Artikel

Analisis Pengetahuan dalam Teori Standpoint Sandra G. Harding 

Penulis

(Studi Kasus Kebijakan Pembangunan Ekonomi di wilayah pemerintah Kota Makassar- Kota Pare-pare)

*Oleh Teguh Esa Bangsawan DJ, Program Studi  S2 Ilmu Filsafat FIB UI 

EDUNEWS.ID – Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 3,1 juta km² yang terdiri dari 0,3 juta km² perairan teritorial dan 1,8 juta km² perairan nusantara atau 62% luas teritorialnya.

Dengan persentase luas perairan yang besar tersebut, member konsekuensi pada luasnya wilayah pesisir dan lautan. Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat- sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar.

Maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.Kawasan pesisir Kota Makassar merupakan salah satu wilayah kota yang terus berkembang.

Hal tersebut didukung oleh letak pada jalur utama lalu lintas darat Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Barat dan lalu lintas laut regional, nasional ditambah ke Tawau Malaysia yakni Pelabuhan Nusantara serta Pelabuhan Cappa Ujung dengan Pelabuhan perahu tradisional dekat kompleks gerbang niaga dan Pasar Lakessi Soreang.

Keberadaan jalur lalu lintas darat dan laut ini sangat berpengaruh terhadap pertambahan penduduk khususnya yang berada di kawasan pesisir Daerah datar di pesisir cukup tinggi tidak cukup lebar sehingga kepadatan bangunan di pesisir yang merupakan kota lama sangat tinggi.

Penduduk termasuk migran yang datang dari daerah lain yang bekerja di kota lama sebagian besar bertempat tinggal di sekitar daerah perdagangan yang terdapat di wilayah pesisir.Masyarakat pesisir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan di wilayah pesisir. Dengan bertambahnya jumlah penduduk di wilayah pesisir yang menggantungkan hidupnya pada hasil laut akan memberikan pengaruh terhadap kebutuhan hidup mereka.

Untuk mengatasi permintaan kebutuhan yang terus meningkat, perlu diikuti dengan kenaikan jumlah produksi, dan untuk itu diperlukan teknologi industri yang memadai, baik kualitas dan kuantitas,serta tenaga atau sumber daya manusia yang berkualitas (tingkat pendidikan) Kota Parepare sebagai kota pantai dengan pusat kota yang berada di pesisir pantai terus mengalami perkembangan.

Pesisir sebagai pusat kota tempat berbagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat mengakibatkan kepadatan terjadi baik berupa keragaman aktivitas maupun jumlah penduduk, sehingga kemiskinan khusus masyarakat pesisir dengan mata pencaharian sebagai nelayan tangkap.

Kemiskinan yang terjadi di masyarakat pesisir dengan mata pencaharian sebagai nelayan tangkap dilakukan dengan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh nelayan tangkap, dan dalam kerangka pikir ini diidentifikasi faktor internal antara lain tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, alat tangkap, alat transportasi dan TPI/PPI dan faktor eksternal antara lain industri perikanan,sumber permodalan dan program/kebijakan pemerintah daerah .

Adapun hambatan adalah sesuatu kendala yang dihadapi dalam pengembangan perikanan laut baik berupa hambatan dalam memperoleh sarana alat tangkap dan perahu/kapal, maupun industri yang bergerak di sektor perikanan dengan modal usaha yang dibutuhkan sebagai fasilitas yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan ekonomi maritim dan kelautan yang berkelanjutan diwujudkan melalui upaya sebagai berikut:

  1. Pemanfaatan sumberdaya kelautan dan pengembangan potensi kawasan pessiruntuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir Melalui pengembangan wisata bahari dan pulau-pulau kecil, peningkatan produksi kelautan dan perikanan;
  2. Peningkatan dan pemeliharaan kualitas, daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya hayati laut melalui konservasi dan rehabilitasi kawasan pesisir;
  3. Peningkatan aksesibilitas dan konektivitas antar kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil;
  4. Pembangunan dan Pengembangan industri perkapalan

*Teori standpoint menurut Sandra G. Harding

Teori ini memandang bahwa struktur masyarakat yang dilandasi oleh ketidaksetaraan dan di dalam kerangka pengetahuan memiliki kepercayaan yang cenderung mengutamakan kepentingan kelompok yang dominan, dalam feminis standpoint menurut Nancy Hartsock.

