JAKARTA, EDUNEWS.ID – Isu dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus bergulir tanpa arah, meluas dari keabsahan dokumen hingga menyeret nama Rektor Universitas Moestopo, Prof. Paiman Raharjo. Tuduhan ini memicu langkah hukum dari pihak Jokowi dan Prof. Paiman, sekaligus membuka perdebatan panjang di kalangan akademisi dan masyarakat.
Kepala Pusat Kajian Otonomi Daerah (Otda) dan Peraturan Perundang-undangan (PUU) Universitas Dirgantara Jakarta Dr. Sukaca menyampaikan pendapatnya terkait polemik ini.
Menurut Dr. Sukaca, isu ini bermula dari tiga alumni UGM, yaitu Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifa, yang secara lantang menggulirkannya ke publik. Mereka mengklaim sedang melakukan kegiatan ilmiah karena tidak ingin ada pejabat publik sekelas Jokowi menggunakan ijazah palsu. Namun, Dr. Sukaca mempertanyakan apakah motif mereka benar-benar murni ilmiah atau ada motif lain di baliknya.
Keraguan terhadap Metodologi Penelitian
Dalam pandangannya, Dr. Sukaca menyoroti metode yang digunakan oleh Rismon Sianipar.
Ia menilai metodologi dan pengambilan sampel penelitiannya tidak jelas. Rismon, yang identitasnya sebagai peneliti pun dipertanyakan banyak pihak, hanya mendasarkan kajian pada data sekunder dan tidak pernah menelisik ijazah asli. Objek penelitiannya juga terus berubah, dari keaslian ijazah, kemudian keabsahan skripsi, dan terakhir lokasi KKN. Hal ini, menurut Dr. Sukaca, semakin menguatkan keraguan terhadap kredibilitas penelitian tersebut.
“Mengutip pernyataan staf ahli Kapolri, Ariyanto Setiadi, pada saat gelar perkara khusus, bahwa cara penulisan skripsi pada tahun 1985 di Fakultas Kehutanan UGM, seperti yang dimiliki Jokowi, bukanlah hal asing. Hampir separuh yang seperti itu. Ini menunjukkan bahwa Resmon Sianipar tidak cukup lengkap mengambil sampel penelitian,” ujar Dr. Sukaca di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Dr. Sukaca menambahkan, seharusnya Rismon menjadikan ijazah atau skripsi seluruh mahasiswa Fakultas Kehutanan satu angkatan Jokowi sebagai sampel. Kurangnya sampel penelitian ini berimplikasi pada diragukannya hasil penelitiannya.
Ijazah Dinyatakan Asli, Laporan Hukum pun Dilayangkan
Lebih jauh Dr Sukaca menjelaskan, mc ccy0antan Menko Polhukam, Prof. Dr. Mahfud MD, sebelumnya telah menyatakan bahwa seandainya pun ijazah Jokowi terbukti palsu, hal tersebut tidak akan berimplikasi pada keputusan dan kebijakan yang telah dibuatnya selama menjabat. Pendapat ini selaras dengan asas hukum Presumtion Iustia Causa yang berarti suatu keputusan dianggap benar sampai dibuktikan sebaliknya oleh pengadilan.
Sementara itu, Farhat Abbas selaku kuasa hukum Prof. Paiman Raharjo, menyatakan bahwa langkah Roy Suryo dkk. hanya mengolok-olok mantan Presiden Jokowi. Pernyataan Farhat ini didukung oleh hasil uji forensik Bareskrim Polri yang menyatakan ijazah Jokowi identik alias asli. Karena tidak menemukan unsur pidana, Bareskrim pun menghentikan penyelidikan.
Meskipun keputusan ini ditentang oleh Roy Suryo, Dr. Sukaca menilai argumen Roy lemah karena penyidik tidak menemukan unsur pidana. Ia berpendapat, seharusnya pihak pelapor memberikan bukti yang lebih lengkap kepada penyidik.
Menanggapi tuduhan yang terus bergulir, Jokowi telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan pencemaran nama baik di Polda Metro Jaya. Menurut Dr. Sukaca, ini adalah langkah yang tepat.
“Laporan polisi dari Jokowi merupakan antiklimaks dari hiruk-pikuk penghinaan terhadap mantan Presiden ketujuh RI, sekaligus sebagai pembuka tabir terhadap suatu orkestra panjang yang merusak nama baik almamater saya, UGM,” tegasnya.
Tudingan ke Prof. Paiman dan Simbol Janur Kuning
Di tengah kemelut ini, muncul nama Prof. Paiman Raharjo yang dituduh membuat ijazah palsu. Tuduhan ini, menurut Dr. Sukaca, didasarkan pada narasi di media sosial yang mengaitkan jabatan Wakil Menteri Desa yang disandangnya sebagai imbalan atas jasanya. Roy Suryo mengklaim memiliki saksi yang melihat Prof. Paiman masih sering berada di Pasar Pramuka, tempat ia pernah memiliki usaha pengetikan.
Dr. Sukaca menegaskan, tuduhan tersebut tidak berdasar. Ia membantah bahwa kunjungan Prof. Paiman ke Pasar Pramuka dapat menjadi bukti pemalsuan ijazah.
“Lain halnya bila para saksi itu melihat langsung pencetakan ijazah palsu Bapak Jokowi dilakukan oleh mantan Wamendes,” ujarnya.
Atas tuduhan yang merusak nama baiknya sebagai seorang guru besar, Prof. Paiman juga telah mengadukan kasus ini ke Polda Metro Jaya.
Dr. Sukaca mengaitkan polemik ini dengan simbol sejarah “Janur Kuning.” Janur Kuning yang merupakan daun kelapa muda, sangat terkenal dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, digunakan sebagai simbol perlawanan yang mampu membungkam Belanda.
Ia pun bertanya, “Akankah Jokowi juga menggunakan simbol ‘Janur Kuning’?” Pertanyaan ini menyiratkan harapan agar laporan hukum ini dapat menjadi perlawanan yang membungkam isu ijazah palsu, seperti Janur Kuning yang membungkam Belanda di kancah internasional.
