MAMUJU, EDUNEWS.ID – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami seorang guru sekaligus kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Mamuju Sulawesi Barat hingga kini belum menemui kejelasan penyelesaian hukumnya.
Melalui sambungan telepon, edunews.id mengkonfirmasi secara langsung bahwa kini korban telah resmi melapor ke pihak Kepolisian setempat pada Jumat (9/6/2023) siang kemarin.
Dari keterangan korban, pelaku adalah seorang satpam (security) yang bekerja di sekolah yang sama.
Adapun diduga bentuk pelecehan yang dialami korban adalah pelecehan seksual secara verbal (bahasa/ucapan) yang terjadi pada 30 Mei 2023 lalu.
Diketahui kejadian ini terjadi di sekolah dimana pelaku dan korban bekerja yakni Muhammadiyah Boarding School (MBS) At-Tanwir Mamuju, Jl Soerkarno Hatta, Kelurahan Karema, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.
Berikut Kronologi kejadian berdasarkan penjelasan korban:
Pada Selasa (30/5/2023) sekitar pukul 15.10 (menjelang salat Ashar) di sekolah, siswa mendatangi korban dan memberitahukan bahwa pelaku (satpam) menyuruhnya untuk berhubungan badan dengan guru/walinya. Suruhan tersebut disampaikan siswa secara verbal dan non verbal (isyarat).
Siswa korban kemudian mengatakan kepada korban ‘Coba bede kocok itu ibumu, pasti enak to dan kalau na ajak ko pasti mau ko. Besar itu anunya ibumu di’, lembut’.
Siswa yang diberitahu kalimat tersebut oleh satpam lalu menjawab “ais hancur ki pak satpam, istighfar ki pak satpam, tidak mau ka, ibu guru ku itu, dia ajarki”.
Pelaku tidak hanya menyampaikan kalimat-kalimat yang kurang pantas kepada siswa korban, tetapi juga memperlihatkan film/video dewasa kepada siswa.
“Dan anak-anak mengatakan sering di kasi nonton situs orang dewasa,” ucap korban kepada edunews.id.
Selain itu, pelaku juga menyuruh siswa korban membeli sesuatu yang menyerupai alat kelamin perempuan dari bahan karet.
Setelah mendengar hal tersebut, korban mengaku jengkel dan segera menyuruh semua siswa meninggalkan ruangan lantaran korban tidak ingin siswanya melihat dirinya marah.
“Setelah anak-anak melaporkan, saya dalam kondisi gemetar dan mencoba tetap tenang. Saya menyuruh anak-anak keluar kelas kemudian mengalihkan amarah dengan memukul meja,” jelas korban.
“Dan ternyata masih ada anak (siswa) di dalam kelas. Anak itu tidak terima saya sebagai gurunya diperlakukan seperti itu oleh satpam dan anak itu langsung berlari menuju satpam dan mengatakan ‘kenapa dibilangi begitu ibuku'” ujar korban.
Satpam itu pun menuju kelas menemui korban dan menyuruh anak-anak keluar lalu menutup pintu ruangan.
“Jangan disini karena masih ada anak-anak nanti pulang baru bicara sama kepsek,” kata korban kepada satpam yang menghampirinya.
Selanjutnya, korban langsung meninggalkan pelaku di ruangan kelas tadi.
“Saya pun langsung meninggalkan kelas untuk menghindari keributan, karena emosi saya yang masih memuncak,” ujar korban.
Setelah itu, korban menyampaikan kejadian yang dialaminya kepada Kepala Sekolah SD melalui WhatsApp.
“Saya pun menyampaikan kasus ini dan respon kepsek menyuruh saya tetap terlihat tenang agar tidak tampak cemas di hadapan anak-anak karena takut anak-anak mengadukan ini ke orang tuanya, sehingga orang tua tidak percaya lagi dengan satpam sekolah,” ucap korban.
“Saya pun mengiyakan dan memohon agar kasus ini segera ditindaklanjuti oleh pihak sekolah,” harap korban.