Asumsi teori ini sebagai berikut:

  1. Kehidupan material menstruktur dan membuat batasan terhadap pemahaman hubungan sosial
  2. Kehidupan material terbagi dua kelompok dengan konsep yang berlawanan,sehingga mendapatkan hal-hal yang bertolak belakang ketika ada yang dominan maka terjadi parsial dan membahayakan.
  3. Pandangan atau visi pada kelompok penguasa akan membentuk hubungan material dimana semua kelompok dipaksa untuk berpartisipasi.
  4. Visi yang pada kelompok yang tertindas adalah perjuangan dan prestasi
  5. Pemahaman pada prohibit atau pengalaman hukum sedang sudut pandang feminis dapat ditunjukkan secara tidak manusiawi. Hal ini dapat membawa kita untuk maju dan menciptakan kehidupan yang lebih baik dan lebih adil di dunia ini. Di dalam feminis postmodern ini adanya perlawanan ataupun ketidak percayaan pemerintah kepada komunitas perempuan karena komunitas perempuan ini masih relatif baru dalam segi ilmu pengetahuan, padahal perempuan ini memiliki peran dalam memajukan sektor pertumbuhan ekonomi sehingga mengurangi angka pengangguran.  

Selanjutnya, di  pesisir Pantai Kota Makassar -Kota Parepare, pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Kota Parepare memiliki kawasan pesisir dan dapat dikategorikan sebagai kota pantai dengan potensi perikanan laut yang dimiliki dan dapat digali dalam meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh komponen masyarakat yang berada di Pesisir Pantai Kota Parepare, dalam hal ini masyarakat pesisir dengan mata pencaharian sebagai nelayan tangkap.

Berdasarkan data dan informasi Bidang Perikanan dan Kelautan pada Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan Kota Parepare Tahun 2005, masyarakat pesisir dengan mata pencaharian sebagai nelayan tangkap berjumlah 325 Rumah Tangga Perikanan Tangkap.

Arikunto mengemukakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subjek penelitian kurang 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, sedangkan jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10–15%.

Dalam sampel masyarakat pesisir adalah dengan mata pencaharian sebagai nelayan tangkap, dengan demikian diperoleh jumlah sampel sebanyak 50 Rumah Tangga Perikanan Tangkap yakni 15% dari populasi (325 RTP Tangkap).

Berdasarkan jenis data yang dibutuhkan dalam proses analisis maka teknis penarikan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah teknik Simple Random Sampling, yaitu penarikan sampel secara acak dari populasi, dimana keseluruhan populasi memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel dengan kondisi sosial ekonomi cenderung sama.

Selanjutnya jenis dan sumber data, dalam hal ini metode sekunder dimana sumber data diperoleh melalui jurnal, adapun metode primer yang digunakan yaitu media diskusi dan pengamatan.

Untuk memperoleh data diperlukan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode atau teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara:

Pertama observasi, melalui pengamatan langsung di lapangan mengenai permasalahan yang dihadapi secara nyata, kedua kuesioner, melalui penyebaran daftar isian pertanyaan kepada responden untuk diisi sesuai dengan kebutuhan data dalam penelitian ini, ketiga Dokumentasi, yaitu dengan cara melakukan penelaahan terhadap dokumen resmi dari berbagai sumber yang terkait baik dari lokasi penelitian dan pemerintah berupa kajian literatur, keputusan- keputusan serta sejumlah peraturan dan dokumen lainnya, keempat wawancara, yaitu dengan cara melakukan wawancara langsung dengan responden menggunakan daftar pertanyaan.

Langkah dalam analisis ini adalah mengidentifikasi faktor- faktor internal dan eksternal yang mempengaruhipengembangan perikanan laut berbasis potensi wilayah pesisir di Kota Parepare. Kemudian dianalisis faktor- faktor internal yang menjadi kekuatan/kelemahan dan faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang/ancaman, sesuai dengan kerangka pemikiran penelitian ini maka analisis kekuatan/kelemahan dan analisis peluang/ancaman.

Untuk melacak pengetahuan yang terabaikan dalam produksi pengetahuan dan kebijakan publik, khususnya  dalam Proyek Strategis Nasional. Pengetahuan yang terabaikan mengindikasikan adanya masyarakat yang terpinggirkan terutama akibat dari implementasi kebijakan publik.

Melalui kerangka filosofis teori standpoint yang digagas oleh Sandra Harding hal tersebut mencoba diurai, bagaimana kelompok yang mendominasi telah mengabaikan pengetahuan kelompok rentan, dan terpinggirkan dalam realitas sosial.

