MAKASSAR, EDUNEWS.ID – “Dinamika Problem Anak: Dampak Sosial Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangannya” menjadi tajuk utama kegiatan Diskusi Publik yang dihelat oleh Dewan Pimpinan MUI (Majelis Ula ma Indonesia) di Hotel Horison Ultima, Kota Makassar, Prov. Sulawesi Selatan, pada Sabtu (15/7/2023).
Diskusi publik tersebut dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi wanita di Kota Makassar. Ketua MUI Makassar, Akademisi FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) Unhas (Universitas Hasanuddin), serta perwakilan Dinsos (Dinas Sosial) Kota juga turut menghadiri kegiatan ini.
Selain Veni Hadju, Akademisi FKM, selaku pembicara, Suhartini sebagai penanggung jawab sementara Kepala Bidang Rehabilitasi Dinsos Kota Makassar juga dijadikan narasumber.
Selama diskusi, Suhartini banyak membahas tentang pengalamannya mengarungi kehidupan sosial di Makassar. Ia mendapati banyak fenomena permasalahan perlindungan anak.
“Kebanyakan kasus kekerasan pada anak itu (ada) 132 kasus yang ditangani Dinas Sosial”, ucap Tini, nama sapaannya.
Tak hanya itu, Ia juga menemukan fenomena prostitusi online yang dilakoni oleh banyak anak perempuan di Kota Makassar. Ia menyampaikan bahwa fenomena ini dimulai sejak pandemi covid-19.
“Di Makassar, sejak pandemi, banyak anak-anak yang menggunakan aplikasi online untuk menerima (melayani) tamu-tamu”, tambahnya.
Menurutnya, penggunaan smartphone yang tidak bijak menjadi salah satu penyebab utamanya. Tidak adanya pembatasan penggunaan smartphone membuat keinginan anak-anak melampaui kemampuan orang tuanya.
“Orang tuanya buruh harian (misalnya), tapi anaknya mau handphone boba. Akhirnya dia jual diri menjadi jalan satu-satunya”, tuturnya.
Maka dari itu, Ia mengaku telah banyak menyita handphone milik perempuan yang telah diamankan oleh Dinsos.
Ia juga bahkan sempat geram melihat salah satu tempat prostitusi di Jalan Sungai Limboto, Kecamatan Makassar. Pasalnya Ia sudah berkali-kali mengamankan pelaku yang sama dan tak pernah jera.
“Cukup meresahkan dan melelahkan dengan kasus limboto. Karena orangnya (pelaku) itu-itu saja”, ujarnya.
Ia juga mengaku mau menutup tempat tersebut, akan tetapi sampai saat ini tidak bisa terealisasi karena keterbatasan kuasa.
“Apalah daya karena saya orang yang tidak punya kuasa”, keluhnya.
Akhir diskusi, Ia menyampaikan bahwa perlindungan anak dapat maksimal ketika seluruh elemen di kota mau bekerja sama.
“Perlindungan anak memang harus kita kerjakan sama-sama. Semua sektor termasuk pemkot (dan) yang paling besar memang perannya di sini (adalah) keluarga”, tegas Tini.
