Opini

Sederet Kekeliruan Habib Kribo Perihal Purnawirawan TNI

Tangkapan layar Chanel YouTube Habib Kribo.

*Oleh Andi Batara

OPINI, EDUNEWS.ID – Ramai belakangan ini, seorang yang menyebut dirinya Habib mengkritik puluhan purnawirawan TNI.

Habib Kribo komplain terhadap puluhan purnawirawan yang menyatakan sikap politiknya mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden pada Pilpres 2024 mendatang.

Habib Kribo menilai Purnawirawan tidak usah terlibat dalam dunia politik serta menganggap Anies tidak layak untuk didukung.

Tulisan ini berusaha untuk menjawab tudingan-tudingan sang Habib, sekaligus meluruskan berbagai kekeliruan yang dialamatkan kepada Purnawirawan dan Anies.

Pertama, Habib Kribo keliru dalam memahami esensi Sapta Marga dan Sumpah Prajurit TNI.

Dalam pernyataannya, Habib Kribo menilai dukungan 80 Purnawirawan terhadap Anies bertolak belakang dengan nilai yang ada pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.

Namun pernyataan Habib dibagian ini, penuh dengan ketidakjelasan.

Hal ini dikarenakan Habib tidak menyebutkan satupun isi butir dari Sapta Marga dan Sumpah Prajurit yang dilanggar oleh purnawirawan ketika mendukung Anies.

Sehingga pernyataan Habib Kribo sesungguhnya menyesatkan dirinya sendiri.

Kedua, dibagian pembuka video Habib Kribo, nampak jelas dirinya membaca teks.
Saya dan penonton seketika merasa ada yang janggal.

Memang di bagian awal video tersebut narasi yang disampaikan Habib Kribo tampak ‘rapi’. Dari sini pula, saya mulai meragukan kemampuan Habib dalam membangun narasi.

Habib yang nampak membaca teks dapat diartikan bahwa narasi yang dibacakan merupakan ‘narasi pesanan’.

Wah, jika benar konten Habib di bagian ini adalah pesanan, lalu siapa pemesannya? Pertanyaan ini berpotensi terjawab di paragraf berikutnya.

Ketiga, Habib Kribo menilai seorang Purnawirawan tidak perlu terjun dalam dunia politik.

Habib menyarankan dengan ‘keras’ agar purnawirawan netral atau tidak berpihak meski telah berstatus purna.

Kelirunya adalah narasi yang dibangun Habib seolah-olah seorang purnawirawan tidak boleh mengungkapkan sikap politiknya ke khalayak publik.

Pernyataan habib ini bisa masuk dalam kategori ‘berbahaya’ sebab bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang kita anut selama ini.

Nilai demokrasi yang dimaksud penulis yakni setiap warga negara memiliki hak memilih dan berekspresi.

Dari sini kita tahu, Habib Kribo tidak hanya keliru memahami sapta marga dan sumpah prajurit, tetapi juga gagal dalam memahami konsep demokrasi kita.

Padahal sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa ketika purna atau pensiun, seseorang kembali menjadi warga sipil sehingga dapat lebih merdeka untuk mengekspresikan pandangan politiknya, berbeda saat masih berstatus sebagai TNI Aktif.

Namun yang dikatakan Habib dalam video tersebut membentuk persepsi ‘keliru’. Baginya, purna dilarang berpolitik.

Lagipula, jika Habib kecewa dengan purnawirawan yang dinilai berpolitik, mestinya Habib Kribo lebih kecewa dan menyayangkan purnawirawan yang saat ini menjadi menteri di Istana seperti Luhut dan Prabowo.

Dari fakta ini, Habib Kribo menunjukkan sikap politiknya dengan hanya menyerang Purnawirawan yang mendukung Anies, tapi mendiamkan purnawirawan yang berada di lingkungan petahana.

Keempat, narasi yang sering diulang Habib adalah politik identitas yang dilekatkan pada Anies Baswedan.

Hampir sama dengan bagian lainnya, narasi tersebut juga tidak menunjukkan bahwa Habib memahami dengan baik tentang Politik Identitas.

Pemahaman Habib perihal konsep ‘Politik Identitas’ semata-mata hanya disandarkan atas perasaan kebenciannya terhadap Anies.

Politik identitas yang diketahui Habib Kribo hanya berputar pada narasi ‘anti pancasilais’ dan pemecah NKRI, tidak lebih dan tidak kurang dari itu.

Berbagai tudingan diatas sejatinya menunjukkan kualitas Habib Kribo.

Narasi-narasi yang dibangun, yang dimaksudkan untuk menasehati dan mengoreksi sikap politik Purnawirawan, justru dibaca publik sebagai sikap politik yang lahir dari kebencian berlebih terhadap sosok Anies.

Singkatnya, apa yang dikatakan Habib perihal Anies tidak lain hanyalah ekspresi kebencian.

Habib Kribo menilai Anies tidak punya jasa, baik sebagai warga negara maupun saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Tidak hanya itu, Habib Kribo juga tidak mengakui kakek Anies sebagai pahlawan nasional.

Lantas, wajarkah seorang Habib mengeluarkan pernyataan kebencian yang membabi buta?

Apalagi jamak diketahui, Habib Kribo lebih banyak berbicara tentang politik dibanding persoalan agamawi.

Rasa-rasanya, Habib Kribo lebih cocok menjadi pengamat politik.

Dari Habib Kribo, publik bisa belajar bahwa gelar Agamawan bisa saja disalahgunakan untuk menipu dan memanipulasi persepsi dan opini publik, untuk kepentingan tertentu.

Pada akhirnya, konten Habib Kribo menyisakan satu pertanyaan besar, mengapa Habib Kribo nampak berani mengatakan semua itu.

Berani mengatakan Anies anti pancasila, Anies pemecah NKRI, mengklaim Purnawirawan murahan dan bisa dibeli hingga kakek Anies dinilainya bukan pahlawan nasional.

Pada cuplikan videonya, Habib Kribo mengatakan:

“Ada Polri aktif yang mendukung pekerjaan saya, ada purnawirawan yang menjaga dirinya”.

Bagi penulis, pernyataan Habib Kribo di atas menandakan bahwa konten kebencian yang dibuatnya, bisa saja memperoleh dukungan dari pihak-pihak yang disebutkan.

Siapa itu? Mari sama-sama menebak hehehe.

Andi Batara, Relawan KITA

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top