Penelitian ini merupakan penelitian filsafat yang digunakan untuk menganalisis masalah aktual, di mana konsep-konsep filosofis digunakan untuk menganalisis fenomena aktual sekaligus menguji konsep tersebut terhadap fenomena aktual (Bakker & Zubair, 2007, hlm. 107). Dengan demikian konsep filsafat tersebut dapat menjadi alat untuk mengevaluasi fenomena, sekaligus mengevaluasi secara kritis dalil-dalil yang terkandung di dalamnya.   

Seperti yang kita ketahui kebijakan pemerintah terkait ekonomi kelautan di kota Makassar- Kota Parepare masih lebih diperuntungkan bagi komunitas laki- laki dibandingkan komunitas Perempuan.

Hal ini sangat memprihatinkan karena sejak dulu perempuan lebih secara inisiatif membantu suami membersihkan hasil tangkapan ini juga sama dengan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di Kota Parepare  namun ketika suami tidak berlayar atau mencari ikan  maka mereka akan pengangguran.

Kebijakan pemerintah ini dalam program ekonomi kelautan masih lebih mementingkan komunitas laki-laki dibandingkan perempuan, padahal kota makassar – kota pare-pare lebih mayoritas perempuan dengan bergabungnya komunitas perempuan yang memiliki pengetahuan  yang baru ini sangat membantu dalam segi inovasi dan inovasi tulah dapat menghasilkan manfaat dalam Pembangunan pertumbuhan ekonomi sehingga mengurangi angka pengangguran.

Apakah kebijakan pemerintah pro terhadap komunitas perempuan? Menurut saya pemerintah tidak sepenuhnya melibatkan komunitas perempuan  khususnya di wilayah pesisir mereka lebih melibatkan laki- laki dalam mencari ikan sedangkan perempuan itu hanya tinggal dirumah sambil menunggu hasil tangkapan suaminya, secara tidak langsung peran perempuan ini tidak memiliki peran penting di dalamnya, padahal dengan keterlibatan  perempuan dalam  khususnya wilayah pesisir sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kota Makassar -kota Pare-Pare.

Bagaimana upaya pemerintah dalam melibatkan komunitas perempuan dalam program ekonomi kelautan? Dengan cara membuat sebuah kursus pelatihan bagi komunitas perempuan  seperti kursus menjahit sehingga mereka mempunyai skil dan tidak sepenuhnya bergantung pada hasil tangkapan suami, dan dengan cara itulah komunitas perempuan ini dapat mengurangi angka pengangguran sehingga dengan terbukanya kursus pelatihan, ini menjadi nilai tambah dalam artian memiliki pengetahuan yang baru, pekerjaan tambahan dan yang lebih penting tidak bergantung sepenuhnya pada suami dan bahkan lebih membantu suaminya dalam segi perekonomian dan meringankan ataupun membantu suami dalam hal mencari nafkah.   

Letak Kota Parepare yang strategis berada di pesisir Teluk Makassar, didukung dengan aksesibilitas yang lancar baik jalur darat maupun laut sehingga dapat menghubungkan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Barat dan Pulau Kalimantan serta antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

Potensi lain yang dimiliki kaitannya dengan peningkatan produksi perikanan tangkap yakni adanya Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) sebagai instalasi penginderaan jarak jauh sumber daya alam dapat mendeteksi keberadaan ikan.

Untuk mendukung terlaksananya visi Kota Parepare yakni “Mewujudkan kehidupan masyarakat Sejahtera berkelanjutan di Kota Parepare yang berpantai dan berbukit indah serta berfungsi kuat sebagai pusat niaga, jas dan pendidikan” dapat dicapai dengan memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki baik potensi SDA, SDM dan SDB yang ada.

Kota Parepare sebagai kota pantai dengan pusat kota yang berada pesisir Teluk Makassar serta dapat menghubungkan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Provinsi Sulawesi Barat dan pulau Kalimantan serta Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan didukung dengan aksesibilitas yang lancer baik darat maupun laut.

Kondisi tersebut mendorong penduduk untuk melakukan sebagian besar berada aktivitas di lokasi tersebut sehingga terjadi kepadatan dan pertumbuhan penduduk di pesisir. Dengan demikian kompleksitas kegiatan bersifat heterogen, salah satu kegiatan penduduk atau masyarakat yang bermukim di pesisir sebagai nelayan tangkap.

