Liputan Khusus

Kenaikan Anggaran DPR Mengkhianati Prinsip Keadilan Fiskal

JAKARTA, EDUNEWS.ID — Sebuah disonansi moral yang mencolok kini menjadi sorotan publik. Di tengah jeritan ekonomi yang masih membelit masyarakat, dengan inflasi yang menggerus daya beli dan lapangan kerja yang terbatas, sebuah ironi pahit muncul dari  senayan.  Anggaran Lembaga Perwakilan Rakyat (MPR, DPR, dan DPD) justru mengalami lonjakan fantastis.

Data yang dirilis oleh Indonesia Budget Center (IBC) hari ini, Senin 25 Juni 2025 ( https://edunews.id/news/kritik-keras-ibc-anggaran-lembaga-perwakilan-rakyat-naik-56-dalam-setahun/ ) menunjukkan bahwa rata-rata anggaran ketiga lembaga tersebut melonjak dari Rp8,03 triliun per tahun pada 2023–2024 menjadi Rp12,50 triliun per tahun pada 2025–2026. Ini adalah kenaikan drastis sebesar 55,7%, sebuah angka yang sulit dinalar di saat rakyat diminta mengencangkan ikat pinggang.

Kenaikan anggaran ini tidak terjadi secara merata. IBC menemukan bahwa DPR RI menjadi penerima manfaat terbesar dengan peningkatan anggaran mencapai 68%, atau setara dengan tambahan Rp4,02 triliundi tahun 2025. Angka ini jauh melampaui kenaikan di DPD RI (9%-38%) dan MPR RI (5%-16%).

Lonjakan ini, menurut analisis IBC, bukan dialokasikan untuk memperkuat fungsi legislasi atau pengawasan yang lebih baik, melainkan lebih banyak digunakan untuk belanja internal seperti tunjangan, fasilitas, dan program kelembagaan.

Ketika Kue APBN Salah Alamat

Kenaikan anggaran legislatif yang fantastis ini menjadi lebih ironis ketika kita membandingkannya dengan alokasi anggaran di sektor-sektor yang secara langsung menyentuh kehidupan rakyat.

1. Pendidikan: Investasi Jangka Panjang yang Kerap Dikorbankan

Pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa. Anggarannya diatur dalam konstitusi, yaitu 20% dari total APBN. Namun, meskipun secara nominal besar, alokasinya sering kali terhambat oleh birokrasi, tumpang tindih program, dan pemotongan anggaran. Fasilitas pendidikan di daerah terpencil masih jauh dari layak, ribuan guru honorer berjuang dengan upah minim, dan akses terhadap pendidikan berkualitas masih menjadi kemewahan bagi sebagian besar rakyat (Kementerian Keuangan, 2024).

Ketika anggaran pendidikan menghadapi tantangan ini, kenaikan anggaran legislatif sebesar Rp4,47 triliunterasa bagai pemborosan. Bayangkan jika dana tambahan tersebut dialihkan: bisa digunakan untuk membangun ratusan sekolah baru, meningkatkan kesejahteraan guru honorer, atau menyediakan beasiswa bagi ribuan pelajar kurang mampu.

2. Perlindungan Sosial: Jaring Pengaman yang Rapuh

Anggaran perlindungan sosial adalah jaring pengaman bagi masyarakat miskin dan rentan. Di tengah inflasi dan sulitnya mencari pekerjaan, program-program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi harapan terakhir bagi jutaan keluarga. Namun, alokasi untuk pos ini sering kali terbatas, bahkan sering kali menghadapi kendala dalam penyalurannya. Menurut data BPS, tingkat kemiskinan di Indonesia masih menjadi tantangan serius, yang seharusnya menjadi prioritas utama alokasi anggaran.

Di saat rakyat berjuang memenuhi kebutuhan dasar, alokasi anggaran untuk tunjangan dan fasilitas wakil rakyat justru meningkat. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah prioritas pemerintah adalah menyejahterakan pejabat atau melindungi rakyat dari kemiskinan?

