Opini

Perlukah Mendukung LGBT?

*Oleh Yusril

OPINI, EDUNEWS.ID – Negara Hukum (Rechtsstaat) adalah salah satu identitas dari Negara Republik Indonesia. Konsekuensinya adalah segala macam tindakan yang dilakukan harus berdasar dengan hukum.

Singkatnya, aktivitas yang boleh dilakukan adalah tindakan tindakan yang punya legalitas serta tidak bertentangan dengan hukum positif. 

Begitupun hukum akan terus berkembang mengikuti perkembangan zaman untuk mengatur segala macam kepentingan. Termasuk mengantisipasi dampak dari tindakan yang belum diatur yang mungkin akan mengancam ketentraman dan keharmonisan hidup berbangsa dan bernegara. 

Isu faktual yang saat ini menjadi perdebatan yakni eksistensi homoseksual yang diperankan oleh kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Mereka yang pro karena melihat LGBT bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang melekat pada setiap diri manusia.

Bagi yang kontra melihat LGBT bertentangan dengan norma kesusilaan, norma budaya dan agama, serta menganggap kaum LGBT adalah sebuah kelainan dan penyakit yang seyogyanya diobati, bukan dilindungi.

Di Indonesia, belum terdapat aturan yang berlaku secara nasional mengenai LGBT. Olehnya itu keberadaannya masih dianggap punya legalitas. Namun di daerah tertentu, LGBT resmi dilarang.

Di Kota Makassar, aturan  tentang LGBT semenetara penggodokan. Ketika peraturan ini disahkan maka menjadi langkah preventif menanggulangi dampak dari LGBT di Makassar.

Jika menggunakan pendekatan HAM, maka keberadaan LGBT dinilai sebagai sebuah kelompok yang memiliki sikap dan gaya hidup yang harus dilindungi karena merupakan suatu hak dan sebuah kebebasan berekspresi.

Hak tersebut dijamin UUD 1945 pada Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Selanjutnya, pada ayat (3) dinyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Kelompok LGBT di bawah payung ‘Hak Asasi Manusia’ meminta masyarakat dan Negara untuk mengakui keberadaan komunitasnya. Apabila kita melihat hukum positif Indonesia pun telah menjamin hak tersebut dalam Pasal 28 J bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta dalam menjalankan hak dan kebebasannya.

Kemudian, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Tak hanya itu, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia lebih detail mengatur kebebasan berekspresi tersebut dalam Pasal 22 ayat (3) menyebutkan “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”.

Selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 70 yang menyatakan “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

Namun dengan regulasi-regulasi di atas tidak boleh dijadikan dasar melegalkan LGBT. 

Memang benar, setiap manusia mempunyai kebebasan masing–masing. Tetapi diperlukan telaah lebih utuh bahwa kebebasan yang dimiliki tetap memiliki batasan-batasan. Apakah kebebasan tersebut bersinggungan ajaran agama, kesusilaan, kepentingan umum, hingga keutuhan bangsa sebagaimana yang tertuang pada Pasal 73 Undang-Undang HAM.

LGBT tidak memperoleh tempat dalam ruang-ruang agama dan kesusilaan. LGBT juga sulit diterima sebab dapat mengganggu ketertiban umum. 

Dari tinjauan kepentingan dimana perilaku LGBT dianggap menodai kemurnian budaya, kenormalan perilaku dan identitas negara sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai budaya serta religiusitas, maka seyogyanya penegakan hukum harus lebih tegak.

Besarnya penolakan LGBT mengarah pada satu kesimpulan bahwa masyarakat Indonesia merasa keamanan dan ketertiban mereka terancam sehingga bertentangan dengan Pasal 28 (A) hingga 28 (I).

Pasal di atas lalu diperkuat Pasal 30 yakni “Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”.

Terlebih perilaku dan orientasi kaum LGBT ingin melegalkan perkawinan sesama jenis yang notabe melanggar kaidah perkawinan serta nilai yang terkandung didalamnya.

Indonesia sebagai negara berdaulat dan memiliki hukum tersendiri telah mengatur dengan jelas dalam Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yakni ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Tuhan menciptakan semesta dengan berbagai macam keragaman dan perbedaan, dan tujuan tersebut sejalan dengan pandangan berbagai agama yakni untuk mencapai keharmonisan dan ketentraman hidup. 

Ketika suatu perbedaan mengancam keharmonisan dan ketertiban maka seyogyanya harus segera ditindak. Sebab perbedaan baru bisa ditoleransi hanyalah perbedaan yang bersifat memberi kebaikan dalam masyarakat.

Maka regulasi seperti Raperda Anti LGBT godokan DPRD Makassar adalah hal yang memang sudah semestinya dilakukan dan perlu mendapat dukungan.

Yusril, Ketua Umum IMM FH UNHAS

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top