Opini

Memaknai Jurnalisme Era Digital, Peluang dan Transformasi

penulis

*Oleh Muh. Imran

OPINI, EDUNEWS.ID – Dalam tulisan ini menjelaskan tentang bagaimana jurnalisme di era 1990 yang kemudian bertransformasi ke era digitalisasi yang mengharuskan jurnalisme mengikuti algoritma digital hari ini dan bertransformasi menjadi media-media online.

Media konvensional seperti surat kabar, tabloid, radio, televisi, dan yang lainya pada era 90 an sangat membantu publikasi informasi suatu peristiwa masyarakat, sehingga media konvensional pada era 90 an sangatlah menjadi penentu opini publik.

Olehnya pada era 1990 itu media didefinisikan “melaporkan peristiwa yang telah terjadi” berubah makna menjadi “ melaporkan peristiwa yang sedang terjadi” (Haryanto, 2014).

Perubahan makna atau transformasi makna itu kemudian menjadi tantangan media konvensional untuk menjawab bahwa penyesuaian dengan era digital itu bisa dijawab dengan menghadirkan informasi atau melaporkan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi atau trending topik.

Bila kita meninjau dari proses perkembangan jurnalisme konvensional yang memiliki peluang dan tantangan untuk bertransformasi menjadi media online, dimana history era orba yang kemudian membatasi media-media untuk memberitakan peristiwa atau kejadian yang penting diketahui oleh publik.

Berdasarkan analisis penulis dari beberapa artikel, jurnal dan referensi terkait lainnya, bahwa media konvensional mendapatkan tantangan yang sulit untuk penyesuaian, tetapi pada aspek lain menjadi peluang media untuk bertransisi pada era digital hari ini.

Olehnya penulis mencoba memberikan perspektif dalam tulisan ini dengan hasil analisis dari era 90-an sampai era digital dimana media massa yang kemudian semakin tertinggal.

Tantangan media massa konvensional seperti; pertama di era digital semuanya berbasis internet yang tentu algoritma berbeda dengan era 90-an, kedua khalayak juga yang berbeda secara, zaman, kebiasaan, karakteristik, mentalitas pembaca berbeda, dan pada fasilitas yang sangat kontras dimana konvensional semisal majalah, koran dan tabloid bisa didapatkan beberapa hari setelah peristiwa.

Sedangkan pada era digital sangat berbeda, dimana pertama semua yang berbasisi digital ada pada geganggaman. Kedua kecepatan informasi berbeda. Ketiga sangat kontras dengan kecepatan informasi yang didapatkan oleh publik atau khalayak.

Khalayak sebagai pembaca dengan ketertarikan khalayak sekarang, jelas akan bosan atau tidak tertarik dan pasti akan memilih yang mana lebih efektif dan cepat dalam menyediakan informasi, sehingga media konvensional punya alasan untuk bertransformasi dengan risiko serta memanfaatkan peluang yang ada.

Peluang tersebut yakni menjelmakan dirinya menjadi konvergensi media berbasis internet untuk tetap menjaga eksistensinya sebagai media untuk melaporkan atau menginformasikan peristiwa.

Sehingga Korporasi media yang besar telah berhasil mentransformasi dirinya menjadi korporasi media yang meliputi media cetak, media radio, televisi, portal berita dan sebagainya yang berbasis Internet dalam konsep konvergensi media.

Dengan digitalisasi media akan memudahkan khalayak mengakses dan juga memudahkan untuk mencari informasi peristiwa atau kejadian tertentu lainnya, sebagaimana merujuk kepada makna atau arti dari konvergensi itu sendiri Teori Konvergensi Media diperkenalkan Henry Jenkins dalam bukunya Convergence Culture:Where Old and New Media Collide tahun 2006.

Teori yang akan mengubah pada segala aspek bila hal yang baru kemudian tidak bisa menyesuaikan dengan kebaruan zaman yang ada, khususnya di era digitalisasi hari ini yang jelas berbeda dengan era 90-an, sehingga media konvensional harus mengambil peluang untuk bertransisi ke Konvergensi Media berbasis internet untuk memuaskan informasinya, yang mengubah interaksi manusia dengan lembaga-lembaga sosial seperti pemerintah, lembaga pendidikan, dan sistem perdagangan.

Menurut Luwi Ishwara dalam bukunya Jurnalisme Dasar (2017), ciri-ciri jurnalisme adalah: skeptis, dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti : Ragu-ragu atau tidak percaya.

Studi kasus salah satu media di Indonesia, yaitu; Kompas merupakan salah satu media yang cukup tua atau lama yang sudah berdiaspora dari masa orde baru sampai sekarang masih menjaga integritasnya sebagai media yang cukup kuat dalam pemberitaan investigasinya.

Kompas yang sudah berusia 53 tahun penerbitannya telah bertransisi ke media internet yang telah banyak dikenal oleh masyarakat apalagi telah menjadi media teknologi internet untuk pemberitaan. Kompas sekarang ini menjadi koran mainstream dalam memberitakan peristiwa atau hal-hal yang kemudian perlu untuk diketahui oleh publik atau khalayak dengan berlandaskan pada 5 W+ 1 H.

Kompas memberikan edukasi dengan deskripsi dengan idealisme media yang kuat sehingga bisa menjaga atau mengawetkan keberadaanya sebagai media, di sisi yang lain kompas juga menjadi berpengaruh (influence) dengan menjadi institusi bisnis ataupun multibisnis yang tetap menjaga kuat idealisme yang bertahan sampai hari ini.

Kompas yang dikenal sebagai jurnalisme makna yang kemudian wartawan-wartawan nya bisa menjaga penyajian-penyajian makna dalam berita yang tetap menjaga nilai dan pesan yang ingin di syiarkan atau diinformasikan kepada publik, sehingga kepentingan publik itu tetap terjaga dan seimbang sebagai informasi.

Ojong dan Jakob Oetama sebagai pendiri sekaligus pengawas media kompas telah berhasil menjaga keutuhan kompas sebagai media. Kembuai melihat dari pengertian atau definisi jurnalisme media berasal dari kata journal artinya catatan mengenai kejadian sehari-hari. Jurnalisme merupakan kegiatan mengumpulkan berita fakta yang penting untuk diinformasikan kepada publik, dari bidang hukum, politik, ekonomi, sosial dan lain-lain.

Walau saat ini jurnalisme memiliki pergeseran seperti perkataan Ortholite “ Kalau anjing menggigit orang itu bukan berita, kalau orang menggigit anjing itu baru berita” itulah realitas yang menjadi pergeseran jurnalisme hari ini yang jelas menjadi tantangan juga bagi media jurnalisme yang bertransformasi ke media online (internet).

Perkembangan teknologi jelas menjadi peluang bagi media massa konvensional menjadi media online berbasis internet, peluang transformasi perlu dijawab dengan melihat peluang dan resikonya sehingga dan menjaga integritas pemberitaan sebagai media jurnalisme yang memberikan informasi kepada khalayak

Dan juga era digital yang kemudian menjadi pijakan teori dan filosofi untuk pemberitaan yang jelas dan terarah ke depan dan berpihak kepada kepentingan umum atau masyarakat. Karena digital juga menjadi sebab dan akibat perkembangan zaman dan membawa perubahan jurnalisme konvensional menjadi media digital.

Sehingga Jurnalisme Multimedia harus bisa menjawab zaman dengan menjaga integritas sebagai media untuk memberikan informasi kepada khalayak yang aktual, faktual, penting dan informasi untuk publik.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top