MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Posisi Depo Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina di Jalan Sabutung, Ujung Tanah, Kota Makassar, yang dinilai sebagai “bom waktu” karena letaknya sangat dekat dengan permukiman padat penduduk, hingga kini masih menanti keputusan tegas dari pemerintah pusat.
Meskipun insiden Depo Plumpang di Jakarta pada Maret 2023 telah memicu instruksi nasional untuk mengevaluasi seluruh depo yang berdekatan dengan warga, nasib relokasi Depo Makassar yang berdekatan dari rumah warga masih menggantung tanpa pengumuman resmi.
Ancaman ‘Bom Waktu’ dan Tuntutan Relokasi
Isu ini kembali mencuat ke permukaan pada pertengahan tahun 2025. Hasil riset dari Public Policy Network (Polinet) menemukan fakta bahwa Depo TBBM Makassar melanggar standar keselamatan internasional, seperti American Petroleum Institute (API), yang mensyaratkan zona penyangga (buffer zone) yang jauh lebih luas.
Polinet secara konsisten merekomendasikan relokasi total Depo ke lokasi yang lebih aman dan terintegrasi dengan rencana logistik regional, mendesak pemerintah agar tidak hanya fokus pada kasus Plumpang, melainkan juga Depo Makassar yang memiliki potensi bahaya serupa. Tuntutan ini diperkuat oleh aksi demonstrasi berulang dari mahasiswa dan aktivis yang menuntut pemindahan Depo sebagai langkah preventif.
DPRD Sulsel Dorong Audit RTRW
Menanggapi desakan publik yang masif, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan telah mengambil sikap tegas sejak akhir tahun 2023. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin oleh Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Andi Rachmatika Dewi, pada September 2023, DPRD menyatakan akan bersurat ke pemerintah pusat untuk meminta audit komprehensif terhadap Depo tersebut.
Poin utama dari RDP tersebut adalah penegasan dari Anggota Komisi D, Mizar Roem, yang menyarankan agar DPRD Kota Makassar segera membuka dan mengevaluasi Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar.
“Apabila, secara aturan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar bahwa di situ (lokasi depo) bukan wilayah industri, mohon maaf, secara aturan berarti Pertamina wajib menganggarkan untuk merelokasi tersebut,” tegas Mizar Roem saat itu.
Meskipun DPRD Sulsel telah berjanji merekomendasikan tindak lanjut ke DPRD Kota Makassar untuk memastikan kesesuaian RTRW, hingga berita ini diturunkan, belum ada kabar mengenai hasil RDP lanjutan yang spesifik membahas status hukum tata ruang Depo Sabutung.
Sementara itu, pihak PT Pertamina MOR VII Makassar, dalam responsnya pada RDP sebelumnya, menyatakan masih dalam tahap menyusun tahapan evaluasi Depo dan enggan berkomentar lebih jauh tanpa mengikuti hasil RDP. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan besar untuk relokasi Depo Makassar masih tertahan di tingkat perencanaan dan evaluasi, menunggu lampu hijau dari Kementerian BUMN dan Pertamina Pusat.
Sikap Pemkot Makassar
Meskipun DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) telah mendesak agar Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar segera mengevaluasi Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Depo Pertamina di Jalan Sabutung sebagai landasan hukum untuk relokasi, tindak lanjut konkret dari Pemkot masih dianggap belum menjawab inti persoalan.
Keputusan apakah Depo Pertamina Sabutung melanggar RTRW sebagai wilayah non-industri, yang dapat memaksa Pertamina merelokasi, hingga akhir tahun 2025 belum diumumkan ke publik.
Alih-alih langsung merespons desakan audit RTRW, langkah nyata yang diambil oleh Pemerintah kota Makassar lebih fokus pada pengamanan di sekitar perimeter Depo.
Pada Juni 2024, Pemerintah Kecamatan Ujung Tanah, atas permintaan dari pihak Pertamina, melakukan penertiban setidaknya 46 bangunan liar di sepanjang tembok Depo Pertamina dan di Jalan Kalimantan. Bangunan-bangunan tersebut dinilai ilegal karena berdiri di atas drainase dan jalur distribusi bahan bakar, serta masuk dalam kawasan berbahaya.
Camat Ujung Tanah saat itu, Amanda Syahwaldi, menjelaskan bahwa penertiban adalah langkah preventif untuk menghindari tragedi seperti Plumpang, dengan fokus mengembalikan fungsi drainase dan jalan, serta mengurangi kesan kumuh.
Di lain sisi, penertiban ini justru menimbulkan keresahan baru bagi warga Ujung Tanah yang rumahnya berdekatan. Mereka menganggap penertiban 46 lapak itu tidak menyelesaikan akar masalah, yaitu keberadaan Depo itu sendiri. Mereka meminta agar Depo dan Pabrik Terigu di sekitarnya yang mengancam keselamatanlah yang seharusnya direlokasi.
Sebelum penertiban dilakukan, Pemkot Makassar pada pertengahan tahun 2023 lalu sempat menyatakan akan mempertimbangkan rekomendasi relokasi yang diusulkan oleh akademisi lembaga Polinet. Namun, tanggapan tersebut sarat dengan kehati-hatian. Pemkot menekankan bahwa pengambilan kebijakan harus berdasarkan aturan dan pertimbangan matang, termasuk aspek kesehatan dan lingkungan.
Polemik RTRW Menggantung
Hingga saat ini, titik terang mengenai status RTRW Depo Sabutung yang menjadi dasar hukum relokasi belum terungkap. DPRD Sulsel sudah merekomendasikan Komisi di DPRD Kota Makassar untuk melanjutkan RDP fokus ke isu ini, namun hasilnya belum terdengar hingga saat ini.
Pertamina, dalam responsnya kepada DPRD Sulsel pada September 2023, mengakui bahwa lokasi Depo memang berbahaya, tetapi saat itu mereka hanya menyatakan sedang menyusun tahapan evaluasi internal melalui pihak eksternal (**)
Tim Redaksi edunews


