MAKASSAR, EDUNEWS.ID — Konsep “invisible hand” atau tangan tak terlihat yang digagas oleh Adam Smith, bapak ekonomi modern, seringkali menjadi rujukan utama dalam memahami mekanisme pasar. Ide dasarnya sederhana : ketika setiap individu mengejar kepentingan pribadinya di pasar yang kompetitif, hasilnya secara agregat akan mengarah pada kesejahteraan masyarakat yang lebih besar. Namun, bagaimana relevansi konsep ini dalam potret ekonomi Indonesia saat ini?
Invisible Hand Bekerja Optimal
Di Indonesia, kita dapat melihat “tangan tak terlihat” ini beroperasi secara efektif di beberapa sektor. Ambil contoh industri teknologi dan ekonomi digital. Persaingan ketat di antara platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, dan layanan ride-hailing seperti Gojek dan Grab, telah mendorong mereka untuk terus berinovasi, meningkatkan efisiensi, dan menawarkan harga yang kompetitif. Tanpa intervensi pemerintah yang berlebihan, persaingan ini telah menguntungkan jutaan konsumen yang kini menikmati kemudahan dan pilihan yang lebih luas.
Demikian pula, sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah contoh nyata. Jutaan pengusaha kecil, dari pedagang makanan hingga pengrajin, bekerja keras demi keuntungan pribadi. Namun, secara kolektif, mereka menciptakan jutaan lapangan kerja, menggerakkan roda ekonomi lokal, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Mereka adalah pilar ekonomi yang beroperasi berdasarkan sinyal permintaan dan penawaran pasar, tanpa perlu dikomando oleh pemerintah.
Kegagalan Pasar yang Tak Terhindarkan
Meskipun kekuatan “tangan tak terlihat” tidak dapat dimungkiri, Adam Smith sendiri menyadari bahwa ia tidak sempurna. Dalam konteks Indonesia, kita menghadapi berbagai kegagalan pasar yang menuntut peran aktif pemerintah:
- Ketidaksetaraan Pendapatan : Mekanisme pasar cenderung menguntungkan pihak yang memiliki modal dan akses lebih besar. Di Indonesia, kesenjangan antara si kaya dan si miskin masih menjadi masalah serius, di mana pertumbuhan ekonomi tidak selalu dinikmati secara merata.
- Eksternalitas Negatif : Perusahaan yang berorientasi keuntungan mungkin mengabaikan biaya sosial, seperti polusi lingkungan atau kerusakan hutan. Tanpa regulasi pemerintah, “tangan tak terlihat” justru dapat memicu degradasi lingkungan.
- Barang Publik : Pasar tidak efisien dalam menyediakan barang publik esensial seperti infrastruktur jalan, pendidikan, dan kesehatan. Di sinilah intervensi pemerintah melalui pajak dan belanja publik menjadi mutlak diperlukan.
Harmonisasi Tangan Tak Terlihat dan Kebijakan Publik
Pembangunan ekonomi Indonesia saat ini menuntut sebuah keseimbangan baru antara kekuatan pasar dan peran pemerintah. Perdebatan bukan lagi tentang memilih salah satu, melainkan tentang bagaimana keduanya dapat bekerja secara harmonis.
Pemerintah harus terus menciptakan iklim usaha yang kompetitif dan fair, memfasilitasi inovasi, dan mengurangi birokrasi yang tidak perlu. Namun, pada saat yang sama, pemerintah harus bertindak sebagai wasit dan regulator yang tegas untuk mengatasi kegagalan pasar. Kebijakan redistribusi kekayaan, perlindungan lingkungan, dan investasi pada sumber daya manusia adalah kunci untuk memastikan bahwa “tangan tak terlihat” dapat beroperasi dalam bingkai yang adil dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, “tangan tak terlihat” memang mampu menggerakkan ekonomi, tetapi “tangan terlihat” dari pemerintah tetap diperlukan untuk mengarahkan pergerakan itu menuju kesejahteraan yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Redaksi
