MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Data terbaru dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025 menunjukkan kondisi pasar kerja Indonesia yang memprihatinkan. Total sebanyak 18,95 juta orang di Indonesia saat ini tidak memiliki pekerjaan dan masih aktif mencari pekerjaan yang lebih layak. Angka ini merupakan gabungan dari pengangguran murni dan pekerja yang terpaksa bekerja di bawah jam normal.
Secara rinci, Sakernas mencatat 7,28 juta orang adalah pengangguran penuh. Sementara itu, jumlah setengah pengangguran—mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu namun masih mencari pekerjaan tambahan—mencapai 11,67 juta orang.
Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa sebanyak 37,62 juta orang juga masih berstatus sebagai pekerja paruh waktu, yang sangat mungkin menghadapi kesulitan dalam memperoleh pendapatan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pekerjaan Layak Makin Terbatas
Kajian dari AlgoResearch memperkuat temuan ini, menunjukkan bahwa lonjakan jumlah angkatan kerja baru tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja yang berkualitas. Angkatan kerja baru justru lebih banyak terserap ke jenis pekerjaan dengan upah rendah, jaminan sosial minim, dan rentan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sejak Agustus 2019 hingga Februari 2025, total angkatan kerja di Indonesia telah melonjak menjadi 152,9 juta orang. Meskipun ada sekitar 17 juta pekerjaan baru yang tercipta, sebagian besar di antaranya adalah pekerjaan kurang berkualitas. Pekerja penuh waktu justru mengalami penurunan persentase, dari 71% menjadi 66,2%. Sebaliknya, persentase pekerja paruh waktu melonjak dari 22,5% menjadi 25,8%, dan setengah pengangguran meningkat menjadi 8% dari total angkatan kerja.
Pertumbuhan pekerja penuh waktu hanya mencapai 5,5% dalam periode tersebut, jauh tertinggal dibandingkan pekerja paruh waktu yang tumbuh 29,6% dan setengah pengangguran yang meroket 41,1%.
“Dari 17 juta pekerjaan baru, sebanyak 12 juta di antaranya tergolong pekerjaan paruh waktu,” demikian dilansir dari AlgoResearch dalam publikasi yang dirilis 10 Juli. I
ni mengindikasikan bahwa meskipun ada penambahan lapangan kerja, sebagian besar bukanlah pekerjaan yang dapat memberikan tingkat kesejahteraan yang baik.
Gelombang PHK juga dilaporkan meningkat drastis, menyentuh 18 ribu orang pekerja pada Februari 2025, atau naik 450%. Kondisi ini diperkirakan akan berlanjut, terutama karena prioritas investasi pemerintah yang lebih condong ke sektor padat modal dibandingkan padat karya, serta dampak automasi dan kecerdasan buatan (AI) yang mengurangi kebutuhan tenaga kerja.
“Kami melihat ini sebagai tren struktural, terutama karena Pemerintah RI saat ini memprioritaskan pertumbuhan di sektor padat modal ketimbang padat karya,” kata tim AlgoResearch.
Mereka juga menambahkan bahwa perusahaan yang semakin berinvestasi dalam kecerdasan buatan (AI) kemungkinan akan mengurangi kebutuhan tenaga kerja ke depan, terutama di kalangan profesional yang bekerja di kantor.
tim peneliti AlgoResearch mengungkapkan, situasi ketenagakerjaan dalam negeri yang memburuk itu diperkirakan akan terus berlanjut sampai ada langkah konkret dari Pemerintah RI mengubah fokus kebijakan ke arah penguatan industri domestik, alih-alih hanya berfokus pada industri hilir yang berorientasi ekspor.
