JAKARTA, EDUNEWS.ID — Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menegaskan komitmennya untuk mencapai pemerataan kualitas pendidikan.
Melalui Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, pemerintah menetapkan tahun 2026 sebagai awal implementasi penuh dua kebijakan strategis, Redistribusi Guru Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penguatan Pendidikan Inklusif.
Penegasan ini disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Redistribusi Guru ASND dan Pendidikan Inklusif Region Jakarta batch II, yang dihadiri perwakilan pemerintah daerah dari berbagai wilayah di Indonesia.
“Sosialisasi ini tidak boleh berhenti ditataran diskusi. Mulai tahun depan (2026), kebijakan redistribusi guru ASND dan pendidikan inklusif harus sudah diimplementasikan. Hambatan regulasi dan teknis harus segera dimitigasi,” ujar Wamen Atip, Senin (10/11/2025).
Dasar Hukum
Kebijakan redistribusi Guru ASN ini bertujuan utama mengatasi ketimpangan distribusi guru, khususnya pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat (sekolah swasta) yang seringkali kekurangan tenaga pendidik.
Wamen Atip menjelaskan bahwa implementasi ini didukung oleh dua landasan hukum penting yang baru lahir yaitu, Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 1 Tahun 2025tentang Redistribusi Guru Aparatur Sipil Negara pada Satuan Pendidikan yang Diselenggarakan oleh Masyarakat. Kemudian, Keputusan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kepmendikdasmen) Nomor 82 Tahun 2025tentang Petunjuk Teknis Mekanisme Redistribusi Guru Aparatur Sipil Negara.
“Kita tidak boleh membuat aturan yang tidak bisa dilaksanakan. Aturan yang baik adalah yang sesuai dengan kapasitas, kebutuhan, dan tujuan yang ditetapkan,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa kolaborasi lintas lembaga, termasuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sangat penting dilakukan.
Fokus Pendidikan Inklusif
Selain redistribusi guru, Kemendikdasmen juga memberikan perhatian serius pada percepatan implementasi Pendidikan Inklusif Berbasis Kemanusiaan (humanity-based education).
Menurut Wamen Atip, saat ini masih banyak kendala, termasuk, keterbatasan fasilitas ramah disabilitas di sekolah.
“Perlunya penguatan peran guru pendamping bagi siswa berkebutuhan khusus,” tambahnya. (**)