Pada Rabu (31/5/2023), korban menghubungi kembali Kepsek guna memastikan tindak lanjut pihak sekolah terkait dugaan pelecehan yang dialaminya.
“Saya menunggu panggilan namun tidak ada. Saya pun mengkonfirmasi ke kepsek melalui whatsapp dan menyuruh saya untuk menunggu, dengan bahasa ‘sementara dek’,” kata korban.
“Usahakan jangan dulu ada gerakan ya,” ucap kepsek menurut keterangan korban.
Korban lalu mengatakan bahwa dirinya cuma menuntut agar pelaku diberhentikan (dipecat) pihak sekolah.
“Dua ji tuntutan ku bu, keluarkan atau sekolah yang terima konsekuensinya,” ucap korban.
Berdasarkan penjelasan korban kepada edunews.id, korban tetap menunaikan kewajibannya mengajar di sekolah hingga 8 Juni 2023 meskipun dalam kondisi psikisnya terganggu.
“Dari 31 Mei 2023 sampai dengan 8 Juni 2023, saya masih ke sekolah untuk mengajar dengan kondisi yang tidak stabil , merasa tidak nyaman dan terancam karena pelaku masih berkeliaran di sekolah,” ujar korban.
Pada Jumat (2/6/2023) setelah salat Isya, korban melaporkan kasus ini ke pihak pimpinan yayasan (Mudir).
Namun dari hasil komunikasi keduanya, korban menilai pimpinan yayasan menganggap kasus yang dialaminya adalah hal remeh temeh.
“Menurut saya, pihak yayasan menganggap remeh dengan bahasa ‘Oh belum jeko na sentuh, tidak ada ji juga na chat ko’,” ucap korban.
Pada Senin (5/6/2023) sekitar jam 10 pagi, Pimpinan Yayasan memanggil siswa untuk dimintai keterangannya.
Setelah mendengar penjelasan siswa, pimpinan yayasan marah besar dan mengeluarkan pernyataan akan mengeluarkan atau memecat satpam.
Di hari yang sama setelah salat Dhur, pimpinan yayasan menginterogasi pelaku.
Pada Rabu (7/6/2023), pimpinan yayasan memanggil korban.
Pimpinan yayasan meminta korban agar mau memaafkan pelaku, namun korban menolak.
Berikutnya pada Kamis (8/6/2023) pihak yayasan tadi yang menaungi sekolah, mempertemukan korban dengan pelaku.
Saat itu, pihak yayasan diwakili oleh tiga kepala sekolah yakni kepsek SD, SMP, dan SMA MBS At-Tanwir Mamuju.
Dalam pertemuan itu, pelaku mengakui perbuatannya namun berdalih tindakan yang dilakukannya ditujukan ke orang lain bukan ke korban.
Korban yang menilai pelaku mengelak, seketika tidak terima dan mediasi tersebut tidak menemukan titik temu (solusi).
Sedangkan korban merasa bahwa pihak yayasan dalam kasus ini menginginkan damai namun korban menolak dan menganggap keputusan itu tidak adil.
Kemudian pihak yayasan yang hadir saat itu mengatakan, bahwa jika korban tidak menerima solusi dari pihak yayasan maka mempersilahkan korban membawanya ke kepolisian untuk diproses.
“Pihak yayasan saat itu bilang ke saya, kalau tidak terima keputusan atasan dalam hal ini pimpinan yayasan, silahkan saya membawa ini ke rana hukum,” terang korban.
“Dengan ini saya merasa pihak yayasan tidak berpihak ke saya sebagai guru/tenaga pendidiknya di sekolah tersebut. Saya melihat kasus ini berlarut-larut dan pelaku masih berkeliaran di sekolah,” terangnya lagi.
Pada Jumat (9/6/2023) korban akhirnya melaporkan kasus ini ke kepolisian setempat.
“Dari pada gila ka, mending saya segera melapor, berat ini sekolah karena mengabaikan tenaga pendidiknya, (padahal) kita ini minta keadilan supaya enak mengajar di sekolah,” tutup korban kepada edunews.id melalui sambungan telepon.
