Jurnalis senior sekaligus inisiator gerakan Teman Anti Galau Hj. Lathifa Marina Al Anshori B.Sc., M.A. yang kali ini berkesempatan untuk mengisi sesi diskusi Alhamdulillah its Friday (ALiF), di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta, Jum’at (28/01/2022).
Tak berbeda dengan pekan-pekan sebelumnya ALiF konsisten menjadikan pemuda sebagai topik perbincangan dengan tema, Pemuda dan Dunia Digital: Sedikit demi Sedikit Lama-lama Menjadi Bangkit kedatangan Lathifa Al Anshory dalam sesi wakaf ilmu tersebut dinilai sangat tepat.
Selain pernah menjadi jurnalis Lathifa Al Anshori juga menjadi Tenaga Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Dalam kesempatan ini Lathifa memberikan gagasan bahwa problematika pemuda sangat berkaitan dengan persoalan generasi, seperti Generasi Milenial dan Generasi Z. Dan keduanya memiliki problematika masing-masing.
Ia menilai terdapat beberapa persoalan yang dihadapi generasi muda terkhusus Generasi Z, yaitu mencari pekerjaan, menumbuhkan literasi dan tantangan yang bersifat psikologis atau personal yang ia sebut sebagai “tantangan perasaaan”.
Tantangan bagi Generasi Z yang pertama adalah mencari kerja. Ia menilai problem ini harus bisa diselesaikan. Baginya anak muda saat ini belum mengerti perbedaan mencari pekerjaan dan mecari uang. Ia memilai stuktur pendidikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi anak muda sulit mencari pekerjaan.
“Tantangan di masyarakat kita adalah struktur pendidikan yang ada di masyarakat kita. Pendidikan tidak serta-merta menjadikan orang mudah mendapatkan kerja. (Selain itu) bagi saya yang terpenting hal pertama adalah menyiapkan mental untuk masuk ke dunia yang baru. Baik sambil kuliah atau bekerja sambil kuliah,” imbuhnya.
Persoalan kedua mengenai membaca (literasi), karena Generasi Z merupakan generasi yang dekat dengan teknologi atau sering memegang gajet. Ia menilai generasi ini lebih responsif dan lebih mudah mendapatkan informasi.
Namun, penggunaan gajet yang berlebih akan berdampak buruk jika digunakan terus menerus. Sehingga generasi muda harus peka dalam membagi waktu ketika menggunakan gajet.
Selain itu, tantangan yang terakhir baginya ialah tantangan perasaan, Generasi Z adalah generasi 25 tahun, ia menilai perkembangan otak manusia berhenti berkembang hingga usia 25 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda sekarang lebih muda galau sehingga mempengaruhi cara mereka dalam mengambil keputusan.
“Ada perbedaan antara orang yang sudah mencapai usia 25 dan belum. Itulah tantangan yang saya lihat real adanya,” tambah Tenaga Ahli Menkominfo tersebut.
Sebagai mantan jurnalis perang ia menilai hal terpenting dalam setiap pekerjaan ialah pengalaman dan tanggung jawab yang bisa diselesaikan. Oleh karena itu, ia berpesan anak-anak muda mesti mesti mengedapankan usaha mencari pengalaman dibanding hanya mengajar uang.
Selain itu, ia menilai, persoalan generasi muda saat ini belum mampu menentukan tentang makna kesuksesan dan bagaimana tolak ukurnya. Maka diperlukan usaha untuk memahami apa itu kesuksesan dan tolak ukurnya dengan jelas.
Baginya memanfaatkan digitalisasi dalam meningkatkan karir adalah kelebihan generasi muda. Sebab perkembangan teknologi generasi terdahulu belum secepat sekarang. Berbeda dengan generasi terdahulu, gerenasi masa kini bisa mendapatkan informasi lebih cepat sehingga mudah didiskusikan.
“Pemuda menjadi tidak relevan kalau pemuda merasa dirinya tidak relevan. Sebab anak muda jaman dahulu tidak ada digitaliasi, sementara anak muda saat ini harus memahami apa yang dia butuhkan,” kata Lathifa.
Tak lupa, ia pun mengapresiasi keberadaan Alif. Baginya kegiatan Alif merupakan inisaitif yang baik. Karena mengumpulkan berbagai komunitas yang mencintai agama islam dan aktif menjadi pemuda yang ingin menjadi lebih baik dengan menambah ilmu.
“Kehadiran (mereka) saat ini menandakan bahwa masih banyak anak muda mau meluangkan waktunya datang ke agenda yang dilakukan secara fisik dan terbuka untuk menambah ilmu dan menjalin silaturahmi. Saya harap Alif dapat terus berkembang di pusat-pusat komunitas Islam dan membawa nilai-nilai kebhinekaan di komunitas masjid,” tambah Latifa.
Ia memandang tatangan pemuda muslim di dunia digital relatif sama dengan pemuda lainnya. Sehingga ia berpesan bagi pemuda muslim untuk tidak meninggalkan sholat dan ibadah wajib di tengah derasnya perkembangan dunia digital.
“Tentunya kalau saya bilang pemerintah mengatahui betul kalau semeu anak muda itu harus teliterasi digitalnya. Jadi termasuk, tentu di dalamnya pemuda masjid. Dari waktu ke waktu sejak tahun 2018, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika RI melakukan sosilaliasi digital kepada pemuda dan komunitas, termasuk komunitas Islam dan pemuda Islam untuk mengetahui penggunaan teknologi internet,” pungkas Lathifa. (rls)
