MAKASSAR, EDUNEWS.ID-Prof Dr Darmawansyah SE MSi, Dosen pada Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar akan menerima Jabatan Profesor pada Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Selasa (4/5/2021) di Ruang Senat Lantai 2 Rektorat Kampus Unhas, Tamalanrea, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar.
Ia akan dikukuhkan bersamaan dengan saudara kandungnya, yaitu Prof Dr Sartini MSi Apt. Juga Prof Dr Indrianty Sudirman SE MSi CRMP CRGP akan dikukuhkan dalam sidang akademik tersebut.
Selain berprofesi sebagai dosen tetap AKK FKM Universitas Hasanuddin Makassar sejak 1991, Prof Darmawansyah juga telah menduduki beberapa jabatan di kampus seperti pembantu dekan I Fekon UVRI Makassar 1999-2003, Dekan Fekon UVRI Makassar 2004-2005, Sekretaris Unit Penelitian Dinamika Otonomi Daerah Lembaga Penelitian Unhas 2002-2011, Sekretaris Bagian AKK FKM Unhas 2002-2006, pernah juga menduduki jabatan sebagai Ketua Departemen AKK FKM Unhas 2006-2017.
Pada sidang senat akademik dalam rangka Pidato Penerimaan Jabatan Profesor, Prof Darmawansyah akan mengangkat judul Kebijakan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia, Tantangan Menuju Kemandirian Kesehatan di Era Pandemi Covid 19.
Prof Darmawansyah menguraikan, upaya pelayanan kesehatan akan berdampak positif dan mempunyai daya tahan yang tinggi jika bisa memiliki sistem kesehatan mandiri.
“Sistem kesehatan mandiri adalah sistem kesehatan yang inputnya sebagian besar dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri,” papar Prof Darmawansyah, Ahad (2/5/2021).
Untuk menuju kemandirian kesehatan di era Pandemi Covid 19, maka dibutuhkan bauran kebijakan multi sektor dan sinergi perlindungan sosial masyarakat untuk menurunkan kemiskinan dan ketimpangan melalui peningkatkan keterampilan (skill) dan menciptakan lapangan kerja berwawasan kesehatan.
“Untuk meningkatkan status kesehatan lebih cepat dan meningkatkan ekonomi bangsa pada akhirnya, maka harus diupayakan sekuat kuatnya sistem kesehatan yang mandiri, egaliter, mudah dijangkau masyarakat baik secara ekonomis maupun secara geografis, yang bermutu tinggi dan efisien,” urainya.
Selain itu, jelas Prof Darmawansyah, juga perlu ditingkatkan efisiensi alokatif yang menempatkan sumber daya sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang obyektif, bukan berdasarkan permintaan sebagian pihak.
“Perlu pula ditinjau kembali praktek di tingkat mikro agar unit produksi pelayanan kesehatan (puskesmas, klinik, rumah sakit, industri farmasi) memiliki efisiensi teknis yang tinggi,” katanya.
Dirinya menjelaskan, ada beberapa cara dalam rangka memandirikan upaya kesehatan, diantaranya: Pertama, 90 % penerimaan negara dari cukai rokok mencapai 149,9 trilyun atau setara dengan 10 % target pendapatan pajak 2017.
“Jika ini digunakan 10 % saja untuk subsidi pelayanan kesehatan, maka hambatan pembiayaan dalam pemberian layanan kesehatan minimal dapat teratasi,” jelasnya.
Kedua, Masih banyak peserta BPJS Ketenagakerjaan yang belum menjadi anggota BPJS Kesehatan.
“Jika ada komunikasi dan kerjasama yang baik antara BPJS Ketenagakerjaan dengan BPJS Kesehatan, maka dana jaminan kesehatan nasional melalui BPJS Kesehatan juga dapat ditingkatkan,” katanya.
Ketiga, cara lain dalam memandirikan upaya upaya kesehatan adalah perlunya pengalokasian anggaran yang semakin mendukung kegiatan promotif dan preventif kesehatan mengingat semua pandemi yang pernah terjadi selesai karena intervensi kesehatan masyarakat (public health intervention).
“Pandemi selesai dengan pengetesan, pelacakan, isolasi, karantina, dan perawatan. Karenanya, masyarakat harus tetap waspada dengan membiasakan melakukan kombinasi 3T (testing, tracing, dan treatment) serta 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan),” jelasnya.
Selain itu, lanjut Prof Darmawansyah perlu didukung dengan kebijakan Pembatasan Sektor Berskala Besar (PSBB) yang ketat untuk mencegah mobilitas yang menjadi faktor penyebaran COVID-19 serta meningkatkan budaya hidup sehat agar beban pembiayaan kesehatan kuratif berkurang.
Cara selanjutnya, perlu dilakukan sebuah reformasi, reorientasi, dan revitalisasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) untuk meminimalisir dampak Pandemi Covid 19, terutama dalam hal perubahan subsistem upaya kesehatan dan pembiayaan kesehatan.
“Reformasi sistem kesehatan nasional sangat berdampak positif pada kebijakan pembiayaan kesehatan dalam menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan di tengah pendemi Covid 19,” paparnya.
Realokasi anggaran untuk pembinaan kesehatan masyarakat serta pencegahan dan pengendalian penyakit perlu diprioritaskan.
“Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan sangat diperlukan guna mencapai tujuan penting pembangunan kesehatan yakni pemerataan dalam pelayanan kesehatan dan akses (equitable access to health care) serta pelayanan yang berkualitas (assured quality),” pungkasnya.
Prof Darmawansyah sendiri berdarah keturunan Soppeng, Sulsel. Merupakan anak dari Djohansyah, Pensiunan Sekretaris Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB. Sementara nama ibunya adalah St. Aisyah.
