Literasi

Menyikapi SK Dirjen Dikti No:152/E/T/2012 Tentang Publikasi Karya Ilmiah dengan Bijak

Oleh : Firdaus Ahmadi*

EDUNEWS.ID-Inti dari Surat Keputusan ini berisikan: semua mahasiswa calon lulusan program S1/S2/S3 agar menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. Dengan perincian sebagai berikut:
1. Untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah
2. Untuk lulus program Magister harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti.
3. Untuk lulus program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional

SK yang berlaku sejak Agustus 2012 dan telah dikirim kesemua perguruan tinggi, dan cukup menggagetkan seluruh sivitas akademika, baik Perguruan Tinggi baik Negri (PTN) maupun Swasta (PTS). Sebagian ada yang setuju sebagian lagi tidak. Mereka yang setuju beralasan salah satunya sesuai dengan surat SK Dikti yaitu kurangnya karya ilmiah di Perguruan Tinggi di Indonesia, bahkan hanya sepertujuh dari Malaysia. Sedangkan yang kontra mengatakan mahasiswa S1 tidak dididik untuk menjadi seorang peneliti dan mereka belum tentu akan menjadi seorang peneliti, berdasarkan silabus matakuliah mereka, bedalagi bagi mahasiswa S2 terutama S3 yang mungkin bisa, berdasarkan juga silabus yang mereka dapatkan. Pada umumnya jurnal ilmiah berisi penemuan – penemuan, analisa dan argumen – argumen dari setiap ahli – ahli yang sering dibahas secara umum.

Lalu bagaimana cara kerjanya atau sistemnya jika Peraturan ini dilaksanakan secara benar – benar. Untuk Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Banten (STKIP) pada tahun 2013 ada 224 mahasiswa yang lulus, sedangkan tahun 2014 ada sekitar 340 yang lulus dan Sekolah Tinggi Teknologi Banten (STT) pada tahun 2013 ada 17 mahasiswa dan tahun 2014 ada sekitar 8 mahasiswa yang lulus dan semua diwisuda,. Misalkan ada sekitar 250-300 lulusan di setiap PTS/PTN yang tahun ini yang akan meluluskan mahasiswanya, bahkan ada yang sampai dua kali wisudawan dalam satu tahun, bayangkan jumlah PTS/PTN yang ada di Indonesia yang sudah mencapai ribuan dengan lulusan sekitar 250-300 pasti akan ada ratusan ribu mahasiswa bahkan lebih yang akan membuat makalah di Jurnal ilmiah, sedangkan umumnya PTS sekarang ini belum memiliki jurnal sendiri, sedangkan jurnal – jurnal yang ada dari PTN, LIPI dan lembaga lainnya mungkin tidak akan mampu menampung semuannya, dengan asumsi perjunal terdiri dari 6/7 makalah penelitian, lalu akan dikemanakan makalah – makalah penelitian yang lain.

Masalah akan lebih besar lagi bilamana PTS/PTN yang menggunakan sistem non-skripsi/thesis dalam sistem pendidikan mereka. Kita semua tahu skripsi, thesis dan desertasi bisa digunakan sebagai bagian makalah penelitian ilmiah karena merupakan hasil suatu penelitian dan bisa dimasukkan ke jurnal ilmiah, lalu bagaimana nasib mereka, mahasiswa dan PTN/PTSnya. Logikannya, yang utama bisa tidak dikerjakan apalagi yang lain. Yang mungkin bisa saya lihat dari SK Dirjen Dikti ini adalah usaha Dikti untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan analisa dan memberikan argumen – argumen terutama bagi mahasiswa sarjana S1, oleh sebab itu menjadi tanggung jawab kepada masing – masing pendidik dan perguruan tinggi untuk menjelaskan hal itu semua. Ketidaktahuan mahasiswa, keengganan pendidik, kurangnya dana penelitian dari PTS/PTN dan dari Pemerintah membuat peraturan ini seperti berbanding terbalik.

Sementara itu Mendiknas M.Nuh (pada waktu itu) sudah menjelaskan bahwa itu hanya sebagai dorongan karena pihaknya merasa tidak mempunyai kekuatan hukum. Namun kalau peraturan ini akan tetap dijalankan pasti akan membutuhkan effort luar biasa besar, seperti bagaimana sistemnya, cara mengevaluasinya, kerjasama antar lembaga terutama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) sebagai tempat para peneliti – peneliti di Indonesia, dan terutama sumberdaya dari mahasiswanya. Yang saya dengar akan ada sistem di internet di setiap PTS/PTN untuk mengupload semua penelitian yang luar biasa banyaknya itu, pertanyaannya sekarang, banyak PTS yang belum memiliki website apalagi memiliki jurnal online seperti yang disyaratkan, padahal lulusannya sudah banyak, ini yang harus dipikirkan bersama.

Walaupun ini masih berupa dorongan, namun Dikti sudah bertahap melaksanakan SK tersebut, sebaiknya Dikti mensosialisasikan cara/sistemnya, seperti: 1). Dikti harus berani memberikan keputusan tentang kewajiban untuk setiap PTS/PTN untuk memiliki jurnal penelitiaan. 2). Dikti mensosialisasikan ke pemimpin PTS/PTN kewajiban memiliki Jurnal Online disetiap kampus. 3).

Semua hasil penelitian harus dimasukan ke jurnal online di setiap kampus, per/angkatan/lulusan. 4). Karena penelitian bisa berupa skripsi/thesis dan desertasi maka pemberian nilai dilakukan oleh penguji di masing – masing kampus. Dan mereka yang sudah lulus yang bisa dimasukkan ke Jurnal ilmiah. 5). Dikti mensosialisasikan ke PTS/PTN untuk disampaikan ke mahasiswa tentang cara pembuatan penelitiaan dan dimasukkan ke jurnal ilmiah.
Kita hanya bisa berharap jika peraturan tetap terus diterapkan, pemerintah dalam hal ini Dikti sebaiknya menginventaris semua kemampuannya dalam melaksanakan peraturan ini, seperti yang sudah saya gambarkan. Kami akan mendukung jika sesuai kemampuan mahasiswa dan PTS/PTN dengan syarat tidak memberatkan.

 

Firdaus Ahmadi. Radaktur Pelaksana Jurnal Sekolah Tinggi Teknologi dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Banten

 

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top