JAKARTA, EDUNEWS.ID – Drama perebutan empat pulau strategis antara Aceh dan Sumatera Utara kian memanas, dan kali ini, tirai misteri di balik sengketa tersebut tersingkap lebar.
Bukan sekadar isu tapal batas administratif, melainkan potensi harta karun energi yang menjadi motif utama perseteruan.
Hal ini diungkap langsung oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), membongkar “kartu as” yang selama ini tersimpan rapat.
Lewat cuitan tajam pegiat media sosial Chusnul Chotimah, pernyataan Mualem yang mengejutkan itu meluncur ke publik.
“Akhirnya dibongkar Langsung sama Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), 4 pulau itu baru diperebutkan karena kandungan energi, kandungan gas, sama seperti di Andaman India,” tulis Chusnul, Minggu (15/6/2025). S
ebuah klaim yang tak hanya menggegerkan, namun juga membuka mata kita tentang nilai ekonomis di balik setiap jengkal wilayah.
Jutaan Dolar di Bawah Permukaan: Mengapa 4 Pulau Ini Jadi Rebutan?
Pulau Panjang, Pulau Rondo, Pulau Berhala, dan Pulau Nasi – empat nama yang kini menjadi pusat perhatian. Mualem tanpa tedeng aling-aling menyebutkan alasan sebenarnya Sumut ngotot memperebutkan pulau-pulau ini.
“Kenapa sekarang berebut empat pulau itu, tau nggak? Itu kandungan energi, kandungan gas sama besar di Andaman. Itu permasalahannya,” tegas Mualem.
Pernyataan ini mengubah perspektif. Konflik yang tadinya terlihat hanya sebatas masalah teritorial, kini terkuak sebagai perlombaan memperebutkan cadangan energi dan gas yang melimpah ruah, sebanding dengan ladang-ladang di Andaman, India. Ini adalah informasi vital yang dapat menggeser strategi investasi dan perencanaan jangka panjang di sektor energi.
Sentimen Memanas: “Geng Solo Rakus!” dan Seruan Ketenangan Mualem
Di tengah pengungkapan motif ekonomi ini, sentimen publik tak kalah bergejolak. Chusnul Chotimah bahkan tak segan melontarkan sindiran keras di platform X, “Geng Solo rakus serakah ga tau malu!!!”. Ungkapan ini menunjukkan betapa isu ini telah meresahkan dan memicu amarah di berbagai kalangan.
Namun, di sisi lain, Mualem mencoba menenangkan gejolak.
“Empat pulau itu hak kita, kita punya. Untuk apa berteriak? Itu hak kita, selow aja. Gak percaya tanyakan pada rembulan dan rumput Pulau Panjang,” ujarnya, menegaskan kepemilikan Aceh dan menyerukan agar masyarakat tidak panik.
Perebutan ini menjadi cerminan bagaimana kekayaan sumber daya alam dapat memicu ketegangan. Pertanyaannya, siapa yang pada akhirnya akan menguasai “harta karun” di bawah perairan ini, dan bagaimana dampaknya terhadap peta energi nasional serta stabilitas regional? Hanya waktu yang akan menjawabnya.
redaksi
