MAKASSAR, EDUNEWS.ID — Universitas Hasanuddin (UNHAS) tengah menghadapi kritik tajam dari kalangan mahasiswa terkait isu komersialisasi pendidikan.
Ungkapan yang beredar, “Mahasiswa Baru, Dompet Baru UNHAS,” bukan sekadar lelucon, melainkan sindiran yang menyoroti pergeseran orientasi kampus dari lembaga publik menjadi institusi yang beroperasi layaknya korporasi.
Kritik ini mencuat seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru, di mana mahasiswa baru dihadapkan pada berbagai biaya yang dianggap membebani. Mulai dari kewajiban Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan biaya administrasi, hingga pembelian barang dan jasa yang sering kali terhubung dengan mitra komersial kampus.
Berbagai kerja sama dengan korporasi profit dan arah riset yang cenderung berorientasi industri dinilai semakin memperkuat dugaan bahwa UNHAS memprioritaskan kepentingan ekonomi di atas fungsi akademiknya.
Pernyataan ini bukan serangan personal terhadap fakultas atau individu, melainkan cerminan dari kegelisahan mendalam mahasiswa terhadap sistem yang dianggap tidak adil. Menurut BEM Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNHAS, istilah ‘dompet baru’ adalah sindiran bahwa setiap mahasiswa baru membawa aliran dana segar yang krusial bagi institusi. Mereka menegaskan, mahasiswa berada dalam posisi tidak berdaya untuk menentukan biaya maupun arah kebijakan, sementara kontrol penuh berada di tangan pihak kampus dan para mitra ekonomi.
Kesadaran kritis ini diharapkan dapat menjadi pemicu bagi mahasiswa baru agar tidak hanya berfokus pada kegiatan akademik, tetapi juga aktif mengawal kebijakan kampus. Gerakan ini bertujuan agar UNHAS bisa kembali menjadi ruang publik yang membebaskan dan mencerdaskan, bukan sekadar mesin penghasil keuntungan yang melanggengkan ketidakadilan sosial. (**)