Untuk menentukan strategi pengembangan perikanan laut dalam hal ini perikanan tangkap dilakukan analisis terhadap potensi wilayah kota Makassar- Kota Parepare dan SDM Nelayan tangkap dilakukan dengan berbagai langkah, salah satunya yaitu menentukan faktor eksternal dan faktor internal [8], dimana faktor eksternal terbagi menjadi dua yaitu kekuatan dan kelemahan.

Kekuatan dalam faktor eksternal maksudnya adalah kondisi Kota Parepare sebagai kota pantai dengan letak yang strategis, aksesibilitas pesisir pantai yang lancar dengan daerah lain , adanya masyarakat pesisir dengan mata pencaharian sebagai nelayan tangkap, adanya hasil produksi perikanan tangkap, potensi keberadaan LAPAN dengan penginderaan jarak jauh (citra satelit), adanya PPI/TPI, usia nelayan tangkap tergolong dalam kelompok usia produktif.

Adapun kelemahan yang dimaksud yaitu tingkat pendidikan nelayan tangkap masih rendah, tenaga profesional/penyuluh di bidang perikanan masih kurang , adanya pendangkalan air di lokasi TPI, penataan sarana TPI/PPI belum optimal atau sarana belum menyatu dalam satu lokasi TPI/PPI, kelembagaan pemerintah di sektor perikanan belum optimal, tingkat pendapatan nelayan tangkap masih rendah, keterbatasan alat tangkap dan perahu/kapal yang digunakan nelayan tangkap, masih adanya nelayan tangkap yang tidak termasuk dalam kelompok nelayan sehingga kesulitan dalam memperoleh modal usaha, biaya pendidikan bagi nelayan tangkap masih sangat mahal.

Adapun faktor eksternal terbagi juga menjadi dua yaitu peluang dan ancaman. Dimana peluang dalam hal ini adanya kebijakan pemerintah Kota Parepare, adanya instansi pemerintah yang menangani bidang perikanan dan perindustrian, adanya industri yang bergerak di sektor perikanan, kewenangan Daerah untuk mengembangkan potensi yang ada/Otonomi Daerah, sumber modal usaha yang difasilitasi atas kerjasama pemerintah dan swasta/pengusaha, kebijakan Pemerintah Kota Parepare dalam pengembangan perikanan laut dalam hal ini perikanan tangkap.

Selanjutnya yaitu ancaman dalam pengembangan sumber daya manusia yaitu diantaranya pergantian pimpinan dalam roda pemerintahan, terjadinya degradasi lingkungan, adanya pengusaha/tengkulak yang menguasai nelayan tangkap, kenaikan harga dan kelangkaan BBM, adanya TPI/PPI di daerah lain.

Berdasarkan dengan data yang diperoleh menunjukkan bahwa pendapatan nelayan tangkap berada di bawah  standar atau belum mencapai standar Upah Minimum Regional sehingga masih tergolong rendah. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan jarak jangkauan perahu/kapal yang digunakan masih tradisional yakni perahu mesin tempel (katinting) dan alat tangkap yang digunakan nelayan hanya 1 jenis.

Pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan difasilitasi oleh beberapa instansi terkait sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Parepare Nomor 13 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah yang menangani bidang perikanan yakni Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan (Dinas PKPK) sedangkan bidang industri oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Daerah (Dinas Perindag dan PMD).

Pasca produksi perikanan tangkap yang ditekuni oleh nelayan diolah menjadi abon ikan, ikan asin dan ikan kering yang diproduksi oleh industri rumah tangga yang berdiam di pesisir pantai. Kegiatan industri rumah tangga tersebut dikerjakan oleh anggota keluarga nelayan tangkap sebagai tambahan pendapatan.

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Perindag dan PMD terdapat 32 industri dengan 6 jenis usaha yang ditekuni  dalam pengembangan usaha tersebut, baik industri maupun penangkapan ikan nelayan tangkap terkendala pada modal usaha yang sulit diperoleh.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan tangkap bahwa untuk memperoleh modal usaha, mereka di fasilitasi oleh pengusaha yang bersedia memberikan fasilitas dengan ketentuan nelayan tangkap akan menjual hasil    tangkapan kepada pengusaha tersebut sampai batas waktu pendaratan ikan dari laut dan harga ditetapkan oleh pengusaha tersebut.