3. Kesehatan: Kesenjangan yang Terus Melebar

Sektor kesehatan juga menghadapi tantangan besar. Meskipun anggaran naik setiap tahun, kesenjangan layanan antara perkotaan dan pedesaan masih sangat lebar. Antrean panjang di rumah sakit, ketersediaan fasilitas medis yang tidak merata, dan kurangnya tenaga ahli di daerah terpencil menjadi masalah kronis (Kementerian Kesehatan, 2024).

Di tengah perjuangan para tenaga medis untuk memberikan layanan terbaik dengan sumber daya terbatas, kenaikan fantastis pada anggaran legislatif terasa tidak sensitif. Anggaran sebesar Rp4,02 triliun yang dinikmati DPR bisa dialokasikan untuk membangun puluhan puskesmas baru, membeli peralatan medis canggih, atau meningkatkan gaji para perawat dan dokter di daerah-daerah terpencil. Namun, opsi tersebut tampaknya tidak menjadi prioritas.

4. Subsidi: Beban Rakyat, Keistimewaan Pejabat

Pemerintah sering kali beralasan bahwa subsidi (energi, pupuk, dll.) harus dikurangi demi efisiensi fiskal. Kebijakan ini, meskipun pahit, sering kali diterima publik dengan pemahaman bahwa penghematan ini untuk kepentingan yang lebih besar. Namun, ironisnya, penghematan dari pos subsidi seolah-olah ditutup dengan pembengkakan anggaran untuk sektor legislatif. Kenaikan anggaran yang disorot oleh IBC menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan tidak memiliki konsistensi. Saat rakyat diminta menanggung beban dari pencabutan atau pengurangan subsidi, para wakilnya justru menikmati kue anggaran yang semakin besar.

Menggerus Kepercayaan dan Akuntabilitas

Pada akhirnya, isu ini jauh lebih besar daripada sekadar angka di atas kertas. Ini adalah soal kepercayaan. Ketika wakil rakyat yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan aspirasi publik justru terlihat mengabaikan kesulitan rakyat demi kenyamanan pribadi, jurang kepercayaan antara rakyat dan elit politik semakin dalam. Demokrasi yang sehat tidak bisa dibangun di atas fondasi ketidakpercayaan.

IBC mendesak langkah-langkah konkret untuk mengembalikan akuntabilitas:

  1. Transparansi Anggaran: Rincian anggaran harus dibuka ke publik.
  2. Evaluasi Kebutuhan Nyata: Kenaikan anggaran harus didasarkan pada kinerja yang jelas, bukan selera.
  3. Refocusing untuk Kepentingan Publik: Anggaran yang membengkak harus dialihkan untuk sektor pelayanan publik.

Pernyataan Arif Nur Alam, Ketua IBC, “Legislator adalah wakil rakyat, bukan wakil anggaran untuk diri sendiri,” adalah sebuah pengingat yang menyentuh inti permasalahan. Ini adalah pengingat bahwa kekuasaan datang dengan tanggung jawab besar, dan mandat dari rakyat harusnya digunakan untuk melayani, bukan untuk memperkaya diri. Jika para wakil rakyat gagal memahami esensi ini, mereka tidak hanya mengkhianati amanat, tetapi juga mengikis fondasi moral dari bangsa ini.

Tim Redaksi

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kerjasama dan Mitra silakan menghubungi 085171117123

Kirim Berita

  • redaksi@edunews.id
  • redaksiedunews@gmail.com

ALAMAT

  • Branch Office : Gedung Graha Pena Lt 5 – Regus – 520 Jl. Urip Sumoharjo No. 20, Pampang, Makassar Sulawesi Selatan 90234
  • Head Office : Plaza Aminta Lt 5 – Blackvox – 504 Jl. TB Simatupang Kav. 10 RT.6/14 Pondok Pinang Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12310. Telepon : 0411 366 2154 – 0851-71117-123

 

To Top