Catatan Redaksi

MBG dan Wajah Orde Baru!

Ilustrasi ( Gemini)

REDAKSI, EDUNEWS.ID – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintahan saat ini tak pelak memantik perdebatan yang meluas, tak hanya soal efektivitas gizi atau anggaran yang fantastis, tetapi juga narasi dan bayang-bayang masa lalu tak luput dalam perhatian.

Dalam diskursus publik, benang merah program ini seringkali ditarik dengan kemiripan kebijakan di masa Orde Baru (Orba), khususnya program Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) yang digagas di penghujung kekuasaan Soeharto melalui Inpres No. 1 Tahun 1997. Wajah Orde Baru, sebuah periode yang lekat dengan pembangunan ekonomi masif namun juga dominasi militer dan praktik KKN, seolah hadir kembali dalam bayang-bayang program kesejahteraan yang besar.

Kemiripan Program Kesejahteraan dan Simbolisme

Kemiripan paling mencolok adalah perhatian pemerintah terhadap isu gizi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui intervensi makanan bagi anak sekolah. PMT-AS Orde Baru berupaya mengatasi kekurangan gizi (utamanya di daerah tertinggal) dan tingginya angka putus sekolah dengan memberikan makanan tambahan berupa jajanan atau makanan kecil bergizi tinggi, seperti bubur kacang hijau, minimal tiga kali seminggu. Program MBG saat ini merupakan perluasan dari konsep tersebut, menyasar peserta didik PAUD hingga SMA/sederajat, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui, dengan fokus pada gizi lengkap.

Namun, di balik tujuan mulia ini, narasi Orde Baru mengajarkan kita untuk tidak hanya melihat ‘apa’ kebijakannya, tetapi juga ‘bagaimana’ pelaksanaannya dan ‘mengapa’ narasi tersebut mengemuka. Di masa Orde Baru, pembangunan ekonomi yang berorientasi sentralistik menciptakan ‘Orang Kaya Baru’ (OKB) dan praktik KKN yang masif. Program-program pemerintah, meskipun bertujuan menyejahterakan rakyat, rentan disusupi kepentingan ekonomi kelompok tertentu. Wajah Orde Baru yang kerap dikritik adalah adanya penyalahgunaan kekuasaan dan kurangnya transparansi dalam birokrasi, diperparah dengan dominasi militer dalam jabatan sipil.

Sentralistik : Bayang-Bayang Orde Baru?

Perdebatan mengenai MBG yang menyerupai wajah Orde Baru tidak hanya berhenti pada kemiripan program, tetapi juga munculnya nuansa sentralistik dalam pengambilan keputusan politik dan potensi dominasi oleh satu kelompok kekuatan. Presiden saat ini memiliki latar belakang militer dan kekerabatan dengan keluarga Soeharto, yang memicu spekulasi tentang kembalinya gaya kepemimpinan yang lekat dengan Orba. Narasi-narasi yang kembali menyeruak, seperti usulan pengembalian proses Pilkada ke DPRD, semakin memperkuat nuansa romantisme Orde Baru di kalangan elite politik.

Meskipun program MBG saat ini diklaim lebih menekankan desentralisasi dan kolaborasi dengan komunitas lokal, bayang-bayang Orde Baru tetap muncul melalui kritik terhadap pelaksanaannya. Isu keracunan massal yang marak terjadi, misalnya, menyoroti pentingnya konsistensi, pengawasan ketat, dan transparansi (zero tolerance) dalam pelaksanaan program besar seperti ini. Tanpa pengawasan yang akuntabel dan terbuka, program kesejahteraan rakyat rentan menjadi ajang KKN dan penyalahgunaan wewenang, persis seperti yang sering dikritik dari rezim Orde Baru.

Antara Kesejahteraan dan Demokrasi

Program MBG, layaknya PMT-AS, adalah sebuah investasi strategis untuk mewujudkan sumber daya manusia yang unggul. Ia merupakan bukti keberpihakan pada hak dasar rakyat, khususnya “wong cilik”. Namun, sejarah Orde Baru adalah pengingat bahwa kebijakan yang baik dalam tujuan dapat menjadi bumerang jika dilaksanakan dengan cara yang salah.

Jika MBG ingin terlepas dari bayang-bayang Orde Baru yang otoriter dan korup, implementasinya harus berlandaskan pada prinsip supremasi sipil dan demokrasi. Itu berarti, transparansi anggaran dan pelaksanaan, akuntabilitas tanpa kompromi, serta birokrasi yang profesional dan terhindar dari dominasi militer.

MBG harus menjadi program kesejahteraan yang sejati, bukan sekadar simbolisasi kekuasaan atau alat untuk melanggengkan kepentingan kelompok. Hanya dengan menjamin proses yang bersih dan terbuka, kita dapat memastikan bahwa “wajah” program ini benar-benar mencerminkan semangat reformasi, bukan sekadar riasan ulang dari masa lalu.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top