SULSEL, EDUNEWS.ID – Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) mengeluarkan rilis media hasil pemantauan Pemilu 2024 di Sulawesi Selatan.
Dalam rilis tertanggal Rabu (14/2/2024) tersebut, pihak LSKP menilai banyaknya kekecewaan dalam proses pemungutan suara Pemilu.
Hal tersebut dikarenakan beberapa TPS tidak memiliki surat suara yang cukup, seperti di TPS khusus Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Makassar dan Rumah Tahanan Kelas 1 Makassar.
Selain itu, terdapat kejanggalan teknis di TPS khusus lainnya (Sekolah Luar Biasa-A YAPTI Ujung Pandang Baru), seperti pembukaan TPS yang tidak sesuai jadwal karena lambatnya distribusi kertas suara, profesionalisme KPPS yang meninggalkan lokasi, minimnya pemahaman aturan teknis di TPS (terlihat dari intervensi sejumlah pihak dan TPS yang dipenuhi oleh oknum yang tidak berkepentingan, seperti anak-anak).
Selanjutnya, tidak ditemukan TPS khusus di 4 rumah sakit, termasuk TPS untuk Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
LSKP juga melaporkan beberapa poin hasil pemantauan pemungutan suara di Sulsel sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan pemungutan suara telah berjalan baik. Namun, terdapat catatan terkait jadwal pembukaan TPS, dimana hanya 68,8% TPS di Sulsel yang buka tepat waktu. 31,3% TPS tidak dimulai tepat pukul 07.00. TPS 021 Caile, Kec. Ujung Bulu Kab. Bulukumba membuka kotak suara pada pukul 08.00. Hal ini karena keterlambatan logistik dan petugas KPPS yang terlihat kurang sigap dan efisien.
Dampaknya, penutupan TPS yang molor melewati pukul 13.00 WITA di 58,8% dari lokasi TPS pemantauan. Selain itu, terdapat 64,7% TPS yang perhitungan suaranya ditunda cukup lama setelah pemungutan suara.
2. Dalam hal pemilihan TPS, masih banyak yang tidak ramah kepada disabilitas dan kelompok rentan lainnya.
43,8% TPS yang dijadikan lokasi pemantauan di Sulsel memiliki disabilitas tunanetra, tunadaksa, tunarungu, tunagrahita dan lansia.
Belum ditemukan penggunaan alat bantu untuk disabilitas, utamanya tunanetra sensorik yang menggunakan hak pilihnya, (utamanya Sekolah Luar Biasa-A YAPTI Ujung Pandang Baru). Bantuan yang diberikan hanya sebatas pada bilik yang lebih rendah untuk tunadaksa, serta pemberian pendamping dari keluarga dan orang yang diminta, bahkan tanpa menggunakan surat. Hal ini memberikan indikasi intervensi atas hak memilih setiap orang yang rahasia dan bebas tanpa tekanan.
3. Atribut dan suara teriakan kampanye untuk mengarahkan pilihan kepada salah satu Paslon masih beredar di sekitar TPS.
Adanya saksi yang memberikan arahan untuk memilih salah satu Paslon dan partai politik tertentu di lokasi TPS. Juga, oknum yang tidak berkepentingan sebagai penyelenggara masih diberi akses untuk tetap di dalam TPS yang cenderung memberikan pengaruh.
4. Informasi pindah memilih yang kurang efektif. Hal ini menyebabkan salah seorang di TPS 012 SLB-A YAPTI Ujung Pandang Baru tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena belum tahu kalau DPT-nya sudah pindah.
Bahkan 25% pemilih ditolak untuk memilih karena sudah pindah domisili dan ada juga yang berasal dari luar daerah.
5. Antrian dan pencatatan administrasi pemilih yang tidak efektif dan efisien.
Hasil pemantauan di TPS 011 dan 012 Ujung Pandang Baru, warga datang mengumpulkan surat pemberitahuan/undangan dengan tujuan mendapatkan nomor antrian lebih cepat. Tetapi, setelah menyetorkan, mereka meninggalkan TPS. Sehingga, ketika telah ditandai pada DPT dan mendapatkan nomor antrian, mereka tidak di tempat.
6.Pengusaha memberikan izin kepada karyawannya untuk memilih. Dari pemantauan, ada 31,6% pemilih yang ditolak untuk memilih di TPS. Sedangkan 52,6% tidak ditolak.
7. Partisipasi masyarakat yang masih perlu dioptimalkan.
Hasil pemantauan memperlihatkan kisaran 70-80an surat suara yang tidak digunakan. Bahkan, setelah proses perhitungan suara, terdapat 23,5% lokasi pemantauan yang memiliki selisih jumlah surat suara antara yang diterima dan yang digunakan. TPS 013 Bontoala, Pallangga, Gowa. Terjadi perbedaan jumlah antara data daftar hadir pemilih dan jumlah suara. Sehingga KPPS menghitung dan mengecek kembali daftar hadir.
Dorong Pemilu Lebih Demokratis dan Akuntabel
Melalui rilisnya, LSKP menegaskan komitmennya untuk memastikan Pemilu yang adil, transparan, dan bebas dari segala bentuk penyelewengan.
Untuk mendorong pelaksanaan Pemilu 2024 lebih demokratis dan akuntabel, LSKP lalu mengeluarkan beberapa rekomendasi berikut:
1. Pemilihan TPS harus memiliki ruang yang ramah bagi semua sehingga masyarakat dapat memenuhi hak politiknya dengan baik.
2. Semua peserta Pemilu untuk menghormati masa pemungutan suara dengan tidak melakukan aktititas kampanye di sekitar TPS.
3. Perlu upaya peningkatan kapasitas petugas KPPS sehingga dapat melakukan tugasnya secara professional.
4. KPU harus konsisten menerapkan standar operasional dalam distribusi logistik Pemilu secara lengkap untuk memastikan semua TPS menerima logistik sesuai standar, khususnya di wilayah pegununangan dan kepulauan.
5. Masyarakat diharapkan terlibat aktif dalam memastikan penyelenggaran Pemilu dapat dilaksanakan dengan damai, akuntabel, dan demokratis.
6. Masyarakat perlu meningkatkan pemahamannya tentang Pemilu dengan mempelajari rekam jejak semua kandidat dan menolakĀ politik uang.
7. Mengajak seluruh pihak untuk menunggu hasil resmi Pemilu dari Komisi Pemilihan Umum.
8. Masyarakat terus menjaga persatuan pasca Pemilu dan sama-sama berupaya membangun negara ke arah yang lebih baik.
(**)
