Opini

Ketimpangan Hukum Dibalik Penangkapan Immanuel Ebenezer 

Penulis/Akbar

*Oleh Akbar

OPINI, EDUNEWS.ID – Penangkapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan sentak mengejutkan publik. Namun sebenarnya penangkapan pejabat tinggi bukanlah hal yang baru di negara ini. Sosok Immanuel Ebenezer juga tentu tak asing bagi kita. Dia pernah jadi relawan Jokowi, seiring pergantian kekuasaan, kini banting setir jadi pendukung Prabowo. Tetapi kemudian dia justru ditangkap disaat partai Gerindra berkuasa. Selanjutnya, apa yang penting dari peristiwa ini?

Pada sidang tahunan MPR/DPR kemarin, Presiden Prabowo dalam pidatonya mengatakan tak akan melindungi pejabat dari hukum, sekalipun berasal dari Gerindra. Tidak lama dari pidato itu, Immanuel ditangkap KPK.

Sebagai awam, saya melihat pernyataan Prabowo ini secara tidak langsung berkaitan dengan operasi penangkapan Immanuel. Saya meyakini Immanuel salah berhitung, bahwa dia bakal kebal hukum karena Prabowo presiden. Dilain sisi, KPK tentu telah menuntaskan segala hal sebelum menangkap mantan aktivis 98 tersebut. Kendatipun ada dugaan praktik kotor dalam bentuk deal-dealan politik-hukum antara penguasa dengan KPK, pertanyaan sederhananya, apa yang menjadi alasan utama penangkapan Immanuel.

Jika penangkapan Immanuel dilihat murni sebagai penegakan hukum, mengapa pejabat negara seperti Silfester dan Eddy Hiariej hingga saat ini belum ditangkap? Bahkan status tersangka Eddy gugur hingga putusan inkrah Silfester tidak membuatnya dipenjara hingga detik ini.

Dalam arti lain, kedua tokoh diatas masih dilindungi kekuasaan, sementara Immanuel tidak. Sehingga peristiwa ini lebih pada peristiwa transaksional politik hukum dimana kekuasaan tidak lagi melihat Immanuel sebagai sosok yang perlu dilindungi. Kekuasaan menganggap Immanuel tak lagi berguna dan perannya sudah tergantikan figur lain.

*Setelah Immanuel

Immanuel bernasib malang karena menjadi tumbal politik. Saya menduga, sebelum penangkapan Immanuel, kekuasaan telah memilih sosok penggantinya. Analisis lebih jauh, ada perpecahan tokoh politik di belakangnya.

Akhir-akhir ini, konflik tertutup terjadi antara kubu Prabowo dengan Jokowi. Meskipun konflik kedua kubu belum terang-terangan tetapi ketegangan kian terasa di belakang layar. Kubu Prabowo yang mulai merasa tak nyaman dengan pengaruh Jokowi ke pemerintahan, baik melalui Gibran dan mantan Menteri-menteri yang kembali menjabat. Secara kalkulasi politik, pihak Prabowo tentu mewaspadai manuver Jokowi yang tak puas anaknya hanya sebagai pembantu Presiden.

Keretakan hubungan kedua kubu ini bisa dilihat bagian kecil dari penangkapan Immanuel. Immanuel adalah loyalis Jokowi selama 10 tahun dan dianggap kaki tangan Jokowi dilingkungan kekuasaan saat ini. Jika benar penangkapan Immanuel bagian dari upaya pihak Prabowo melemahkan pengaruh Jokowi di kabinet pemerintahan, maka tokoh politik seperti Airlangga, Sri Mulyani hingga Bahlil akan menunggu giliran penangkapan selanjutnya.

Lalu siapa tumbal politik setelah Immanuel? Dibalik pertanyaan itu, yang lebih menarik adalah mengapa tumbal-tumbalan dalam dunia politik bisa terjadi. Saya melihat tumbal politik bagian dari konsekuensi berada di lingkaran kekuasaan.

Memang dekat dengan kekuasaan memberikan keuntungan melimpah, termasuk yang menjerat banyak pejabat, adalah soal uang. Pejabat seperti Immanuel, yang menggunakan jabatannya memeras perusahaan. Namun segala keuntungan ini, bisa berakhir di jeruji besi. Artinya, setiap pejabat harus tetap menjaga sikap jujur di tengah godaan duniawi. Saya begitu yakin, bukan cuma Immanuel yang telah menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri. Pejabat-pejabat lain sisa menunggu waktu saja untuk bernasib sama. Olehnya, pejabat jangan pernah merasa aman dari jerat hukum karena berada di bawah ketiak kekuasaan. Sebab kekuasaan itu tidak abadi.

*Hukum Tunduk pada Politik

Ditengah hebohnya kasus ini, terdapat peristiwa hukum yang kian mengkhawatirkan. Hukum harus tunduk pada kepentingan politik. Contohnya banyak sekali. Salah satu yang terbaru bagaimana Amnesti-Abolisi diberikan kepada tokoh-tokoh politik, tanpa mempertimbangkan persepsi publik terhadap penegakan hukum.

Tunduknya hukum pada kepentingan politik membuat “benar salah” tidak bisa dibedakan lagi. Dalam konteks hukum Tunduk pada Politik, yang benar bisa jadi salah, yang salah bisa jadi benar. Orang-orang bersalah tidak dipenjara bukan karena murni masalah hukum, tetapi campur tangan kekuasaan, jadilah mereka sebagai tahanan politik. Sementara orang-orang yang justru bersalah secara hukum, tetap bebas menghirup udara segar karena dilindungi tangan-tangan penguasa.

Tak berdayanya hukum dihadapan kekuasaan dan besarnya pengaruh penguasa terhadap penegakan hukum, menjadi masalah serius kita semua. Terlebih kelompok kritis terhadap pemerintah berpotensi besar dikriminalisasi atau dihukum bukan karena terbukti bersalah, tetapi karena berseberangan dengan penguasa. Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Salah satu masalah utama, ada pada pejabat-pejabat penegak hukum. Mereka harus dipilih dan terpilih tanpa campur tangan pemerintah. Tokoh-tokoh yang mengisi jabatan seperti jaksa agung, ketua KPK, pimpinan TNI-POLRI, harus kita akui kini secara telanjang mendapat intervensi bahkan dipilih oleh penguasa.

Akhirnya, penindakan hukum sangat bergantung dari instruksi siapa yang menjadi pimpinan tertinggi negara ini. Hukum jadi pilih-pilih serta kerap menjadi alat menumpas lawan politik. Untuk itu, sudah seharusnya institusi penegakan hukum dipertegas pemisahannya dari struktur dan pengaruh kekuasaan. Penegak hukum kita bisa dipilih oleh kelompok masyarakat sipil yang kredibel dan independen.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top