EDUNEWS.ID – Jejak karbon adalah istilah yang semakin populer dalam pembicaraan tentang perubahan iklim dan keberlanjutan.
Jejak karbon merujuk pada jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan secara langsung atau tidak langsung oleh individu, organisasi, produk, atau kegiatan tertentu.
Pada dasarnya, jejak karbon adalah cara untuk mengukur dampak kita terhadap pemanasan global.
Mengenal Carbon Trading Indonesia
Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini sudah muncul Carbon Trading Indonesia atau perdagangan karbon.
Carbon Trading adalah salah satu upaya utama yang digunakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memerangi perubahan iklim global.
Konsep ini muncul sebagai respons terhadap meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan dan mengurangi jejak karbon yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia.
Carbon trading melibatkan pengaturan pasar dimana perusahaan atau negara dapat membeli atau menjual izin untuk menghasilkan karbon.
Hal ini, didasarkan pada sistem kuota emisi, di mana setiap entitas diberi jumlah maksimum karbon yang dapat mereka hasilkan.
Jika sebuah entitas mampu mengurangi emisi mereka di bawah batas ini, mereka dapat menjual sisa kuota mereka kepada pihak lain yang mungkin melebihi batas mereka.
CXR BRI merupakan platform yang bertujuan memfasilitasi dan mendemokratisasi perdagangan karbon, guna mengoptimalkan potensi pasar karbon di Indonesia.
Bagaimana Jejak Karbon Diukur?
Jejak karbon diukur dalam satuan metrik ton CO2 atau ekivalen CO2 (eCO2). Hal ini mencakup emisi berbagai gas rumah kaca, seperti CO2, metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O), yang dikonversi ke dalam jumlah CO2 yang setara dalam hal potensi pemanasan global.
Pengukuran jejak karbon melibatkan evaluasi emisi yang disebabkan oleh:
Konsumsi Energi: Baik langsung (misalnya, bahan bakar yang digunakan untuk mengemudi mobil) maupun tidak langsung (misalnya, energi yang digunakan untuk memproduksi barang yang kita konsumsi).
Transportasi: Emisi dari kendaraan bermotor pribadi, transportasi publik, dan transportasi barang.
Pangan: Jejak karbon makanan dipengaruhi oleh cara makanan diproduksi, dikemas, dan didistribusikan. Misalnya, makanan yang berasal dari jarak jauh atau memiliki rantai pasokan yang kompleks cenderung memiliki jejak karbon yang lebih besar.
Pembuangan Limbah: Pengelolaan sampah dan proses pembuangan limbah juga berkontribusi pada jejak karbon.
Pentingnya Memahami Jejak Karbon
Menyadari jejak karbon kita penting karena:
Pemahaman Terhadap Dampak: Dengan mengetahui jejak karbon kita, kita dapat memahami dampak langsung dari aktivitas kita terhadap perubahan iklim.
Menentukan Tindakan Perbaikan: Dengan mengetahui sumber utama emisi karbon kita, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk menguranginya.
Misalnya, dengan beralih ke energi terbarukan atau memilih kendaraan ramah lingkungan.
Mendorong Keberlanjutan: Perusahaan, organisasi, dan individu yang sadar jejak karbon cenderung memprioritaskan keberlanjutan dalam keputusan dan praktik bisnis mereka.
Bagaimana Mengurangi Jejak Karbon?
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi jejak karbon, antara lain:
Energi Terbarukan: Beralih ke sumber energi terbarukan seperti matahari, angin, atau hidro akan mengurangi emisi karbon.
Transportasi Berkelanjutan: Menggunakan transportasi umum, bersepeda, atau berjalan kaki daripada mengemudi mobil secara pribadi dapat mengurangi emisi karbon.
Konsumsi Berkelanjutan: Memilih produk lokal dan musiman, mengurangi konsumsi daging, dan mendukung praktik pertanian berkelanjutan dapat membantu mengurangi jejak karbon makanan.
Manajemen Limbah: Mendaur ulang, mengurangi, dan membatasi limbah dapat membantu mengurangi emisi karbon dari proses pembuangan sampah.
Jejak karbon adalah alat penting dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim.
Dengan kesadaran dan tindakan yang tepat, setiap individu dan organisasi memiliki potensi untuk mengurangi jejak karbon.
(***)
