MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Gelombang kejut menerpa jajaran direksi dan manajemen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar menyusul intensifikasi penyelidikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) terkait dugaan korupsi dana cadangan senilai Rp 24 miliar.
Pemeriksaan terhadap mantan Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto), pada Selasa (10/6/2025) lalu bukan sekadar manuver, melainkan indikasi kuat bahwa kasus ini akan menyeret lebih banyak nama, termasuk para pemegang kendali di tubuh PDAM.
Kasus ini berpusat pada pengelolaan dana cadangan yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan perusahaan dan peningkatan layanan publik. Namun, dana tersebut diduga diselewengkan melalui berbagai modus, termasuk penempatan deposito yang tidak sesuai prosedur atau bahkan potensi pembagian keuntungan ke kantong pribadi.
Jejak Berliku Dana Rp 24 Miliar: Saling Tunjuk dan Bantahan
Kompleksitas kasus ini semakin kentara dengan adanya perbedaan keterangan dan saling bantah antara para mantan petinggi PDAM yang telah diperiksa.
- Beni Iskandar, mantan Direktur Utama PDAM Makassar, yang pernah menjadi Dirut pada periode yang disorot, berkeras bahwa pengelolaan dana cadangan telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku dan bersifat transparan. Ia bahkan mengklaim bahwa nominal dana yang dipermasalahkan bukan Rp 24 miliar, melainkan Rp 14 miliar.
- Namun, klaim ini dengan cepat dibantah oleh Hamzah Ahmad, yang saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Dirut. Hamzah secara tegas menyebutkan angka Rp 24 miliar sebagai dana yang dipermasalahkan dan menegaskan bahwa program pendepositoan dana cadangan tersebut sudah dimulai sejak era kepemimpinannya.
Perbedaan fundamental dalam nominal dan klaim prosedur ini memunculkan pertanyaan besar: siapa yang menyampaikan informasi yang benar? Dan mengapa ada disparitas angka yang begitu mencolok, yang berpotensi menyembunyikan besaran kerugian negara yang sesungguhnya? Saling lempar tanggung jawab ini justru semakin menguatkan dugaan adanya konspirasi dan upaya menutupi fakta.
Keterlibatan Dirut Saat Ini dan Mantan Pejabat Lain
Kejati Sulsel tidak hanya berhenti pada pemeriksaan Danny Pomanto dan mantan direksi. Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, secara eksplisit menyatakan bahwa penyidik sedang mendalami setiap keterkaitan antara pejabat internal PDAM, termasuk kemungkinan Direktur Utama PDAM Makassar saat ini, dengan pihak bank dan mitra perusahaan dalam pengelolaan dana cadangan.
“Kami mendalami setiap keterkaitan antara pejabat internal PDAM, pihak bank, dan mitra perusahaan dalam proses pengelolaan dana cadangan,” tegas Soetarmi, baru-baru ini.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa penyelidikan tidak hanya terpaku pada periode sebelumnya, tetapi juga melihat benang merah yang mungkin terhubung hingga kepemimpinan saat ini.
Lebih jauh, Kejati juga secara terbuka menyebutkan adanya indikasi pembagian dana dari laba PDAM ke kantong pribadi. Jika terbukti, hal ini akan memperparah dakwaan dan membuka peluang pasal-pasal pidana korupsi yang lebih berat.
PDAM Makassar: Antara Harapan dan Skandal Berulang
PDAM Makassar, sebagai penyedia layanan air bersih vital bagi jutaan penduduk, seharusnya menjadi garda terdepan dalam pelayanan publik. Namun, citranya kerap tercoreng oleh berbagai kasus korupsi. Kasus kali ini menambah daftar panjang skandal yang melibatkan BUMD ini, mengingatkan publik pada kasus sebelumnya yang menyeret Haris Yasin Limpo, adik mantan Menteri Pertanian, yang telah divonis 2,5 tahun penjara dalam kasus serupa.
Dampak Sosial dan Tuntutan Keadilan
Dugaan korupsi dana cadangan PDAM ini sangat melukai rasa keadilan masyarakat. Dana cadangan seharusnya menjadi bantalan finansial untuk investasi perbaikan infrastruktur, peningkatan kualitas air, atau perluasan jangkauan layanan. Jika dana tersebut diselewengkan, dampaknya langsung terasa pada kualitas hidup masyarakat yang bergantung pada air bersih.
“Ini bukan cuma soal angka, tapi soal hak dasar kami untuk mendapatkan air bersih yang layak,” ujar Fatimah, seorang ibu rumah tangga di Makassar.
“Kalau dananya dikorupsi, bagaimana PDAM bisa melayani kami dengan baik? Kami minta Kejati usut tuntas, jangan sampai ada yang lolos,” pintanya.
Akankah Kejati mampu membongkar jaringan korupsi di PDAM hingga ke akar-akarnya, tanpa pandang bulu, dan mengembalikan kepercayaan publik pada lembaga yang seharusnya melayani rakyat ini? Masyarakat Makassar menanti dengan cemas dan harapan. (**)
redaksi
