanya.
