JAKARTA, EDUNEWS.ID – Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman blak-blakan membongkar praktik culas pengoplosan beras di pasaran. Penelusuran ini bermula dari kejanggalan harga beras yang bikin geleng-geleng kepala. Harga di tingkat petani anjlok, tapi di tangan konsumen justru melonjak, padahal produksi beras nasional sedang surplus besar.
“Ini kami mencoba menganalisa karena ada anomali, di mana satu bulan lalu itu terjadi penurunan harga di tingkat petani atau penggilingan. Tetapi terjadi kenaikan di tingkat konsumen. Ini terjadi anomali,” kata Amran dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (16/7/2025).
Menurut Amran, data BPS menunjukkan produksi beras meningkat 14% atau sekitar 3 juta ton lebih dari kebutuhan nasional. Logikanya, jika pasokan melimpah, harga harusnya stabil atau cenderung turun, atau setidaknya kenaikan di konsumen sejalan dengan kenaikan di petani. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Melihat keganjilan ini, Kementan tak tinggal diam. Mereka langsung terjun ke lapangan, memeriksa 268 merek beras dari 10 provinsi penghasil utama. Pengujian dilakukan di 13 laboratorium independen, termasuk Sucofindo, demi memastikan keabsahan temuan. Hasilnya, dari 136 merek beras premium yang diuji, 85,56% tidak sesuai standar mutu. Hanya 14,4% yang memenuhi standar. Hampir 60% (59,78%) beras dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Bahkan, 21,66% beras ditemukan tidak sesuai berat kemasan, alias berat riil di bawah yang tertera.
“Jadi ini semua beras curah, tetapi dijual harga premium, beras curah tapi dijual harga medium,” ungkap Amran, membeberkan modus operandi para pelaku curang.
Kata Amran, Potensi kerugian konsumen akibat praktik ini ditaksir mencapai angka fantastis: Rp99 triliun!
Temuan Kementan ini juga diperkuat oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Satgas Pangan. Dari 10 sampel Kemendag, 9 di antaranya tidak sesuai standar, mirip dengan hasil Kementan yang mencapai 86%.
Amran menyebut langkah-langkah penindakan sudah mulai membuahkan hasil. Sejumlah merek yang terindikasi curang telah menarik produk dari pasar dan mulai menyesuaikan harga serta kualitas kemasan.
Per 15 Juli 2025, terlihat perbaikan signifikan pada kategori beras premium. Dari 712 sampel di seluruh Indonesia, 57% beras premium telah sesuai HET, meski 43% masih di atas. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya yang mencapai hampir 60% ketidakpatuhan. Namun, kondisi beras medium masih memprihatinkan, dengan 91,1% masih dijual di atas HET.
Kementan pun tak main-main. Amran telah menyurati Kapolri dan Kejaksaan Agung terkait temuan ini. Hingga 10 Juli, 26 merek telah diperiksa, dan beberapa perusahaan bahkan telah mengakui kesalahan mereka secara resmi.
“Sekarang terjadi pergeseran. Jadi sudah ada kesadaran dan mereka tahu,” ujarnya.
Dengan stok beras nasional yang mencapai 4 juta ton, Amran optimistis saat ini adalah momentum emas untuk membenahi tata kelola beras di Indonesia.
“Dulu kami tidak berani (menindak aksi kecurangan), kalau stoknya 1 juta pasti pemerintah tidak berani melakukan perbaikan. Tapi alhamdulillah stok kita sekarang cukup, sehingga kita memperbaiki,” pungkas Amran. (**)
