Pembaca : 156
JAKARTA, EDUNEWS.ID – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, yang akrab disapa Winny, membantah tudingan bahwa lembaganya merekayasa data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 dan garis kemiskinan. Bantahan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI pada Selasa (26/8/2025).
Perhitungan PDB Sesuai Standar Internasional
Winny menegaskan bahwa perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) BPS mengikuti standar internasional dan diawasi ketat. Metodologi yang digunakan mengacu pada panduan dari Komisi Statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga internasional lainnya, termasuk System of National Accounts (SNA)untuk PDB dan Consumer Price Index Manual untuk inflasi.
Ia juga menyoroti pengakuan internasional terhadap kredibilitas BPS, di mana PBB mempercayakan BPS sebagai UN Regional Hub on Big Data and Data Science for Asia and Pacific. Bahkan, sejumlah negara seperti Nigeria, Vietnam, Ghana, dan Turki belajar metode statistik dari Indonesia.
Saat ini, BPS berada di peringkat ketiga di Asia Tenggara dalam hal keterbukaan data statistik, setelah Malaysia dan Singapura.Terkait perbedaan data pertumbuhan ekonomi BPS sebesar 5,12 persen dengan perkiraan ekonom yang berkisar 4,6 hingga 4,9 persen, Winny menjelaskan bahwa perbedaan tersebut wajar.
Menurutnya, setiap lembaga memiliki model dan asumsi yang berbeda. Ia memastikan data BPS dapat dipertanggungjawabkan dan akan dibahas lebih lanjut dalam forum khusus bersama para pakar.
Klarifikasi Isu Garis Kemiskinan
Selain isu PDB, Winny juga mengklarifikasi tudingan di media sosial yang menyebut BPS sengaja menurunkan garis kemiskinan untuk memperbaiki angka. Ia membantah tudingan tersebut dan menekankan pentingnya literasi statistik di masyarakat.
Menurut data BPS, garis kemiskinan nasional per Maret 2025 ditetapkan sebesar Rp609.160 per orang per bulan, naik dari periode sebelumnya. Namun, Winny menekankan bahwa pengukuran yang tepat harus dilihat pada tingkat rumah tangga. Sebuah rumah tangga dianggap berada di atas garis kemiskinan jika pengeluarannya minimal Rp2,87 juta per bulan.
Winny menambahkan, berada sedikit di atas garis kemiskinan tidak lantas membuat sebuah rumah tangga masuk kategori kaya. Masih ada lapisan rentan miskin, menuju menengah, hingga kelas menengah yang perlu dipahami agar tidak terjadi salah tafsir data.
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang atau 8,47 persen dari total penduduk. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 0,2 juta orang dibandingkan September 2024.
Meskipun demikian, kesenjangan antara desa dan kota masih terlihat, di mana tingkat kemiskinan di pedesaan mencapai 11,03 persen, jauh lebih tinggi dari perkotaan yang sebesar 6,73 persen. (**)