Nasional

Kontroversi ‘Mobil Nasional’ : Di Balik Maung yang Garang dan Esemka yang Menghilang

JAKARTA, EDUNEWS.ID – Diskusi mengenai mobil nasional kembali memanas. Di tengah perhelatan industri otomotif global, perhatian publik teralih pada Maung, kendaraan taktis buatan PT Pindad yang kini menjadi sorotan setelah rutin digunakan oleh Presiden. Namun, di saat yang sama, janji mobil nasional lainnya, Esemka, justru dipertanyakan nasibnya.

Perbandingan yang kontras ini memicu perdebatan serius di kalangan pengamat dan ekonom tentang definisi sejati kedaulatan industri otomotif Indonesia.

Maung dan Showcase Kebanggaan Negara

Sejak menjadi kendaraan dinas informal bagi Presiden, Maung seolah mendapat validasi tertinggi sebagai representasi produk dalam negeri. Citra Maung sebagai kendaraan yang tangguh, identik dengan pertahanan dan keamanan, telah mengangkatnya di mata masyarakat.

Namun, di balik showcase yang menarik, muncul pertanyaan kritis tentang kedalaman kandungan lokal (TKDN) mobil ini.

“Maung memang sukses membangun citra sebagai kebanggaan. Tapi kriteria mobil nasional sejati, yang diukur dari desain, teknologi, hingga rantai pasok lokal yang masif, masih perlu dikaji ulang,” ujar Munawar Ihsan, seorang pengamat industri, Senin (27/10/2025).

Jejak Esemka yang Nyaris Tak Berbekas

Jika Maung menuai sorotan, kondisi Esemka justru sebaliknya. Kendaraan yang pernah dijanjikan akan menjadi tonggak kebangkitan industri otomotif rakyat ini, kini nyaris tak terdengar kiprahnya di pasar.

Analisis pasar menunjukkan bahwa Esemka gagal menembus pasar konsumen secara berkelanjutan, apalagi mencapai target produksi massal yang masif.

“Esemka tidak memenuhi kriteria untuk disebut sebagai mobil nasional yang sukses. Bukan hanya soal produksi, tetapi juga keberlanjutan produk dan kontribusi ekosistemnya,” tegas Chalil.

Ia menyebut Esemka kurnag laku untuk disandingkan dengan cita-cita besar mobil nasional.

Antara Branding dan Ketergantungan

Status Maung yang masih diperdebatkan komponennya, serta menghilangnya Esemka dari peredaran, memperlihatkan bahwa program “mobil nasional” seringkali hanya berhenti di tingkat branding dan dukungan politik sesaat, tanpa diikuti oleh dukungan serius untuk transfer teknologi dan penguatan industri komponen.

Para ekonom mengingatkan, tanpa kebijakan yang konsisten dan dukungan modal yang kuat untuk riset dan pengembangan, Indonesia akan terus terjebak dalam dilema,  memiliki “mobil kebanggaan” yang bergantung pada pasokan asing, atau “mobil janji” yang layu sebelum berkembang (**)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top