MANADO, 21 Juli 2025 – Sebuah pernyataan menarik meluncur dari Presiden Prabowo Subianto hari ini, menyiratkan hubungan erat antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Di hadapan Ketua DPR Puan Maharani, dalam agenda peluncuran 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Prabowo menyebut kedua partai itu bak “kakak beradik”.
Prabowo tak segan menyinggung korelasi kuat visi pemerintahannya dengan cita-cita proklamator dan Presiden pertama RI, Soekarno.
Ia bahkan berkelakar bahwa jika dadanya dibedah, yang akan keluar adalah “Marhaen”, ideologi yang digagas oleh Soekarno. “Nuwun sewu [mohon maaf] Mba Puan, Bung Karno bapak saya juga. Mungkin kalau dipotong ini [dada saya] yang keluar Marhaen juga ini. Sebenarnya PDIP dan Gerindra ini kakak adik,” ujar Prabowo, dalam agenda peluncuran kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Senin (21/7/2025).
Meskipun PDIP saat ini berada di luar Koalisi Indonesia Maju, yang mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran, Presiden menekankan bahwa hubungan mereka tetap “sedulur” atau berteman.
Sinyal Kehangatan dari Berbagai PertemuanKedekatan Prabowo dengan elite PDIP terlihat dari beberapa pertemuan penting. Puan Maharani kerap hadir dalam agenda Prabowo, seperti peluncuran Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dan retret kepala daerah di Magelang. Tak hanya itu, Prabowo juga telah bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Teuku Umar pada 7 April 2025 lalu.
Meski demikian, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengonfirmasi bahwa PDIP dan Megawati akan tetap berada di luar koalisi.
“Ibu Megawati mengharapkan agar masa kepresidenan Pak Prabowo yang telah dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024 bisa efektif untuk kebaikan dan kesejahteraan rakyat karena itu jika dianggap perlu silahkan menggunakan PDI sebagai instrumen yang juga bisa digunakan untuk memperkuat pemerintahan tetapi tidak dalam posisi dalam koalisi,” ungkap Muzani.
Pernyataan “kakak beradik” ini tentu saja memicu spekulasi mengenai dinamika politik ke depan, apakah ini sinyal rekonsiliasi yang lebih dalam atau sekadar penegasan hubungan baik di tengah perbedaan posisi politik (**)
