JAKARTA, EDUNEWS.ID — Peringatan ulang tahun ke-63 Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, diwarnai aksi unik dari Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI).
Puluhan papan bunga berjejer di depan Gedung Kementerian Keuangan, Selasa 26 Agustus 2025 di Jakarta Pusat, dengan berbagai pesan kritis. Salah satu yang paling mencolok bertuliskan: “Kapan Kami Dapat Tukin Bu?”.
Aksi ini menjadi simbol keresahan ribuan dosen di Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) dan Badan Layanan Umum (PTN-BLU) yang hingga kini tidak menikmati hak tunjangan kinerja (tukin). Padahal, regulasi pemerintah melalui Permendikbud No. 49/2020 telah menegaskan bahwa dosen ASN berhak memperoleh tunjangan tersebut.
Menurut ADAKSI, persoalan ini bukan sekadar keterbatasan fiskal negara, tetapi juga mencerminkan buruknya tata kelola keuangan di PTN-BH dan BLU remunerasi. Skema remunerasi dinilai tidak tepat sasaran, di mana tunjangan lebih banyak dinikmati oleh pejabat kampus, sementara dosen fungsional biasa justru tertinggal jauh.
“Masalahnya bukan negara tidak mampu, tetapi pengelolaan keuangan di kampus yang tidak berpihak pada dosen. Padahal dosen adalah ujung tombak pendidikan tinggi, bukan sekadar pelengkap birokrasi,” ujar salah satu koordinator aksi.
ADAKSI menegaskan bahwa ketidakadilan ini sudah berlangsung lama. Selain tidak jelasnya pembayaran tukin, dosen juga masih menghadapi stagnasi tunjangan fungsional yang tidak pernah naik sejak 2007. Kondisi ini, menurut mereka, menyebabkan beban hidup dosen semakin berat, menurunkan motivasi, hingga mengancam kualitas riset dan pembelajaran di kampus.
Aliansi menuntut pemerintah segera membenahi sistem kesejahteraan dosen dengan lima langkah konkret:
1. Menghentikan diskriminasi tukin dan menerapkan prinsip Tukin for All bagi seluruh dosen ASN, baik Satker, BLU, maupun BH.
2. Menaikkan tunjangan fungsional agar sesuai inflasi dan sebanding dengan profesi setara.
3. Membayar utang tukin 2020–2024 yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
4. Mereformasi skema PPPK dosen agar kontrak diperpanjang hingga pensiun bagi yang berkinerja baik.
5. Mengakhiri kapitalisasi pendidikan tinggi yang selama ini membebani mahasiswa melalui UKT yang kian mencekik.
Total 63 papan bunga utama—melambangkan usia Sri Mulyani—ditambah 37 papan pendamping, menjadi cermin nurani publik bahwa di balik megahnya APBN dan jargon reformasi fiskal, masih ada ketidakadilan yang dialami para dosen. Pesan-pesan di papan bunga itu menohok, mulai dari “Bayar Hak Tukin Kami”, “Dosen Bukan Tenaga Kerja Biasa”, hingga “Hentikan Diskriminasi Dosen ASN”.
“Kami tidak anti reformasi, tapi menolak diskriminasi. Pendidikan tinggi tidak boleh jadi komoditas. Konstitusi jelas: negara wajib mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan membebankan rakyat,” tegas Dr. Fatimah, Ketua Umum ADAKSI, menutup aksi tersebut.