Sandra Harding adalah seorang filsuf perempuan berasal dari Amerika yang menaruh perhatian terhadap bagaimana perkembangan produksi pengetahuan selama ini telah menyampingkan atau membatasi akses perempuan terhadap ilmu pengetahuan. Sandra Harding menulis berbagai macam buku diantaranya, The Science Question in Feminism (1986), Whose Science? Whose Knowledge?: Thinking from Women’s Lives (1991), and Objectivity and Diversity: Another Logic of Scientific Research (2015).

Gagasan yang menarik dari pemikiran Sandra Harding dalam mengenai teori standpoint sebagai upaya untuk menemukan objektivitas yang kuat (strong objectivity). Harding menghadirkan suatu gagasan mengenai produksi pengetahuan yang selama ini dikuasai oleh kelompok dominan tertentu seperti laki-laki, dan sebagainya yang mendominasi struktur sosial tertentu. Akibatnya pengetahuan selama ini diklaim bebas nilai dan tidak memihak kelompok manapun telah runtuh karena menyimpan ide-ide dari superioritas kelompok tertentu

Gagasan seorang filsuf Sandra G. Harding mengenai standpoint perlu diperhatikan bagaimana perkembangan produksi ilmu pengetahuan memberikan pengaruh kepada realitas sosial.

Paradigma ilmu pengetahuan di dominasi oleh suatu pandangan positivisme yang selalu mengupayakan pengetahuan yang bebas nilai dan objektif yang mendekati kebenaran dalam merepresentasikan realitas.

Mereka mendapatkan kritik oleh para pemikir Sekolah Frankfurt  bagaimana ilmu pengetahuan bekerja tidak berbeda dengan ideologi yang memiliki intensitas yang eksploitatif.

Lebih lanjut lagi, ilmu pengetahuan positivistik mendapatkan kritik dari para pemikir perempuan dikarenakan ilmu pengetahuan telah mengeklusi kaum perempuan dan mengabaikan peran perempuan sebagai bagian dari realitas.

Produksi ilmu pengetahuan yang menciptakan pengetahuan tertentu dianggap terlalu mendominasi dan menciptakan ketidakadilan secara epistemik maupun tindakan karena kepentingan ilmu pengetahuan hanya sejauh kepentingan kaum yang mendominasi.

Teori standpoint memiliki sebuah  argumentasi bahwa  di dalam struktur masyarakat dilandasi oleh ketidaksetaraan, kerangka pengetahuan dan kepercayaan yang berlaku cenderung mengutamakan representasi kepentingan dari kelompok yang dominan (S. Harding, 2015, hlm. 29).

Ilmu pengetahuan yang selama ini menjadi suatu acuan yang merepresentasikan realitas memiliki keterbatasan di dalamnya karena representasi yang mendominasi mengenai realitas lebih banyak diproduksi oleh kelompok-kelompok yang dominan dalam komunitas ilmu pengetahuan.

Hal itu tentunya mengakibatkan berbagai pemahaman yang salah mengenai realitas kelompok yang terpinggirkan akibat produksi pengetahuan tersebut. Salah satu yang dipinggirkan dalam akses ilmu pengetahuan adalah perempuan, yang mengakibatkan berbagai jenis ilmu pengetahuan mengabaikan testimoni atau memiliki efek tindakan yang merugikan kaum perempuan.

Selain kelompok masyarakat perempuan rentan yang tentunya tidak memiliki kekuatan terhadap produksi pengetahuan merupakan bagian dari kelompok yang terpinggirkan akibat dari produksi ilmu pengetahuan.

Hal itu didasari oleh berbagai klaim ilmu pengetahuan konvensional yang menjadi sasaran kritik oleh gagasan standpoint. Kritik standpoint terhadap ilmu pengetahuan konvensional adalah arogansinya yang mengabaikan entitas perempuan dalam klaim-klaim objektivitasnya. Hal itu mengakibatkan terciptanya kontrol bagi laki-laki untuk mendominasi dalam relasi gender (S. Harding, 1991, hlm. 141).

Gagasan standpoint mencoba mengusung wacana baru mengenai objektivitas melalui konsep objektivitas yang kuat (strong objectivity). Konsep “strong objectivity” merupakan upaya untuk menginvestigasi relasi antara subjek dan objek daripada menyangkal eksistensinya, atau mencari kontrol yang sepihak atas relasi tersebut.

