TAKALAR, EDUNEWS.ID – Pemuda yang akrab disapa Daeng Nutta, aktif menggerakkan masyarakat untuk rehabilitasi dan perlindungan mangrove di Pulau Tanakeke, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Dia juga menyumbangkan beragam gagasan untuk pengembangan penghidupan dan pembangunan Tanakeke. Inspirasinya kemudian mendorong pemuda-pemuda di setiap dusun untuk melakukan hal yang sama.
Daeng Nutta membangun kolaborasi dengan 20 orang pemuda dan pemudi Tanakeke. Dia membangun jejaring penggerak masyarakat yang diberi nama Forum Community Organizer. Jejaring ini aktif mendampingi dan menggerakkan masyarakat di tiap dusun.
Mereka memfasilitasi masyarakat untuk melakukan rehabilitasi mangrove di lahan seluas 194,28 Hektar di 4 desa se-Kepulauan Tanakeke. Lahan-lahan ini pada awalnya merupakan hutan mangrove, hingga pada periode 1980-an dikonversi menjadi tambak budidaya udang dan ikan bandeng.
Namun kini tambak-tambak tersebut sebagian besar sudah terlantar karena produktivitasnya yg menurun dan peralihan mata pencaharian masyarakat.
Kerja yang tidak mudah tentunya, tapi kemampuan bernegosiasinya bisa menyakinkan para “pemilik” lahan tambak untuk merehabilitasi kembali menjadi kawasan mangrove.
Inisiatif ini ditindaklanjuti dengan membangun kesepahaman masyarakat untuk mendorong lahirnya kebijakan tingkat desa demi pengelolaan mangrove yang berkelanjutan.
Keberadaan mangrove tidak hanya baik untuk lingkungan,tetapi juga mendatangkan manfaat untuk masyarakat.
Mangrove dapat dimanfaatkan menjadi kayu bakar, arang dan kebutuhan kayu untuk budidaya perikanan dan bahan bangunan.
Pelestarian mangrove dan nilai positif yang dibawanya sejalan dengan dengan kebutuhan perlindungan dan pelestarian ekosistem di Pulau Tanakeke.
Tidak hanya itu, Daeng Nutta juga memfasilitasi terbentuknya kelompok Womangrove (woman mangrove). Kelompok yang terdiri dari 15 orang perempuan di 8 area rehabilitasi ini aktif melakukan upaya-upaya monitoring dan perbaikan rehabilitasi mangrove di Tanakeke.
