Literasi

Mengkritik BPS : Ketika Statistik Berjauhan dari Realitas

Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12% pada kuartal II-2025 disambut dengan optimisme di kalangan pemerintah. Angka tersebut seolah menggambarkan jika pertumbuhan ekonomi nasional  terus membaik, bahkan di tengah tantangan global. Namun, di balik narasi positif ini, muncul suara-suara skeptis yang tnetu tidak boleh  diabaikan oleh Pemerintah

Kalangan akademisi,  termasuk Universitas Paramadina menyampaikan kritik dan keraguannya atas data tersebut. Ini adalah cerminan dari kesenjangan yang semakin lebar antara angka statistik di atas kertas dan realitas ekonomi yang dirasakan oleh jutaan masyarakat. Ini bukan sekadar debat teknis, melainkan isu fundamental tentang kredibilitas dan integritas lembaga statistik negara.

Bagaimana mungkin sebuah ekonomi tumbuh di atas 5% sementara begitu banyak indikator utama justru menunjukkan gejala perlambatan?. Banyak pengusaha dan masyarakat merasakan adanya pelemahan daya beli dan stagnasi konsumsi rumah tangga. Alih-alih ekspansi, laporan media justru sering menyoroti gelombang PHK di berbagai sektor industri, dari tekstil hingga teknologi. Kondisi ini sulit diselaraskan dengan klaim pertumbuhan PDB yang robust. ini bukan lagi cerminan realitas, melainkan alat narasi yang berpotensi membiaskan pandangan publik.

Respons pemerintah yang menekankan kepercayaan pada BPS adalah hal yang wajar. Namun, kepercayaan itu tidaklah statis; ia harus terus-menerus dibangun melalui transparansi dan independensi. Permintaan dari akademisi agar BPS membuka metodologi perhitungan PDB secara terperinci bukanlah serangan, melainkan dorongan konstruktif untuk menjaga kredibilitas.

Pernyataan “revisi data adalah hal biasa karena ini ranah akademis dan teknokratis” dari Universitas Paramadina tentu menjadi hal utaram. Ini mengingatkan kita bahwa data, dalam esensinya, adalah produk dari proses ilmiah yang harus terbuka untuk kritik dan verifikasi. Ketika BPS menutup diri atau data yang dirilis terasa dipaksakan, maka statistik telah bergeser dari ranah teknokratis menjadi ranah politis. Di titik inilah, kepercayaan publik, yang merupakan modal terpenting BPS, berada di ujung tanduk.

Pada akhirnya, polemik ini adalah momentum berharga bagi BPS untuk melakukan introspeksi. Memastikan bahwa angka yang dirilis benar-benar mencerminkan kondisi riil di lapangan, bahkan jika itu berarti harus mengumumkan pertumbuhan yang lebih rendah, adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan kredibilitas. Sebab, lebih baik memiliki data yang jujur meski pahit, daripada angka yang manis tapi penuh ilusi.

Tim Redaksi 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top