MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Pengamat politik Rocky Gerung belakangan ini menjadi perbincangan hangat di publik.
Pasalnya akademisi filsafat asal UI (Universitas Indonesia) tersebut melontarkan kritik pedas yang menghebohkan publik.
“Begitu Jokowi kehilangan kekuasaannya, dia jadi rakyat biasa, engga ada yang peduli nanti. Tetapi ambisi Jokowi adalah mempertahankan legasinya, dia masih pergi ke China buat nawarin IKN, dia masih mondar-mandir dari satu koalisi ke koalisi lain untuk mencari kejelasan nasibnya. Dia memikirkan nasibnya sendiri, dia enggak pikirin nasib kita. Itu bajingan yang tolol,” ucap Rocky, dalam sebuah postingan media sosial yang dikutip edunews.id pada Selasa (8/8/2023) siang.
Pernyataan yang dianggap kontroversi tersebut membuat relawan Jokowi hingga organisasi sayap PDI-P ramai-ramai melaporkan Rocky ke Bareskrim Polri.
Namun laporan tersebut ditolak penyidik imbas Pasal 218 KUHP yang merupakan delik aduan menjadi landasan. Artinya, pasal tersebut hanya boleh dilaporkan oleh korban penghinaan, alias Jokowi sendiri.
Zainal Arifin Mochtar selaku ahli hukum tata negara UGM angkat bicara dan menilai pasal tersebut adalah hal yang bermasalah dalam sistem demokrasi.
“Enggak ada sebenarnya negara dengan sistem presidensial itu menerapkan yang namanya lese majeste. Karena lese majeste (atau) pasal penghinaan itu biasanya adanya di negara-negara yang memang monarki,” tutur Zainal, dalam postingan yang dikutip edunews.id pada Jumat (11/8/2023) siang.
Lebih lanjut, Ia menuturkan bahwa pasal penghinaan tersebut harusnya hanya ada pada negara dengan sistem kerajaan.
“Lagi pula raja memang tidak banyak kebijakan, kan. Raja itu kan, tidak memegang otoritas pemerintahan sebenarnya. Pemerintahan dipegang oleh perdana menteri,” jelas Zainal.
