MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Umumnya, fenomena manusia silver di Makassar dapat ditemui pada sejumlah titik lampu merah di kota Makassar untuk meminta sumbangan kepada setiap pengendara yang melintas.
Namun, berdasarkan pantauan kru edunews.id manusia silver kini mulai merambah pada area publik lain, yakni tepatnya di depan gerai Alfamart Jalan Pacerakkang, Kecamatan Biringkanaya, Makassar, pada Jumat (20/6/25) malam hari.

Kolase Foto: Tampak manusia silver di depan gerai Alfamart Jalan Pacerakkang, Kota Makassar, Jumat (20/6/25).
Dalam aksinya, terlihat manusia silver yang hanya seorang diri sambil mengenakan topi hitam itu meminta sumbangan kepada para pengunjung yang telah selesai berbelanja di gerai tersebut.
Hal demikian menandakan, bahwa area aktivitas manusia silver semakin meluas. Lazimnya, hanya berpusat pada kawasan lampu merah (Traffic Ligh) perkotaan. Kini telah merambah hingga sudut perkotaan di Makassar.
Ketimpangan di Balik Kilauan Manusia Silver dalam Perspektif Sosiologis
Menurut Muh Asri Ketua Bidang PTKP HMI MPO Cabang Makassar, fenomena manusia silver yang makin marak di Makassar bukanlah sekadar tontonan jalanan, melainkan simbol nyata dari ketimpangan sosial dan keterbatasan ekonomi yang membelit masyarakat.
“Fenomena manusia silver yang marak di ruang publik Makassar bukanlah sekadar tontonan jalanan atau kreativitas ekstrem, melainkan simbol nyata dari ketimpangan sosial dan keterbatasan ekonomi yang tersembunyi di balik narasi pembangunan,” ungkapnya saat dihubungi via WhatsApp, Sabtu (21/6/25).
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa manusia silver umumnya berasal dari keluarga miskin yang tidak memiliki akses pada pendidikan yang memadai, pelatihan keterampilan yang relevan, atau pekerjaan formal yang layak.
Maka baginya, pemerintah dinilai perlu mengadopsi pendekatan yang lebih komprehensif, tidak hanya fokus pada penertiban, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat, dalam menangani fenomena ini.
“Sudah saatnya pemerintah mengatasi fenomena ini tidak hanya dengan penertiban, tetapi juga dengan memberdayakan masyarakat melalui pelatihan kerja, bantuan usaha mikro, dan akses pendidikan alternatif,” tambahnya.
Di akhir, ia menekankan bahwa penanganan manusia silver harus dilakukan dengan memahami ketimpangan sosial sebagai akar masalahnya, bukan hanya sekadar menjaga ketertiban umum, melainkan sebagai upaya pemulihan sosial yang komprehensif.
“Manusia silver adalah cermin dari masalah kota yang lebih besar, dan perlu ditangani dari akar untuk menyelesaikannya,” ulasnya.
“Sebab, mereka menjadi manusia silver bukan karena pilihan ideal, melainkan sebagai cara bertahan hidup dalam sistem yang bagi mereka gagal memberikan perlindungan sosial dan kesempatan ekonomi yang adil,” tutupnya.
