*Oleh Ahmad Sahide
OPINI, EDUNEWS.ID – Presiden Jokowi pada 2019 lalu sempat ditanya wartawan terkait keterlibatan anak-anaknya dalam dunia politik. Jawaban Jokowi pada saat itu, “Sampai detik ini, saya melihat anak-anak saya tidak tertarik ke dunia politik. Gibran, Kaesang, maupun yang lain senangnya di dunia usaha.”
Pernyataan Jokowi ini bisa ditangkap bahwa Jokowi, sebagai orang nomor satu di republik ini, tidak mendesain anak-anaknya untuk terjun ke dunia politik. Meski Jokowi juga menambahkan bahwa tidak menutup kemungkinan anak-anaknya kelak berubah haluan dan banting setir untuk terjun ke dunia politik (Kompas.com, 2019).
Namun demikian, hanya berselang satu tahun setelah pernyataan Jokowi tersebut keluar, Gibran (anaknya) dan juga Bobby Nasution (menantunya) ikut kontestasi pada Pilkada serentak 2020.
Gibran maju pemilihan Wali Kota Solo dan Bobby maju untuk Wali Kota Medan. Keduanya lalu memenangkan kontestasi tersebut meski menuai banyak kritik karena dilihat proses pencalonan dan kemenangannya tidak terlepas dari pengaruh Jokowi sebagai orang nomor satu di republik ini.
Jokowi juga dikritik oleh banyak pengamat karena dilihat sedang membangun dinasti politiknya. Jokowi sedang menggelar karpet merah untuk jalan politik anak dan menantunya. Artinya keterlibatan anak dan menantunya bukan lagi tanpa desain.
Selanjutnya adalah bagaimana nasib Kaesang Pangarep ke depannya? Akankah dia ikut jejak Gibran dan Bobby untuk terjun ke dunia politik?
Kaesang Ikut Jejak Gibran
Nama Kaesang telah disebut-sebut untuk maju dalam Pilkada Depok dan juga Sleman sejak pertengahan tahun 2023 ini. Artinya Kaesang hanya menunggu waktu untuk terjun langsung dalam dunia politik.
Publik tentu berpikiran bahwa apakah Kaesang maju pada pilkada Depok atau Sleman tentu dengan kendaraan PDIP mengingat Jokowi adalah kader dari PDIP, sejak menjadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga menjadi Presiden Indonesia.
Gibran juga maju pada Pilkada Solo 2020 dengan kendaraan PDIP. Begitu juga dengan Bobby Nasution yang maju pada Pilkada Medan sebagai kader dari PDIP. Artinya bahwa keluarga Jokowi adalah keluarga besar dari PDIP.
Hal yang sedikit mengejutkan dan juga menarik untuk dibaca adalah ketika Kaesang Pangarep memilih untuk menjadi kader dari PSI dan, bahkan, dinobatkan sebagai Ketua Umum menggantikan Giring Ganesha.
Kaesang diperkenalkan sebagai Ketua Umum PSI pada Senin, 25 September 2023, di Ballroom Djakarta Theater, Jakarta. Penetapan Kaesang sebagai ketua umum ini bisa dibaca sebagai strategi politik dari PSI untuk lolos ke Senayan pada pemilihan umum 2024, mengingat sudah dua kali ikut berpartisipasi pada pemilihan umum namun belum berhasil lolos ke Senayan.
Hal itu karena memang partai ini tidak mempunyai basis massa yang kuat, pendiri dan pemimpinnya juga bukanlah figur dengan basis massa yang kuat. PSI sudah mencoba strategi politik dengan Giring sebagai nahkodanya yang mempunyai latar belakang sebagai artis. Tapi kembali strategi ini gagal.
Sampai saat ini, elektabilitas PSI selalu rendah dan diprediksi kembali gagal untuk menempatkan kadernya di Senayan pada 2024. Hasil survei yang dirilis Litbang Kompas pada Agustus 2023 menunjukkan bahwa elektabilitas PSI masih 0,8 persen (Kompas.id, 24/08/2023).
PSI kemudian melakukan peruntungan barunya dengan menarik Kaesang untuk bergabung dalam barisan kepengurusan partai ini, bahkan Kaesang dinobatkan sebagai ketua umum.
PSI menarik Kaesang dan memberikan jatah ketua umum tentu bisa dibaca bahwa ini adalah upaya PSI untuk meningkatkan elektabilitas partai. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sejak 2013 lalu, relawan Jokowi yang disebut dengan Pro Jokowi (Projo) terbentuk. Sampai saat ini, relawan ini masih dilihat mempunyai kekuatan massa di luar koordinasi partai.
Bahkan, Projo dianggap mempunyai loyalitas yang tinggi kepada Jokowi, bukan kepada partai (PDIP). Tidak heran jika beberapa bulan yang lalu sempat mencuat ke publik pemberitaan bahwa Ganjar dan Prabowo sedang berebut suara simpatisan Jokowi. Artinya bahwa kekuatan politik relawan Jokowi masih dilihat dapat memengaruhi kontestasi politik 2024 nantinya.
PSI mencoba memasuki kekuatan kantong suara ini dengan cara memberi hadiah ‘nahkoda’ kepada putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep. Hal itu bisa kita lihat ketika Kaesang menyebut dalam pidato politik pertamanya bahwa ada perwakilan relawan Jokowi yang hadir saat di Ballroom Djakarta Theater, tempat di mana PSI memperkenalkan dirinya sebagai nahkoda baru.
PSI tentu berharap bahwa dengan Kaesang sebagai ketua baru PSI akan berpengaruh untuk mendapatkan ‘tuah’ Jokowi dan lolos ke Senayan pada 2024 nantinya. Saya kira inilah pertimbangan utama, dalam pembacaan publik, mengapa Kaesang tiba-tiba didaulat sebagai Ketua Umum PSI, bukan karena kemampuan leadershipnya atau kekuatan gagasannya.
Jokowi dan PDIP
Pertanyaan publik berikutnya setelah Kaesang menjadi ketua umum PSI adalah hubungan Jokowi dengan PDIP yang merupakan partai pendukungnya. Hal itu karena berlabuhnya Kaesang ke partai ini akan berdampak pada perolehan suara bagi PDIP 2024 nantinya.
Oleh karena itu, dari jauh kita membaca bahwa Megawati Soekarno Putri pasti tidak nyaman dengan pilihan politik anak Jokowi tersebut. Seolah setelah mengantarkan Jokowi menjadi orang nomor satu di republik ini selama dua periode, Jokowi tidak lagi berpikir akan masa depan partai.
Meski PSI sudah mendeklarasikan dukungan untuk Ganjar pada 2024 nantinya dan PSI di bawah Kaesang tidak akan merubah sikap politiknya dalam mendukung Ganjar tetapi langkah ini akan berpengaruh pada suara dan kader PDIP yang bisa ditempatkan di Senayan.
Oleh karena itu, bergabung dan dinobatkannya Kaesang sebagai ketua PSI akan menambah ‘ketidakharmonisan’ hubungan antara Jokowi dengan Megawati.
Sebelumnya, Jokowi juga banyak disebut-sebut bermain dua kaki dalam memberikan dukungan politik antara Ganjar dan Prabowo. Ini juga dibaca oleh publik sebagai salah satu faktor yang mengganggu keharmonisan hubungan Jokowi dengan Megawati.
Ini secuil catatan politik di balik deklarasi Kaesang sebagai nahkoda baru PSI!
Ahmad Sahide, Kaprodi HI Program Magister UMY