Melalui pendalaman mengenai relasi subjek objek sebuah klaim objektivitas dapat diajukan karena representasi realitas melekat pada hubungan diantara keduanya. Untuk memberlakukan dan mengoperasionalisasi “strong objectivity” dengan berangkat melalui perspektif “the others” dan menggali nilai-nilai yang berada di dalamnya, lalu untuk melewati pemikiran yang memprakarsai kondisi sosial, bukan untuk melebur bersamanya (the others) tapi untuk melihat sejauh mana jarak yang terkondisikan dari pengetahuan yang diproduksi mengenai realitas yang objektif (S. Harding, 1991, hlm. 152).

Dengan demikian objektivitas yang kuat sebagai justifikasi kebenaran hanya dapat dimungkinkan bila produksi pengetahuan berpihak kepada kelompok-kelompok yang sejauh ini termarjinalkan dalam produksi pengetahuan dan hal itu merupakan upaya dari standpoint agar terhindar dari klaim relativisme epistemologis karena masih mengupayakan suatu justifikasi dalam pengetahuan.

Prosedur sistematis ini juga akan mampu membedakan antara nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan yang menghalangi pembuatan laporan-laporan yang kurang parsial dan terdistorsi tentang alam dan hubungan-hubungan sosial seperti keadilan, kejujuran, keterpisahan, serta harus menambahkan, memajukan, dan memperkuat demokrasi yang menyediakan sumber daya untuk itu. Ini adalah titik di mana epistemology standpoint dapat berguna (S. Harding, 1992, hlm. 580).

Berdasarkan penjelasan tersebut, teori standpoint menawarkan gagasan baru mengenai objektivitas yang harus diikuti dengan pra-kondisi dalam struktur politik dan sosial. Situasi demokrasi dianggap ruang bagi standpoint untuk berkembang dan mengajukan gagasan-gagasan penelitian terkait kelompok yang selama ini termarjinalkan.

Hal itu tentunya membuat peran produksi ilmu pengetahuan memiliki peranan penting dalam menghadirkan situasi sosial dan politik yang emansipatoris dan hal tersebut dapat dimanifestasikan dan dikonversi dalam kebijakan publik.

Produksi ilmu pengetahuan yang selama ini telah memarjinalkan kaum perempuan dan berbagai kelompok subordinat lainnya, Harding juga menaruh perhatian terhadap bagaimana relasi pengetahuan dan kebijakan publik.

Dalam pengelolaan dan produksi pengetahuan yang mengesampingkan perempuan di dalamnya telah membentuk sebuah kebijakan publik yang memberikan dampak yang sangat kuat bagi kehidupan Perempuan  Proyeksi dari standpoint berupaya untuk menghasilkan perubahan sosial dan menaruh perhatian terhadap kehidupan perempuan melalui pengetahuan yang dikonversikan menjadi kebijakan publik (S. Harding, 2015, hlm. 31).

Dari berbagai riset mengenai kelompok perempuan  yang selama ini termarjinalkan adalah upaya produksi ilmu pengetahuan agar menyediakan alasan-alasan bagi para pembuat kebijakan publik untuk menaruh perhatian dan mendorong transformasi sosial di dalam agenda pembuatan kebijakan publik.

Hal itu diharapkan sebagai langkah untuk menghasilkan perubahan sosial dan politik dengan mulai memulai riset mengenai berbagai jenis pengetahuan yang dimiliki oleh kelompok-kelompok subordinat.

Seperti halnya yang terjadi pada sekitar tahun 1960 gerakan perempuan di Eropa melangsungkan kritik terhadap kebijakan publik, proses hukum, politik, pendidikan, dan pekerjaan yang diskriminatif terhadap perempuan.

Mereka juga mengkritisi bagaimana riset ilmu pengetahuan alam dan sosial memuat asumsi-asumsi seksis dan androsentrik yang menjadikan dasar yang rasional bagi pembuat kebijakan publik (hlm. 52).

Melalui analisis teori ini, kekuasaan sebagai institusi yang memiliki pengaruh untuk memaksa pengetahuan mana yang dapat diakomodir menjadi hal yang bisa dilacak, karena konsep kekuasaan dapat dipahami sebagai suatu representasi kasual yang dapat mengartikulasikan relasi antara agen dan institusi yang memberikan signifikansi terhadap watak sosial (Rouse, 2009, hlm. 203). Dengan demikian melalui teori standpoint kekuasaan yang mendominasi produksi pengetahuan, dan memarjinalisasi kelompok rentan dapat terurai.

Berdasarkan penjelasan mengenai konsep standpoint yang digagas oleh Sandra Harding dapat dipahami bahwasannya produksi ilmu pengetahuan dikuasai oleh kelompok tertentu yang mengakibatkan dominasi penuh terhadap akses ilmu pengetahuan dan menyebabkan pengetahuan kelompok-kelompok subordinat termarjinalkan.

