JAKARTA , EDUNEWS.ID – Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan promotor dan ko-promotor disertasi Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, yaitu Chandra Wijaya dan Athor Subroto, menuai sorotan tajam terhadap kinerja lembaga peradilan tersebut.
PTUN Jakarta dinilai telah mengakomodir pembatalan sanksi administratif yang dijatuhkan oleh Rektor Universitas Indonesia (UI), padahal sanksi itu merupakan tindak lanjut dari temuan Dewan Guru Besar (DGB) UI terkait dugaan pelanggaran etik serius dalam kelulusan Bahlil.
Putusan PTUN ini secara efektif membatalkan sanksi yang dijatuhkan UI kepada dosen pembimbing yang terbukti melanggar kode etik akademik. Padahal, DGB UI sebelumnya mencatat adanya empat pelanggaran serius, termasuk ketidakjujuran dalam pengambilan data, pelanggaran standar akademik, perlakuan khusus, dan konflik kepentingan yang melibatkan tim promotor/ko-promotor.
Dengan dikabulkannya gugatan ini, PTUN Jakarta membatalkan Surat Keputusan (SK) Rektor UI yang berisi penetapan sanksi, bahkan memerintahkan Rektor UI untuk merehabilitasi nama baik Athor Subroto. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai intervensi yudikatif terhadap upaya penegakan integritas dan standar akademik oleh institusi pendidikan tertinggi.
Putusan PTUN seolah-olah menyetujui kembali posisi dan tindakan dosen pembimbing yang telah diputuskan melanggar etik oleh DGB UI. Sementara UI menyatakan menghormati putusan tersebut, langkah PTUN ini dikhawatirkan dapat melemahkan otoritas kampus dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran etik dan mengancam standar mutu akademik di Indonesia.
Berbagai pihak menilai, PTUN menihilkan temuan pelanggaran etik akademik yang telah terbukti.
SK Rektor UI Dinyatakan Batal
SK Rektor UI Nomor 473/SK/R/UI/2025 tanggal 7 Maret 2025, yang memuat penetapan sanksi administratif terhadap Prof. Dr. Chandra Wijaya, dinyatakan batal oleh PTUN. Selain membatalkan SK tersebut, hakim juga mewajibkan Rektor UI selaku tergugat untuk mencabut keputusan tersebut serta membayar biaya perkara sebesar Rp 339 ribu.
Sementara itu, gugatan yang diajukan oleh Athor Subroto, S.E., M.M., M.Sc., Ph.D. dikabulkan penuh oleh hakim. Putusan ini membatalkan SK Rektor UI Nomor 475/SK/R/UI/2025 yang juga terbit pada 7 Maret 2025, tentang penetapan sanksi administratif terhadapnya.
Bermula dari Polemik Disertasi Bahlil
Gugatan ini merupakan buntut dari polemik disertasi S3 Bahlil Lahadalia di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI. Sebelumnya, Dewan Guru Besar (DGB) UI melalui sidang etik telah memutuskan untuk membatalkan tugas akhir atau disertasi Bahlil yang dinyatakan lulus pada Oktober 2024.
DGB UI mencatat adanya dugaan empat pelanggaran serius, termasuk ketidakjujuran dalam pengambilan data, pelanggaran standar akademik (lulus dalam waktu singkat tanpa memenuhi syarat), perlakuan khusus dalam proses akademik, dan konflik kepentingan antara tim promotor/ko-promotor dengan kebijakan Bahlil sebagai pejabat negara.
Atas polemik ini, UI memutuskan agar Bahlil Lahadalia melakukan perbaikan disertasinya dengan topik baru sesuai standar akademik. Kini, putusan PTUN telah membatalkan sanksi yang dijatuhkan UI terhadap promotor dan ko-promotornya, Chandra Wijaya dan Athor Subroto. (**)


