JAKARTA, EDUNEWS.ID – Sebanyak 40 juta pekerja di Indonesia hanya mendapatkan gaji Rp5 juta ke bawah per bulan. Dengan gaji tersebut, para pekerja harus membiayai anggota keluarga yang banyak.
“Ada 40 juta pekerja, pekerja kelompok 40 persen terbawah memiliki upah hanya Rp 5 juta. Dan keluarga ini jumlahnya banyak. Bisa-bisa kalau dibagi habis ke 5 orang, kira-kira Rp 1 juta per bulan,” ungakp Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Peluncuran Sistem Data Regsosek di Gedung Dhanapala, Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Suharso juga mengungkap 10 juta orang Indonesia berpendapatan di atas Rp23 juta dengan jumlah anggota keluarga lebih sedikit dibandingkan kelompok 40 juta pekerja dengan gaji terbawah.
“Kalau kelompok yang 10 persen, 10 juta orang dengan pendapatan di atas Rp 23 juta dan keluarganya lebih sedikit. Jadi lebih kaya, jumlah anggota household, rumah tangganya bisa di bawah 3 orang,” ungkapnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira buka suara terkait alasan 40 juta pekerja hanya mendapatkan gaji Rp5 juta ke bawah. Bhima mengungkap penyebab utama masalah tersebut adalah kegagalan pemerintah dalam membangun kebijakan industri yang kuat.
Menurutnya, hal tersebut terlihat dari terjadinya deindustrialisasi prematur alias penurunan kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang berulang dalam beberapa tahun.
“Ini akhirnya memicu terjadinya informalisasi berbagai sektor pekerjaan. Jadi sektor formalnya menyusut sementara banyak di sektor jasa yang bekerja tanpa jaminan sosial bahkan bekerja dengan gaji di bawah upah minimum,” kata Bhima dilansir dari cnnindonesia pada Jum’at (21/6/2024).
Bhima mengungkap sektor usaha formal seperti manufaktur dan pengolahan juga semakin ambruk karena tidak mampu bersaing dengan banyaknya barang impor murah yang masuk ke Tanah Air, sehingga efisiensi biaya tenaga kerja harus dilakukan.
Bhima juga mengatakan UU Cipta Kerja juga membuat pekerja menjadi rentan karena kenaikan upah minimum yang kecil dan tak bisa mengimbangi kenaikan harga-harga barang.
Jika masalah tersebut tak diselesaikan, Bhima mengatakan cita-cita menjadi negara maju di 2045 akan sulit dicapai Indonesia.
“Ini hanya sekedar impian pepesan kosong selama masih banyak kelas menengah yang masuk kategori sangat rentan,” imbuhnya.
Senada dengan itu itu, Nailul Huda, Pengamat CELIOS mengungkap masalah yang paling dasar adalah pasar tenaga kerja yang melimpah tetapi lapangan kerja sedikit. Kombinasi kedua kondisi tersebut lah yang menekan pendapatan tenaga kerja.
“Sesuai hukum permintaan penawaran ya harga akan semakin dapat ditekan oleh pengusaha. Artinya pasar tenaga kerja kita adalah oligopsoni,” ungkapnya.
Nailul menambahkan, jika kondisi itu terus terjadi kemiskinan pun tidak akan teratasi dengan pendapatan Rp5 juta ke bawah karena kesejahteraan dari pekerja akan semakin jauh dari kata ideal.
Kondisi demikian akan berbahaya bagi target Indonesia Emas 2045, sambungnya. Karena pendapatan pekerja hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari tanpa ada peluang untuk naik kelas kesejahteraan.
“Mungkin bisa PDB per kapita tinggi, namun yang terjadi ketimpangan pendapatan akan semakin lebar,” imbuhnya.
