JAKARTA, EDUNEWS.ID – Sebuah terobosan sekaligus potensi polemik baru mencuat dari Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT).
Setelah sekian lama digulirkan, dana desa kini secara resmi bisa dijadikan jaminan untuk pinjaman Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih). Namun, hanya 30% dari dana desa yang boleh digadaikan
Menteri Desa PDT, Yandri Susanto, memastikan aturan main ini akan segera diteken dalam Peraturan Mendes PDT yang dijadwalkan terbit akhir Agustus 2025.
“Jadi dana desa yang ada itu maksimal dia menjadi jaminan 30% saja,” tegas Yandri di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Selasa (29/7/2025).
Bayangkan, jika desa Anda punya dana Rp500 juta, maka hanya Rp150 juta yang boleh “dipertaruhkan” sebagai jaminan. Dan itu pun tidak bisa langsung ditarik tunai! Skema pinjaman ini dibuat bertahap, menghindari risiko penyelewengan dan memastikan dana benar-benar dipakai sesuai kebutuhan bisnis.
Peraturan Mendes PDT yang akan datang, yang mengacu pada Pasal 1 Ayat 5 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.49/2025, akan mengatur secara detail setiap langkahnya.
Proposal bisnis Kopdes Merah Putih harus “dibedah” habis-habisan dalam Musyawarah Desa Khusus (Musdesus). Ini bukan sekadar formalitas, karena Musdesus akan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), kepala desa, tokoh masyarakat, hingga pengurus koperasi.
Setiap poin harus disetujui bersama, setelah disetujui, uang pinjaman dari bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tidak akan mendarat di tangan koperasi dalam bentuk uang tunai.
“Koperasi tidak menerima uang cash. Misalkan dia mau bisnis pupuk, uang pupuk itu langsung dibayar ke Pupuk Indonesia, lalu Pupuk Indonesia yang kirim barang ke Kopdes,” ungkap Yandri.
Artinya, dana akan langsung disalurkan ke mitra usaha dalam bentuk barang atau jasa, bukan dana segar yang bisa “lenyap” entah ke mana.
Pengajuan pinjaman pun akan dilakukan bertahap, sesuai kebutuhan bisnis bulanan. Bahkan, model bisnis koperasi harus selaras dengan desain yang sudah disusun oleh Kementerian BUMN dan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Ini jaminan bahwa bisnis koperasi tidak akan “ugal-ugalan” dan tetap saling mendukung dalam ekosistem ekonomi desa.
Dana Desa Jadi Penyelamat Terakhir!
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah menyiapkan skenario terburuk. Melalui PMK No.49/2025 tentang Tata Cara Pinjaman dalam Rangka Pendanaan Kopdes/Kel Merah Putih, diatur dengan jelas, jika Kopdes Merah Putih “macet” membayar cicilan ke Bank Himbara, pemerintah bisa menggunakan dana desa untuk menutupi kekurangan tersebut.
Beleid ini juga menetapkan plafon pinjaman maksimal Rp3 miliar per koperasi, dengan bunga 6% per tahun dan tenor hingga 72 bulan. Ada masa tenggang 6-8 bulan sebelum cicilan dimulai bulanan.
Jadi, meskipun pintu pinjaman terbuka lebar, ada “palu godam” berupa risiko penarikan dana desa jika terjadi wanprestasi. Ini adalah pertaruhan besar bagi kemandirian ekonomi desa, antara peluang kemajuan dan potensi tergerusnya aset.
Apakah langkah ini akan menjadi motor penggerak atau justru bom waktu bagi keuangan desa? Waktu yang akan menjawab.
