BANDUNG, EDUNEWS.ID – Akademisi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Rinaldi, membahas fenomena bunuh diri dalam diskusi virtual oleh Konklusi Indonesia, Sabtu (19/3/2022).
Dalam tinjauan sosiologi, Rinaldi mengungkapkan bahwa konsep bunuh diri tidaklah sederhana. Ada rasionalisasi mengapa seseorang bunuh diri. Bahkan terdapat sisi dimana orang yang bunuh diri menjadi terhormat karena tindakannya.
Berdasarkan tinjauan Bapak Sosiologi, Emile Durkheim, Rinaldi menjelaskan bahwa bunuh diri terjadi karena penyebab eksternal atau tekanan sosial.
Rinaldi pun menyebutkan adanya 4 tipe bunuh diri versi Durkheim, sebagai berikut :
1. Bunuh diri egoistik.
Terjadi karena integrasi sosial yang terlalu lemah. Hubungan sosial yang dilakukan dalam masyarakat atau sebuah kelompok yang dimilikinya tidak begitu mengikat.
Akibatnya Individu merasa tidak terintegrasi dalam sebuah komunitas, merasakan kesia-siaan, apatis, melankolis, dan depresi, sehingga berujung bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik
Yaitu bunuh diri karena merasa dirinya menjadi beban masyarakat atau merasa kepentingan masyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan dirinya. Bunuh diri ini dipandang sebagai kewajiban yang dibebankan masyarakat.
“Bunuh diri semacam ini dianggap sebagai kehormatan di Jepang. Misalnya seorang pejabat publik yang gagal memenuhi harapan masyarakat, merasa malu karena membawa aib sosial, memutuskan bunuh diri. Setelah kalah dalam perang Dunia II, ada Jenderal Jepang bunuh diri karena merasa gagal,” jelas Rinaldi.
3. Bunuh diri anomi
Bunuh diri yang dilakukan seseorang akibat situasi anomi (tanpa aturan) sehingga kehilangan arah dalam kehidupan sosialnya. Anomi, jelas Rinaldi, merupakan keadaan moral dimana orang yang bersangkutan kehilangan cita cita, tujuan, dan norma dalam hidupnya.
Hal ini bisa disebabkan perubahan perubahan mendadak dalam masyarakat, seperti krisis ekonomi, politik, hukum. Masyarakat akan terbawa pada keresahan.
Akibatnya, nilai dan norma yang selama ini dijadikan sebagai patokan bergeser fungsinya menjadi abu abu. Adanya perubahan yang tidak biasa menyebabkan frustasi bagi masyarakat.
4. Bunuh diri fatalistik
Bunuh diri karena seseorang merasa sangat tertekan dengan aturan, norma, keyakinan dan nilai nilai dalam menjalani interaksi sosial. Orang merasa kehilangan kebebasan dalam hubungan sosial.
“Aturan yang terlalu kuat sangat membatasi gerak masyarakat. Nilai dan norma yang sudah menindas menjadikan masyarakat hanya taat dan patuh terhadap sebuah kebijakan. Individu individu dalam masyarakat tidak bisa berbuat apa apa dan hanya pasrah pada nasib. Ini biasanya terjadi dalam suasana negara totaliter, atau negara yang sedang dalam suasana perang,” tukas Rinaldi.
