Opini

Meluruskan KKN yang Keliru

Andi Imran, Penulis

*Oleh Andi Imran

OPINI, EDUNEWS.ID – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Indonesia mewajibkan setiap perguruan tinggi melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai kegiatan intrakurikuler. Tujuannya adalah mengejawantahkan salah satu poin Tri Dharma perguruan tinggi yakni pengabdian kepada masyarakat.

Guna mencapai poin tersebut, kampus mengirim mahasiswanya ke daerah tertentu. Biasanya tempat terpencil atau wilayah pedesaan yang potensial untuk dikembangkan.

Melalui KKN, mahasiswa mampu mengenal sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat yang ‘heterogen’ dengan pendekatan ilmu (interdisipliner). 

Mahasiswa harus senantiasa mempraktikan ilmu dan pengetahuannya selama di bangku perkuliahan. Menerapkan sikap kepemimpinan, etos kerja, empati dan kepedulian, serta mampu bekerjasama dalam sebuah tim.

Intinya, mahasiswa sejenak dapat keluar dari ruang kuliah dan perpustakaan lalu bekerja di lapangan. Mahasiswa dituntut agar bisa membawa masyarakat pada kondisi lebih baik daripada sebelumnya. 

Biasanya, sebuah tim KKN terdiri dari beberapa unsur mahasiswa yang di dalamnya mencakup berbagai macam fakultas, dengan maksud bisa melahirkan ide gagasan yang tepat dan berguna, dan siap diaplikasikan di kehidupan masyarakat. Pertanyaannya, apakah program kerja yang sudah dicanangkan tersebut menunjang dan memberi efek positif?

Saya melihat Program Kerja yang diseminarkan adalah warisan turun temurun, begitu sederhana, cenderung berulang, serta nyaris tidak ada kebaruan.

Program Kerja yang sering kita temukan adalah menjadi tenaga pengajar dadakan, membuat rambu jalan, mengecat batas desa dan semacamnya. 

Saya pernah mendengar perkataan dari masyarakat seperti ini “Kalau di Desa ini santai saja, buat program yang seadanya dan yang penting ada dokumentasi yang bisa dilaporkan ke dosennya”. Mencermati kalimat di atas dari sudut pandangan hermeneutika dan semiotika, maka mengandung pesan ‘satire’.

Idealnya, kita mesti membuat program yang tidak dapat dilakukan masyarakat setempat.

Misalnya, masyarakat mengalami permasalahan hukum, maka mahasiswa fakultas hukum hadir untuk mewadahinya.

Hasil observasi teman-teman di lapangan, didapat masyarakat yang mengeluh persoalan hewan ternaknya yang sakit-sakitan hingga mati, maka mahasiswa biologi dan peternakan hadir memecahkan masalah tersebut. Atau paling tidak, misalnya menjadi mediator mendatangkan penyuluh dari Dinas Peternakan.

Jika hanya membuat rambu jalan, tempat sampah dan pengecatan batas desa, masyarakat pun bisa melakukannya. Bisa jadi, lebih estetik dari pada mahasiswa KKN.

Mari kita tepis anggapan bahwa KKN sebatas menuntaskan program kerja, pemenuhan SKS, apalagi ajang untuk menumbuhkan benih-benih cinta.

Bung, KKN bukan akronim kuliah kerja ngebolang.

Andi Imran, Mahasiswa UINAM

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top