Gagasan standpoint menyerukan pengakuan untuk semua bahwa keyakinan manusia baik itu keyakinan ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang disituasikan secara sosial. Maka dari itu perlu kritik yang dapat mengevaluasi serta menentukan situasi sosial mana yang cenderung menghasilkan klaim pengetahuan yang paling objektif (S. Harding, 1991, hlm. 142).

Sehingga  para intelektual dalam Ilmu  sains dan teknologi dari masyarakat tersebut dan dari Barat berpendapat bahwa skenario ini tidak hanya gagal untuk memahami nilai pengetahuan pribumi bagi masyarakat tersebut, tetapi juga tidak dapat mengakui nilai besar mereka bagi barat modern.  (S. Harding, 2015, hlm. 91).

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa potensi wilayah pesisir Kota Makassar antara lain letak yang strategis dengan aksesibilitas pesisir pantai yang lancar dengan daerah lain, kondisi Kota Parepare sebagai kota pantai, potensi keberadaan LAPAN yang memberikan kontribusi terhadap aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan dan adanya PPI/TPI.

Hambatan yang dihadapi dalam pengembangan perikanan laut yakni SDM nelayan tangkap yang masih rendah, keterbatasan sarana yang dipergunakan nelayan tangkap, kemungkinan terjadinya bencana alam, adanya pengusaha yang dari luar daerah dan kenaikan harga serta kelangkaan BBM.

Adapun strategi yang dapat dilakukan untuk peningkatan produksi perikanan laut guna mensejahterakan kehidupan nelayan tangkap, khususnya bidang pengembangan sumber daya manusia, antara lain: mengadakan pendidikan,pelatihan dan penyuluhan bagi nelayan tangkap, penggunaan teknologi dalam penangkapan ikan, rekruitmen bagi tenaga penyuluh di bidang perikanan, mendorong peningkatan produksi dan pengembangan industri pasca produksi perikanan, pembentukan kredit usaha/koperasi nelayan atau dengan bantuan/subsidi sebagai modal usaha.

Adanya hubungan yang erat antara pengetahuan dan kebijakan publik. Ilmu pengetahuan seringkali menjadi dasar dan landasan bagi para perumus kebijakan publik untuk memutuskan atau merumuskan kebijakan tertentu.

Namun, gagasan standpoint telah menyibak bahwa ada konstruksi yang dibangun dalam produksi ilmu pengetahuan yang hanya mengakomodir kepentingan kelompok dominan semata.

Hal itu tentunya berpengaruh dalam kebijakan publik yang hadir, berdasarkan ilmu pengetahuan yang diproduksi untuk kepentingan kelompok dominan berdampak terhadap kebijakan publik yang hanya mengakomodir kepentingan kelompok dominan, secara produksi pengetahuan dan kebijakan kelompok-kelompok subordinat mengalami kerentanan untuk termarjinalisasinya kelompok perempuan akibat adanya kebijakan pemerintah yang tidak pro pada perempuan.

Gagasan standpoint menawarkan suatu objektivitas yang kuat terkait dengan representasi realitas yang dapat dimungkinkan “sedikit salah” dengan memulai beragam riset melalui pandangan kelompok subordinat.

Tentunya pengetahuan yang dihasilkan dari pandangan-pandangan kelompok subordinat dapat dijadikan landasan baru bagi perumus kebijakan publik untuk menghasilkan suatu kebijakan yang emansipatoris. Gagasan standpoint beranggapan bahwa supremasi laki-laki membentuk kehidupan sosial dan produksi pengetahuan.

Pengetahuan yang dihasilkan dari kelompok dominan tersebut menghasilkan kelas sosial yang termarjinalkan atau subordinat. Klaim dasar epistemologi standpoint adalah pengetahuan yang disituasikan secara sosial, kelompok-kelompok marginal yang disituasikan secara sosial yang memungkinkan mereka lebih menyadari sesuatu dan mengajukan pertanyaan dibandingkan mereka yang tidak termarjinalkan, dan dalam praktik penelitian khususnya yang menyangkut relasi kuasa harus dimulai dari kelompok yang termarjinalkan.

Gagasan standpoint mencoba menghadirkan pengetahuan yang memiliki objektivitas yang kuat (berbeda dengan tradisi positivisme) sebagai dasar pengetahuan dengan memulai penelitian dari kehidupan perempuan dan kelompok marjinal lainnya, untuk menghasilkan pandangan yang lebih sedikit salah terhadap realitas.

Perempuan ini tidak hanya sebatas gender melainkan sebuah metafora untuk mewakilkan kelompok yang subordinat dan termarjinalkan dalam realitas. Dengan demikian pengetahuan yang dihasilkan memiliki implikasi terhadap kebijakan publik.

Kebijakan publik berlandaskan pengetahuan yang diproduksi oleh kelompok dominan menyebabkan kebijakan publik yang diputuskan tentu berpihak terhadap kelompok tertentu pula. Melalui standpoint kita dapat mengupayakan kebijakan publik yang lebih.

Kebijakan pemerintah ini dalam program ekonomi kelautan masih lebih mementingkan komunitas laki-laki dibandingkan perempuan, padahal kota makassar -kota parepare lebih mayoritas perempuan dengan bergabungnya komunitas perempuan yang memiliki pengetahuan  yang baru ini sangat membantu dalam segi inovasi dan inovasi tulah dapat menghasilkan manfaat dalam pembangunan pertumbuhan ekonomi sehingga mengurangi angka pengangguran.

Emansipatoris karena berangkat melalui pengetahuan-pengetahuan kelompok subordinat.Tentunya ada beragam catatan mengenai gagasan standpoint seperti hilangnya agen individu sebagai agen pengetahuan karena gagasan ini menaruh perhatian terhadap agen kelompok sebagai agen pengetahuan yang menentukan situasi sosial tertentu.

Selain itu, pengetahuan kelompok subordinat yang telah dielaborasi berdasarkan gagasan standpoint memiliki tantangan tersendiri dalam mengkonversi hal tersebut menjadi kekuatan politik yang akan menentukan kekuatan dalam proses politik dalam memutuskan suatu kebijakan publik.

Seperti yang kita ketahui kebijakan pemerintah terkait ekonomi kelautan di kota makassar- Kota Parepare masih lebih diperuntungkan bagi komunitas laki- laki dibandingkan komunitas Perempuan.

Hal ini sangat memprihatinkan karena sejak dulu perempuan lebih secara inisiatif membantu suami membersihkan hasil tangkapan ini juga sama dengan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di kota parepare  namun ketika suami tidak berlayar atau mencari ikan  maka mereka akan pengangguran.

DAFTAR PUSTAKA

Arman, Andi Baso. Edisi IX Bulan September Tahun 2006. Permasalahan Pembangunan Wilayah Pesisir Laut. Bandar Madani (Buletin Internal Pemda Kota Parepare,

Arikunto, Suharsimi, 2000, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Yogyakarta Analisis Pembangunan Manusia Kota Makassar,Tahun 2017.

Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumber Daya wilayah Pesisir.

Isma, Muslimah. 2002. Faktor Penghambat Peningkatan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kabupaten Sinjai. Makassar: Tesis Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Satria, A. 2002. Pengantar Sosial Masyarakat Pesisir. PT. Pustaka Cidesindo: Jakarta.

Sub Dinas Perikanan Tangkap Pesisir dan Pulau-pulau kecil. 2003. Buku Pegangan Seksi Teknologi

Penangkapan dan Kapal Perikanan. Makassar: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan.

Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT.Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Nasional. 2005. Surabaya: Serba Jaya.Yonvitner (Peneliti Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Kelautan

Pesisir, KOMPAS, 04 November 2014 Bakker, A., & Zubair, A. C. (2007). Metodologi Penelitian Filsafat.

Harding, S. (1991). Whose Science? Whose Knowledge?: Thinking From Women’s Lives. Cornell University Press.

Harding, S. (1992a). After The Neutrality Ideal: Science, Politics, and “Strong Objectivity.” Social Research, 59(3), 567–587. http://remote-lib.ui.ac.id:2063/stable/40970706

Harding, S. (1992b). Rethinking Standpoint Epistemology: What Is “Strong Objectivity?” The Centennial Review, 36(3), 437–470. http://remote-lib.ui.ac.id:2063/stable/23739232

Harding, S. (2015). Objectivity and Diversity. In Objectivity and Diversity. University of Chicago Press.

Harding, S. G. (1986). The Science Question in Feminism. Cornell University Press.

Rouse, J. (2009). Standpoint Theories Reconsidered. Hypatia, 24(4), 200–209. http://remotelib.ui.ac.id:2063/stable/20618190

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top